Mohon tunggu...
akhmad Ilman
akhmad Ilman Mohon Tunggu... -

pengamat sosial ikhlas beramal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indonesia Bisa! Sekarang Bisa Apa?

11 November 2013   09:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:19 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak akan pernah terlupakan jasa jasa pahlawan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini, dalam rangkaian sejarah tergambarkan keberanian para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Berbagai pertempuran tergambar jelas adanya ketidak seimbangan kekuatan pahlawan kita dibanding penjajah, pasukan berbambu runcing terhadapkan dengan pasukan bersenjata api lengkap dengan kendaraan penghancurnya, pasukan tak berbaju terhadapkan dengan pasukan berbaju anti peluru, sehingga diluar nalar jika pahlawan kita berhasil merengkuh kemerdekaan. Sungguh sang pencipta telah meridloi kemerdekaan bangsa ini.

Sayang, kegigihan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan ini hanyalah sekedar romantisme sejarah saja. Sekarang justru sebaliknya, bangsa ini sedang menghadapi penjajah dari dalam tubuhnya sendiri, para generasi penerus lupa tentang hakikat kemerdekaan, bangsa ini sedang sakit dan menderita. Parahnya kemerdekaan saat ini dimaknai sebagai hasil yang harus dinikmati bukan diperjuangkan, para elit sibuk menghitung keuntungan dibandingkan dengan pengorbanan memajukan bangsa ini, sungguh ada kontradiksi yang begitu mencolok antara pahlawan pada masa itu dengan yang mengaku pahlawan pada masa ini.

Sudah saatnya kita merenung dan meratapi kesalahan dengan melakukan taubat secara nasional, dulu para pahlawan kita berprinsip jika bangsa ini merdeka maka anak dan cucunya kelak akan merasakan hasil dari buah perjuangan ini, namun nampaknya sekarang sudah berbeda, saat ini para pejuang bangsa yang duduk di kursi empuk baik dari kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara tersirat berujar “kemarin adalah sejarah, saat ini adalah kenikmatan, besuk masa bodoh”.

Banyaknya kasus korupsi dikalangan pejabat seperti menteri, anggota DPR, Hakim, dll. Menjadi bukti bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis multidimensional, seolah tidak ada lagi dari bangsa ini yang bisa dibanggakan, ayat ayat konstitusi tidak lagi menjadi ayat sakral yang pantas ditakuti, secara tersirat mereka berdalih “jangankan ayat ayat kontitusi yang dibuat manusia, ayat ayat agama yang dibuat oleh sang pencipta saja berani saya korupsi”. Sehingga tidak salah jika masyarakat memilih untuk bersikap apatis dan pesimis terkait pembangunan bangsa ini.

Spionase bangsa kita sedang rusak atau memang sengaja dirusak, negara negara tetangga yang dulu jauh dibawah kita baik dalam masalah ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dll. Saat ini sudah jauh mendahului kita, namun kita tidak mengetahuinya atau memang sengaja tidak mencari tahu. Bangsa ini sungguh sedang dirundung masalah yang akut, setiap hari kita disuguhkan tayangan baik televisi atau media lainnya berbagai pemberitaan yang tidak menarik untuk dilihat seperti kasus korupsi oleh kalangan elit, perselingkuhan, pemerkosaan, perampokan, terorisme, kawin cerai oleh para artis, kemarahan presiden, pertikaian politik, video porno, prostitusi dll., sungguh bangsa ini rindu pemberitaan tentang keberhasilan pembangunan, murahnya harga sembako, berkurangnya pengangguran, prestasi olahraga dll., Praktis pasca reformasi tidak ada lagi yang dibanggakan kecuali kemenangan atau keberhasilan pemuda garuda U 19 dalam menjuarai piala AFF 2013 kemarin.

Pada awalnya harapan dan keyakinan kita amat tinggi bahwa reformasi akan membawa perubahan dan masa depan indah bagi bangsa ini, namun belum nampak perbedaan yang berarti antara pemerintahan pasca reformasi dan rezim orde baru, malahan saat ini lahir beberapa isu berbau anakronistik, yang menganggap bahwa “jek enak jaman pak harto” atau masih lebih enak jaman orde baru dibanding saat ini. Reformasi yang mengusung isu bahwa demokrasi pancasila merupakan alat politk cendana dan harus dihentikan, saat ini demokrasi justru digiring ke arah demokrasi liberal, memang tidak ada yang salah terkait itu, namun akan menjadi masalah jika bangsa ini belum mampu atau tidak siap menjalankan sistem demokrasi yang berasal dari negeri adikuasa Amerika tersebut. Ketidaksiapan bangsa ini akan semakin nampak jika demokrasi liberal dipaksakan untuk diterapkan. Kesadaran pluralisme yang lemah, primordialisme yang kuat akan menjadi penghambat utama berlangsungnya sistem ini. Sehingga dampak yang paling buruk adalah demokrasi hanya akan menjadi alat politik kelompok mayoritas saja, dan akan semakin jelas bahwa belum ada perubahan yang berarti antara orde baru dan sekarang.

Permasahan bangsa ini sudah kritis, bahkan sudah “koma”, sebagai warga negara larut dalam keluh kesah bukanlah solusi, hal yang paling mendasar adalah integritas. Kelangkaan atau minimnya persediaan kedelai, daging, dan BBM, masih bisa diatasi dengan cara import dari negeri lain, namun yang dihadapi bangsa ini bukanlah itu, kelangkaan yang kita hadapi saat ini adalah kejujuran. Pendidikan sebagai mesin pencetak orang orang jujur sedang mengalami masalah, angka angka dalam hasil Ujian Nasional tidak bisa menjadi simbol bahwa orang itu jujur, dan pemerintah tertipu dengan hal tersebut

Meskipun menteri pendidikan kita meng-klaim bahwa terjadi peningkatan prestasi dalam setiap tahunnya, namun kenakalan remaja seperti kasus video porno antar siswa, skandal pelecehan seksual guru kepada siswa, pemerkosaan, narkoba, tawuran, pembunuhan dikalangan pelajar juga semakin meningkat. Entahlah, apa yang dimaksud keberhasilan pendidikan oleh pemerintah, yang pasti pendidikan di Indonesia belum bisa dijadikan tolak ukur meningkatnya keimanan dan ketakwaan seperti tujuan Pendidikan nasional yang termakub dalam UUD sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003.

Kita harus bangkit, mengukir sejarah baru seperti para pahlawan yang berhasil mengukir kemerdekaan dengan darah dan keringatnya. Harapan kembali muncul kepada kaum pemuda, tidak ada solusi lain melainkan bertaubat secara nasional. Peran lembaga pendidikan tinggi sangatlah penting dan strategis untuk mencetak generasi yang berintegritas. Sejarah telah mencatat bahwa mahasiswa dan pemuda adalah tulang punggung perubahan. Munculkan kembali ketulusan, keikhlasan, dengan menjaga idealisme, dan keterpihakan kepada rakyat. Mari kita jadikan pengalaman buruk hari ini sebagai cambuk yang mengarah kepada perbaikan, sudah saatnya kita kembalikan bangsa ini kepada jalur yang benar, mengembalikan pendidikan yang tidak hanya sekedar simbol matematik, kita kembalikan demokrasi liberal yang elitis menjadi demokrasi keindonesiaan yang menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat, dan kita kembalikan bersama bangsa ini kepada hakikat kemerdekaan yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun