Pendahuluan
Dilansir dari jurnal Murai, Gerakan keagamaan baru merupakan sebuah bentuk pencarian spiritualitas baru atau religiositas baru di era modernisasi, di tengah perubahan sosial dan tantangan zaman yang sedang dihadapi seseorang maupun suatu komunitas. Gerakan keagamaan baru ini bertujuan memberi dukungan dan penguatan spiritual, etis dan moral kepada seseorang atau komunitas agar bertahan hidup menghadapi realitas masa kini yang berdampak terhadap kehidupan secara holistik. Gerakan ini terdiri dari nilai-nilai tradisional, agama, dan rasionalitas dari pemikiran modern akibat dampak perkembangan modernisasi.
Dikatakan 'baru' sebab gerakan keagamaan tersebut sebagai bentuk responsif terhadap kondisi dunia modern yang sarat akan tantangan. Beberapa pihak memahami 'baru' sebagai kemudaan daripada agama yang sudah mapan. Berbeda dengan Gordon Melton yang berpendapat 'baru' merupakan hasil ketegangan interaksi agama mapan dengan budaya yang sudah meluas. Secara sosiologis, hemat Eileen Barker memandang jika gerakan keagamaan baru melibatkan pemimpin yang karismatik yang keanggotaannya berasal dari mereka yang berpindah agama sehingga tak heran jika keberadaanya berpotensi dinilai menyimpang dari norma sosial (religionmediacentre.org.uk). Bentuk keberadaannya yang memicu kontroversial karena melawan arus budaya masyarakat yang kental dengan agama yang sudah lama dipeluk dan diyakini nya (britannica.com). Gerakan tersebut acap kali disebut sesat karena pemisahannya dengan agama yang sudah mapan seperti gerakan Neo-Karismatik atau Jesus People yang didirikan sebagai respon kritik terhadap agama Kristen dan kritiknya terhadap keyakinan maupun budaya saat ini.
Jika dibandingkan, gerakan keagamaan baru ini lebih menginginkan action penyelesaian masalah yang timbul pada saat ini, tidak hanya mengasingkan diri dengan alasan spiritual. Mereka ingin menghendaki perubahan melalui pergerakan. Sementara sebagian kaum agamawan sibuk mengasingkan diri dari segala permasalahan modernitas dengan beralasan ingin dekat dengan Tuhan. Gerakan keagamaan baru karena lebih menonjol menginginkan perubahan bisa saja secara potensial menjadi agama baru jika agama mapan tidak mau merelevansikan keberadaannya dengan tantangan zaman.
Gerakan Keagamaan Baru dan Agama, Apakah Sama?
Kata "Agama" sendiri berasal dari bahasa Sanskrit yakni a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi atau tetap ditempat dan bisa juga diwarisi secara turun temurun. Ada juga yang mengatakan bahwa gam berarti tuntunan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya (Nasution, 2018: 1). Dari penjelasan secara etimologi, Agama menunjukkan sebuah petunjuk bagi umat manusia demi tercapainya kebahagiaan bukan malah memunculkan kesengsaraan, rasa takut maupun rasa cemas. Disebut agama jika memiliki beberapa unsur diantaranya adanya keyakinan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Tak Terbatas, memiliki kitab suci dan penyampai risalah-Nya (para Nabi dan Rasul), simbol yang menjadi identitas agama yang dianutnya, mempunyai ritual peribadatan dan ajaran yang dapat dipatuhi serta diakui oleh masyarakat, adannya pengalaman agama dan umat beragama (Zazuli, 2019: 2).
Sedangkan gerakan keagamaan baru merupakan kelompok keagamaan yang baru terbentuk pada era modern yang berada diluar tradisi keagamaan masyarakat pada umumnya. Sayangnya, gerakan keagamaan baru sering disebut sekte yang dinilai sesat. Padahal, agama pun merupakan sekte yang berhasil menanamkan keyakinannya pada masyarakat. Gerakan keagamaan baru sekalipun bervariasi namun berasal dari agama juga, ada gerakan keagamaan baru yang berfokus pada lingkungan sosial, pengembangan spiritualitas dan utamanya menginginkan perubahan besar pada dunia era modern saat ini (Arifianto, 2024: 254).
Bisa dikatakan, agama dengan gerakan keagamaan baru merupakan dua hal yang berbeda namun saling terkait. Agama berisikan pengajaran tentang cinta pada sesama, ringan memberi pertolongan dan sopan santun serta berbudi luhur. Semua itu mencirikan jika agama memiliki ajaran yang mesti terinternalisasikan kepada pemeluknya guna menghasilkan manusia humanis, sementara gerakan keagamaan baru merupakan bentuk dinamisasi kelompok keagamaan yang ingin merespon tantangan modern melampaui ajaran agama yang sudah banyak dianut oleh masyarakat luas (Bahri, 2015: 81). Gerakan keagamaan baru bagian daripada agama dan agama dapat saja mendorong pemeluknya untuk melakukan upaya responsif terhadap tantangan zaman melalui labelisasi pergerakan dengan agama.
Menghadapi Gerakan Keagamaan Baru
Dalam ushul fikih disebutkan jika agama hadir untuk kemaslahatan umat manusia. Agama mempunyai dimensi yang jika didalami akan melahirkan tindakan nyata diantaranya berupa gerakan keagamaan. Karena gerakan keagamaan hadir belakang sebelum jauh keberadaan agama, maka tergolong baru. Konsekuensinya istilah 'baru' disematkan pada gerakan keagamaan menjadi gerakan keagamaan baru. Sedari awal hadirnya gerakan keagamaan baru untuk merespon tantangan zaman apalagi membawa impact bagi masyarakat, kenapa dipermasalahkan? Justru permasalahan tersebut hanya seputar kulit (luar) gerakan tersebut mulai dari ajarannya maupun ritualnya.
Dalam perspektif pembaharuan dalam Islam, dengan adanya gerakan keagamaan baru mestinya memunculkan dialektika antara agama dengan gerakan keagamaan baru. Sementara dialektika bagian dari faktor kemajuan suatu peradaban. Biarkan dialektika itu mengudara sampai menemukan titik temu antara keduanya. Walaupun memang kenyataannya, masyarakat belum bersikap dewasa sepenuhnya dalam menerima perbedaan. Padahal idealnya, keragaman pandangan membuat kedewasaan dalam bersikap terutama bagaimana menghargai keberbedaan.