Mohon tunggu...
Akhmad Fawzi
Akhmad Fawzi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam

Membaca, Menulis, Merenung, dan Melamun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kesalahpahaman Memahami Metafisika Menurut Murtadha Muthahhari

4 Januari 2025   18:35 Diperbarui: 4 Januari 2025   18:35 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Metafisika acapkali dipahami sebagai disiplin ilmu ketuhanan yang berfokus pada kegaiban. Pemahaman tersebut membuat metafisika dianggap tiada terutama pada tradisi barat yang cenderung positivistik. Benarkah demikian? Salah seorang filosof muslim asal Iran yaitu Murtadha Muthahhari menyoroti permasalahan seputar memahami metafisika. Diantara karyanya Asyna'i ba 'ulum-e Islami yang bagian dari karya tersebut sudah diterjemahkan oleh M. Ilyas dan diterbitkan oleh RausyanFikr Institue yang berjudul Pengantar Filsafat Islam: Filsafat Teoretis dan Filsafat Praktis yang membahas dan meluruskan kesalahpahaman memahami metafisika. 

Definisi Metafisika

Secara etimologi, metafisika berarti ilmu tentang sifat batin dan esensial dari segala sesuatu (etymonline.com). Pada tahun 1560-an, metafisika merupakan bentuk jamak dari bahasa Inggris Pertengahan "metaphisik," "methaphesik" (akhir abad ke-14), yang berarti cabang spekulasi yang membahas tentang penyebab pertama dari segala sesuatu, sementara dalam bahasa Latin Abad Pertengahan metaphysica, bentuk jamak netral dari bahasa Yunani Abad Pertengahan (ta) metaphysika, yang berarti ta meta ta physika "yang setelah Fisika".

Aristoteles dan Persoalan Metafisika

Aristoteles menjadi orang pertama yang memahami berbagai persoalan yang tidak termuat pada ilmu pengetahuan baik ilmu alam, matematika, etika, sosial, humaniora maupun logika. Ia menyadari adanya pusat yang menjadi titik poros bagi seluruh berbagai persoalan menyangkut aksiden. Kesadaran tersebut makin terlihat saat Aristoteles mengetahui penghubung antara metafsika dengan seluruh persoalan suatu ilmu yang membuatnya mengharuskan metafisika menjadi subjek ilmu.

Pada kala itu, ia belum menyebut dengan istilah metafisika. Barulah setelah ia wafat, seluruh karyanya dikumpulkan dan setelah dikumpulkan ternyata metafisika dari segi urutannya berada setelah pembahasan fisika, maka pembaca Aristoteles menamakannya dengan istilah metaphysika, meta berarti setelah dan physika berarti fisik menjadi setelah fisik. Dalam istilah arab metafisika disebut ma ba'da ath thabi'ah. Konsekuensi pengertian tersebut ialah berpotensi memahami metafisika sebagai disiplin ilmu yang membahas segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan fisik, melulu soal ketuhanan dan kegaiban sehingga bisa saja disamakan dengan ilmu gaib.

Beberapa Keberatan

Keberatan penamaan metafisika diberikan oleh Ibnu Sina, dalam Ilahiyah al-Syifa ia katakan "seharusnya ilmu ini disebut profisika (qabla ath-thabi'ah) dan bukan metafisika (ma ba'da ath-thabi'ah). Karena jika dengan alasan bahwa ilmu ini mengandung pembahasan mengenai ketuhanan lalu disebut sebagai metafisika, pada dasarnya Tuhan adalah sebelum alam dan bukan sesudahnya". Keberatan tersebut menimbulkan kesalahpahaman terutama pada kalangan eropa yang mengira pembahasan metafisika seluruhnya diluar fisika. Padahal objek kajian metafisika mencakup keberadaan baik fisik maupun non-fisik.

Kecenderungan yang berkembang di eropa ialah rasional-positivistik yang menuntut adanya penalaran dan eksperimen ataupun uji coba, mereka hanya menganggap sah pengetahuan jika berlandaskan pada kedua hal itu. Oleh sebab itu, metafisika yang dipahami kebanyakan orang eropa tidak dilakukannya eksperimen dan penalaran maka membuat metafisika tidak berlaku. Akhirnya, metafisika dicoret dari kelompok ilmu.

Murtadha Muthahhari menyebut metafisika sebagai nama lain disiplin filsafat. Al-Kindi menyebutnya dengan istilah filsafat pertama. Hemat Murtadha Muthahhari, filsafat merupakan nama yang mencakup ilmu rasional. Tegasnya ia katakan ilmu yang memandang dan mengamati keberadaan sebagai suatu subjek (Muthahhari, 2010: 15). Keberadaan sendiri memiliki status fisik dan non-fisik, semuanya tercakup pada pembahasan metafisik atau filsafat pertama. Jika diartikan filsafat pertama atau metafisika atau filsafat tertinggi yang membahas seputar Ketuhanan, maka segala hal yang merupakan implikasi ketuhanan merupakan bagian pembahasan metafisika mulai dari persoalan kemendasaran wujud maupun pelbagai aksiden eksistensi dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun