Oleh: Akhmadi Swadesa
   "Kak Sardi, kemarin aku ketemu Yuli di pasar. Dia menanyakan bagaimana kabarmu. Kataku baik-baik saja," lapor Nisah. "Tambah cantik dia sekarang."
   "Nanti aku akan ke Belimbing menemuinya, sekaligus aku akan memeriksa kebun rotan kita di sana," sahut Sardi.
   "Boleh aku ikut? Aku juga ingin melihat apakah pohon manggis, langsat dan meritam kita di sana sudah mulai berbunga."
   "Boleh aja, tapi kalau aku ngobrol sama Yuli jangan diganggu ya?"
   Sardi dan Nisah sama-sama tertawa.
   Di dusun Belimbing di tengah hutan belantara itu sebenarnya hanya ada tinggal tiga keluarga, yang masing-masing rumah mereka letaknya berjauhan. Mereka semua adalah peladang dan juga berkebun rotan. Namun jika masuk lebih ke dalam hutan lagi, akan kita temui lagi sebuah dusun bernama Ranjung yang hanya dihuni oleh satu keluarga, yaitu keluarga pak Gosai.
   Pak Gosai mempunyai istri bernama Jalimah, dan dua orang anak, laki dan perempuan, yang bernama Sardi dan Nisah. Baik Sardi sang kakak, maupun adiknya Nisah, kini sama-sama telah duduk di bangku SMA di kota kecamatan yang jaraknya kurang-lebih tiga kilometer dari dusun mereka itu. Sardi di kelas 3 dan sebentar lagi ujian, sementara Nisah duduk di kelas dua.
   Hubungan keluarga pak Gosai dengan tiga  keluarga yang tinggal di dusun Belimbing itu tetap terjalin akrab. Apalagi pak Gosai juga mempunyai tanah ladang dan kebun di sekitar dusun Belimbing.
   Setiap hari Sardi dan Nisah pergi bersekolah ke kota kecamatan dengan hanya berjalan kaki atau naik sepeda masing-masing, melewati jalan setapak sejauh tiga kilo meter dari dusun mereka di tengah hutan belantara itu. Karena sudah terbiasa, maka jarak tersebut tidaklah terasa jauh bagi mereka.
   Ketika mereka masih SD dan SMP, Sardi dan Nisah kerap mampir ke dusun Belimbing dan mengajak Yuli untuk pergi ke sekolah bersama-sama. Sepanjang jalan mereka bercerita apa saja, bergurau dan tertawa-tawa.
   Namun setelah menamatkan SMP, Yuli melanjutkan SMA ke kota kabupaten, tinggal bersama kakak lelakinya yang bekerja di sana. Hanya jika ada waktu liburan, Yuli pulang ke dusun Belimbing tempat kedua orangtuanya menetap.
   Akan halnya Sardi, dengan keputusan Yuli yang melanjutkan SMA-nya ke kota kabupaten, sebenarnya dia merasa kehilangan seorang sahabat. Sebenarnya lebih daripada seorang sahabat. Karena, diam-diam sebenarnya dia menyukai Yuli. Mengagumi kecantikan gadis langsing berkulit kuning duku itu.
   "Kenapa harus melanjutkan ke kota kabupaten, Yuli? Di kota kecamatan kita ini kan juga sudah ada SMA. Aku dan Nisah SMA-nya di sini saja," kata Sardi ketika itu.
   "Ya, sebenarnya aku ingin tetap di sini, Sar. Tapi kakakku memintaku menemaninya di sana, dan biar katanya, aku juga bisa mengikuti berbagai kursus yang kuminati yang banyak berada di kota kabupaten," tukas Yuli.
   Saat itu Sardi sengaja memandang ke wajah Yuli lurus-lurus. Yuli juga membalasnya. Kemudian mereka berdua sama-sama tersenyum.
   "Memang kenapa sih, Sar, kalau aku tidak meneruskan SMA di sini?" pancing Yuli.
   "Aku pasti merasa sunyi," jawab Sardi, jujur.
   "Kan masih banyak teman lain?"
   "Tapi bersamamu aku merasa lebih asyik."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H