DPD RI merupakan salah satu anggota dewan yang dipilih oleh rakyat. Dikutip dari berbagai media, tugas dan wewenang dari DPD adalah mengajukan kepada DPR tentang RUU yang bekaitan dengan otonomi daerah, pusat, dan daerah, selain itu juga memberikan pertimbangan kepada DPR. Namun DPD tidak berhak untuk memutuskan, semua keputusan itu sepenuhnya ada pada pihak DPR.
Anggota DPD RI menjadi salah satu faktor yang dapat membuat Indonesia menjadi maju, namun sayangnya beberapa anggota DPD sendiri tidak paham dan justru memanfaatkan peluang untuk panggung politiknya.
Dalam satu tahun terakhir, kami bersama dengan Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya Indonesia mengamati permasalahan diberbagai daerah yang ada di Sumatera dan Jawa. Hasil dari pantauan kami saat ini banyak sekali oknum anggota DPD yang seenaknya memanfaatkan jabatannya untuk menekan berbagai pihak, bahkan salah satu kesalahanya adalah menggantikan fungsi dan tugas pengadilan yang mana itu merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menegakan keadilan di negeri tercinta ini.
Salah satu contoh adalah salah satu anggota DPD asal Lampung, menurut pengamatan kami  angota dewan tersebut sudah melampaui batas. Siapa dia? Ya sebut saja inisial AS salah satu anggota DPD RI sekaligus pendiri kampus swasta di Lampung.
Sebelumnya anggota DPD RI asal Lampung tersebut dilaporkan oleh salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Lampung. Pelaporan tersebut dikarenakan senator asal Lampung tersebut melakukan pencemaran nama baik perguruan tinggi tersebut.
Seharusnya selaku anggota DPD RI yang masih aktif harus bisa mengontrol perkataanya tidak perlu harus menyampaikan pencemaran nama baik bahwa PTN tersebut merupakan sarang maksiat. Parahnya lagi AS sampai jumpa pers hingga omongan yang dibilang cukup ngasal dan tanpa pikir panjang ditulis diberbagai media berita, kecuali kalau tujuan persnya tersebut adalah ingin mengambil kesempatan dipanggung politik sekaligus memperkenalkan salah satu kampus swasta miliknya, hehehehe.
Kamis, (14/2/19), saya berjumpa dengan salah satu teman wartawan saya (*Medianya disamarkan), menurut keterangan dari rekan wartawan, senator asal Lampung tersebut kembali menggelar pers terkait salah satu masalah di Cirebon terkait permasalahan antara salah satu perusahaan BUMN dan juga pihak Kasepuhan Cirebon.
Seharusnya selaku anggota DPD RI harus bijak dalam menyelesaikan permasalahan, namun asas keadilan harus tetap dijalankan tanpa harus memandang latar belakang dari sang pemilik permasalahan tersebut.
Berdasarkan keterangan fakta dilapangan, lahan yang menjadi sengketa antara PT. KAI sekaku BUMN, dan juga dengan pihak Kasepuhan Cirebon ternyata sudah terbit sertifikat hak pakai atas nama  perusahaan BUMN tersebut.
Anehnya dalam keterangan yang diberikan oleh anggota DPD RI asal Lampung tersebut menyampaikan bahwa, eks politisi Hanura tersebut mempersoalkan dan mencerca pihak BPN terkait penerbitan sertfikat HPL terkait lahan tersebut.
Lucunya AS menanyakan seolah meragukan BPN atas penerbitan sertifikat tersebut dengan menanyakan apa alasan BPN mengeluarkan sertifikat yakni fakta fisik dan yuridis. Jika memang mau menegakan keadilan harusnya menanyakan kepada kedua belah pihak terkait apa yang menjadi dasar dari keduanya mengakui bahwa lahan tersebut menjadi miliknya.