Mohon tunggu...
Akhmad Khoirul Fahmi
Akhmad Khoirul Fahmi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar, pengelola Pondok Pesantren, suka menulis. Saat ini fokus ke sejarah ulama-ulama, manajemen pesantren dan lingkungan hidup

Bismillahirrohmanirrohim....Alhamdulillah........La Khaula wala quwwata illa billah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kata Bu Guru

29 Desember 2011   01:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh AK Fahmi

“Kata BuGuru,jangannonton TV malam-malam. Nanti bangunnyajadi siang,” kataHaya (4 tahun) pada ayahnya.

Lain waktu ketika bernyanyi-nyanyidan orangtuannya ikut nyanyidan salah, “itu salah! Kata BuGuru....”. Pun, demikianpulaketikamakan kebetulan darikakaknya dipandang melakukan kealpaan, “Kata Bu Guru...”.

Bu Gurumenjadi favorit anak-anak PAUD atau TK. Bu Gurumenjadi sosok yang meng-imaginasi. Bu Guru pokoknyakomplet dimataanak-anak saya, bahkanketikaBugurumarah pun, tetapbaik-di mataanak-anak dengan ungkapan, “nantidimarahi Bu Guru lho!”

Pendidikan Kharakter

Ketikadulu sayaSD, sebabsaatitujumlah pendidikan TKataupun PAUD belum segencarsekarang, makayangcukupbanyak dikenangadalahsosok-sosokguruSD. Kedekatandan kebersahajaan yang sayakenang. Tidak adaceritanya, seoranggurumenempelengmurid SD. Kalaupun adahukumanfisik, sebatas berdiridikelas atau hallain.

Saya masihteringat, padaguru PMP (pendidikan Moral Pancasila) saatSD, dimanasaatmasukkelas akan berteriak, “MERDEKA!!”. Dan murid-murid akanmembalassalamnya tersebut. Ataupun, saat usia SD, kira-kira duapuluhtahun yanglalu, gurungajikita menyediakan sebilah tuding—sejenis alat pemukul daribambu—yang digunakan untuk mengeja dan membaca Al-Qur’an, dan sekaligusuntuk menghukumanak-anakyang berisik dengan memukulkan pada jemari tangan anak-anak. Bukan hukuman dengankekuatan, akan tetapi dengankasihsayang.

Anak-anak berisik, anak-anak berlarian, anak-anak gaduh. Wajar, sebabdimanapun di duniaini, dunia anak-anakadalah duniabermain. Tentu, bermain sukamembuat gaduhdan tidaktertib. Termasuk juga ada anak-anakyangkemampuan belajarnya rendah.

Kiranya, dunia anak-anak adalahduniapalingpolos, palingjujur dansaatitu waktuterbaik untuk memberikanpendidikankharakter, seperti yangdigembar-gemborkan. Walaupun kadang,rasanyakebijakan-kebijakan, istilah-istilahdan undang-undangdatang silih berganti, takjuamenemuikharakteryang dimaksud. Rasanya,kharaktermasyarakatkita, masih tak bergerakdari apayang disampaikan Mukhtar Lubistahun1978 tentangmanusiaIndonesia.

Role Model

Berbagaikonsep dan strategipendidikan telahdicoba, bahkandenganmodel UNASyang dijagasuperketatdan danamilyaranrupiah. Hasilnya, kitamasihmiris dengan kenyataan perilakukitasendiri. Aturanbisadiakali, dan pemerintahtakditaati. Dimanakah salahnya.

Tidak adayang salah. Sebablangkahuntukmemperbaikikualitaspendidikankitasudahbenar. Anggaran 20 persendari APBNdan APBD sudahtepat. Hanyasaja, yangdilupakan adalahmenumbuhkanrasapenghormatan padaguru.Penghormataninidarimurid kepada guru,antargurudan sekaligusdi diriguruitu sendiri.

Profesiguru menjadi favorit saat ini bagi parafreshgraduate, sebabmenjanjikan kesejahteraan ataupuntidak adapilihanprofesilain. Berbedadenganguru dahulu, bahwamereka memangbanggadanbermaksudmenjadiguru. Untukmemupuk sebuah potensirolemodelatauteladan butuh prosespanjang, dimana pilihanakan suatuprofesi telahdipelajaridanimaginasikan jauh-jauhhari. Cobatengok, seberapabanyak paraguru baru—khususnya sejak tahun 2000—yang sejak awal kuliahtelah berniatmenjadiguru. Bahkan ada, pesertapendidikanguruyang mahasiswanya terusmenjadicalonguru, dan memilihmenjadi pelawak.

Pendidikan kharakter, paling utama tentu adalahmembericontoh. Untuk hal initentuharusdimulaidarihal-halyangkecildan sederhana. Jika dimulaidengantema-temadanpekerjaanbesarsederet alatukuryangkompleks dikhawatirkanhanyamembuatbeban kerjaadministrasisaja. Ujung-ujungnyabudayarekayasadancitra. Inibukan pendidikan kharakter, mungkinlebihcocokpendidikanpolitik-ing.

Tentu, tantanganmengajarsekarang sudahlebih kompleksdibandingsaatsaya SDdulu. Saatitu.Kita hanyamengetahuidunia sekitar desasaya.Saatini,anak saya usia4 tahun saja sudah tahu Amerika. Olehkarenaitu, berangkatdariKATA BU GURU,rasanyapendidikan kharakterharusdimulaidaripenanamanrolemodeldikalanganTKatau PAUD. Terlebihlagiperhatianpadakompentensiguru-gurunyauntukbisa menanamkan kharakteryang dimaksud.

Saya pesimis, jikaanak-anakSMPapalagiSMAdanmahasiswa digelontor tema-temapendidikankharakter. Bagaimanamungkin, di sekolahdilarangmerokok, sementara itu ketikaistirahat gurunyamerokokwalaupun di tempattersembunyi.

Berbedaketikaketika padaanak-anakkecil,ketikagurunyamelakukankesalahan, akanmenegur, “KataBuGuru tidak boleh...!!!

Wallahu alam Bishowab

PENULIS

AKFAHMI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun