[caption id="" align="aligncenter" width="346" caption="Komplek Percandian Dieng"][/caption] “Untuk apa mempelajari Arkeologi, Pak?” Tanya salah seorang peserta pada satu acara workshop tentang cagar budaya.
Pertanyaan itu memang sering menghinggapi kita orang awam yang tidak menggeluti ilmu arkeologi. Sehingga sering kita bertanya-tanya, buat apa sih susah payah menggali, melakukan ekskavasi, bahkan sampai harus naik sampai menginap berhari-hari di gunung, dan “kegialaan-kegilaan” lain.
Berbagai jawaban muncul atas pertanyaan itu, dari mulai melestarikan sejarah, kebudayaan, dan atau mungkin hobi akan hal-hal yang berbau kuno atau klasik, dan lain sebagainya. Namun ada satu jawaban yang pernah saya dengar yang sangat menginspirasi.
Mari kita coba sejenak melihat atau membayangkan kemegahan Candi Borobudur. Mari lihat lagi Situs Gunung Padang, Gunung Lawu, atau mungkin coba perhatikan komplek percandian Dieng.
Satu contoh tentang komplek percandian Dieng yang berlokasi di kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Komplek percandian yang konon dibuat pada abad ke- 8 masehi ini didirikan pada ketinggian 2093 meter diatas permukaan laut, dengan suhu yang kadang mencapai dibawah 10 derajat celcius.
Ditempat seekstrem itu, nenek moyang bangsa ini mendirikan suatu tempat yang digunakan sebagai tempat beribadah. Betapa spirit religiusitas itu telah menuntun mereka untuk membangun percandian tempat mereka beribadah ditempat setinggi itu.
Dijaman yang masih sangat tradisional tidak seperti sekarang ini, mungkin kita sering berpikir bagaimana mereka membangun itu, bagaimana mereka merancang bangunan sekokoh itu yang sampai berabad-abad masih bisa utuh, bagaimana mereka menuju lokasi itu, berapa lama membuatnya, dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang seolah tidak masuk akal untuk dijawab.
Tapi itulah kekuatan spirit akan berkeTuhanan. Spirit keTuhanan telah menghilangkan sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan. Spirit seperti itulah yang bisa dipelajari dari mempelajari arkeologi. Spirit yang seolah hilang dari bangsa ini. Bangsa ini sekarang justru seperti bangsa yang dimanjakan oleh alam. Semboyan tongkat kayu pun bisa jadi tanaman justru meninabobokan spirit yang dulu dimiliki oleh nenek moyang bangsa ini.
Itu baru satu contoh percandian Dieng, belum lagi situs-situs di puncak gunung seperti gunung Padang, gunung Lawu, dan lain-lain. Semakin mustahil diterima akal bagaimana orang dulu membangun bangunan yang sangat megah di gunung. Namun sesuatu yang menurut manusia mustahil itu terbantahkan oleh spirit religiusitas manusia pada masa itu.
Jadi, sebagai bangsa Indonesia yang berabad-abad lalu nenek moyangnya sudah punya spirit yang luar biasa, mari kita munculkan lagi spirit itu. Spirit berkeTuhanan yang bisa menjadikan sesuatu yang kelihatannya mustahil menjadi bisa. Spirit yang bisa bermanfaat untuk membangun bangsa ini lebih hebat lagi. Ketika spirit itu muncul, dengan bekal alam yang dimiliki, tak sulit rasanya untuk Indonesia bisa menjadi pusat peradaban seperti dulu lagi. (Amin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H