Ketika membuka Kompasiana, kadang terus terang malu juga. Sebab sudah lama tidak menuliskan sesuatu, kecuali sekedar memberi tanda yang empat (inspiratif, aktual, menarik ....dst). Atau sekedar memberikan komen pada tulisan kawan yang lain yang dikenal secara pribadi.
Malu! Sebab didalam profil saya sebut, "berusaha menulis setiap hari", lha buktinya: tidak menulis setiap hari. Jujur, awal mengikuti kompasiana adalah upaya melatih menulis, berbagi cerita dan syukur-syukur saling memperoleh dukungan (kritikan berupa konten tulisan baik setuju atau tidak setuju juga dukungan). Akan tetapi, sungguh mungkins ecara pribadi, saya orang yang anti terhadap umpatan. Dulu zaman SMA ke bawah kata umpatan lebih baik  berkelahi. Tentu di zaman HAM semacam ini bisa berabe jika diterapkan.
Dalam postingan pertama, saya tidak menduga bahwa banyak yang melihat tulisan saya, mungkin karena tentang Sepak Bola, dan judulnya sedikit provokatif. Tetapi sungguh saya tidak menduga, ada kata-kata komen yang kemudian menjadikan saat itu juga saya  menjadi malas untuk nulis di Kompasiana.Kata itu adalah TOLOL.
Saya tidak berusaha mencari padanan atau makna  arti kata itu di Kamus besar bahasa Indonesia, sebab kata itu itu adalahbahasa jalanan yang dipahami sebagai bahasa jalanan--termasuk mungkin juga bahasa kaum politik--bukan bahasa kaum penulis, kecuali mungkin dalam tulisan fiksi untuk menggambarkan cerita.
Sesungguhny ada beberapa tulisan yang saya siapkan untuk berbagi di Kompasiana, akan tetapi urung saya postingkan, sebab Phobia dengan kata-kata tolo tersebut. Dan selama itu saya hanya menjadi penikmat tulisan para blogger KOmpasiana yang lain. JIka da yang menarik dan dirasa penting saya copas dan mohon ijin share copas.
Nah kali ini, saya mencoba untuk memposting lagi tulisanke Kompasiana, mudaha-mudahan menjadi katif lagi. Semoga bisa minimal 1 minggu sekali atau maksimal satu bulan sekali. Ditanggapi positif dan banyak memberikan manfaat Alhamdulillah. Dikritik dan tidak disetujui juga Alhamdulillah, itu tanda anda menyempatkan waktu membaca uneg-uneg saya, asal konten tulisannya yang dikritik. Nah, jika ada kata-kata umpatan ini yang bermasalah bagi saya.
Mungkin zaman ini sah-sah saja orang mau bersikap apa saja. Tapi ingat kata-kata umpatan tersebut akan berbalik seribu kali buat siapa saja yang suka mengumpat. Ingta mengumpat dan mengkritik bisa dibedakan oleh anak lulusan SD sekalipun.
Ada baiknya, di zaman yang serba ketat ini membudayakan sikap kritis yang berbudi. Contoh konkritnya, saya juga mendapati beberapa tulisan teman-teman di Kompasiana yang bagi saya menganggu secera pemikiran, ide dan agak provokatif dnegan bahasa yang ilmiah dan membantahnya dengan gagasan. Padahal terus terang, saya "eneg" juga dnegan gagasannya. Alhamdulilah kata-kata umpatan atau sekedar tulisan misalnya ungkapan, "tulisan ini tidak bermutu", tidak saya lakukan.
Saya menyadari bahwa  di forum ini kita sedang berupaya belajar menuliskan ide dan gagasan serta sharing pendapat. BUkankah peradaban yang baik, jika ada permasalahan harus diselesaikan dnegan dialog. Dan dialog adalah mempertemukan gagasan-gagasan. Dan, bukankah kekerasan awalnya adalah dari kata-kata juga. Dan, kita juga perlu orang lain untuk menilai gagasan kita, bahkan kalau perlu gagasan kita dibantah untuk terjadi dialektika gagasan.Dan ini adalah upaya saling menguatkan jiwa aga tetap memiliki harapan kehidupan lebih baik.
Oleh karena itu, sangat penting menjaga etika dalam berkomentar, karena kata-kata komentar sungguh dahsyat pengaruhnya. Paling tidak bagi diri saya. Memberikan komen yang sopan kembalinya ke diri kita sendiri.
Wallahu alam Bishowab