"Rekayasa dan kebohongan yang kerap dipertontonkan, menjadikan tingkat kepercayaan masyarakat semakin tergerus, karena kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Joshua masuk dalam kategori bukan kasus biasa"
Apanya yang tidak biasa dalam kasus misterius pembunuhan yang sudah terencana tersebut ? Karena yang bertindak dsn melakukan pembunuhan itu adalah polisinya polisi yang sudah malang melintang menengani berbagai macam kasus.
Dan kematian Brigadir Joshua yang tidak wajar tersebut, hampir saja lengah, dan skenario kebohongan awal hampir berjalan dengan mulus.
Tetapi skenario yang terbangun pada akhirnya terbongkar yang menyeret puluhan anggota polisi masuk dalam gubangan dan rekayasa Ferdi Sambo, sehingga menjadi ramai diperbincangkan banyak pihak yang kenak prank rekayasa Ferdi Sambo.
Semula kematian Brigadir Joshua karena terindikasi melakukan penodongan dan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawati, yang mengakibatkan terjadi baku tembak antara Brigadir Joshua dan Barada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Â tetapi dalam perkembangannya semua terbantahkan setelah rekonstruksi dilakukan di tiga tempat.
Kasus kematian Brigadir Joshua ini memang cukup fenomenal karena memang bukan kasus biasa yang menyeret puluhan anggota Polisi terlibat didalamnya, tidak hanya Ferdi Sambo saja yang terkena Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) beberapa polisi yang terbukti masuk dalam "Obtruction of Justice" pun juga habis karirnya.
Informasi terbaru pada tersangka dan saksi akan menggunakan alat Lie Detector, yakni alat pendeteksi kebohongan untuk mengungkap motif yang sebenarnya dibalik pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Joshua.
Dikutip dari laman kompas.com, menurut pakar Hukum Abdul Fickar menyebutkan bahwa lie Detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan.
"Menurut saya, itu enggak berpengaruh, karena tersangka oleh hukum saja dikasih hak ingkar. Enggak usah dikasih lie detector, dia mau ngomong apa aja enggak apa-apa," kata Abdul Fickar
Sehingga para penegak hukum, disarankan untuk memperkuat alat bukti yang tidak bisa disanggah oleh para tersangka dalam kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Joshua.
Pengungkapan Kasus Brigadir Joshua Dinilai Cukup Lambat
Sudah 60 hari lamanya, penyidikan, pemeriksaan dan pendalaman terhadap bukti-bukti pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Joshua masih terus dilakukan oleh Timsus polri.
Dugaan pelecehan seksual yang menjadi rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan pun menjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Banyak yang menilai menghidupkan kasus yang sudah ditutup itu, mengindikasikan bahwa masih terjadi perlawanan hukum oleh para pihak, baik itu pihak tersangka, maupun pihak yang menjadi Becking dari para tersangka, sehingga penanganan kasus ini menjadi bulet dan terkesan cukup lambat.
Bisa saja semuanya adalah "orang-orang yang sengaja dikorbankan", baik itu Almarhum Joshua maupun para tersangka untuk menutupi kasus yang lebih besar, yang ada hubungannya dengan para Mafia di tubuh Polri.
Artinya Kasus kematian Brigadir Joshua ini bukan karena faktor pelecehan, perselingkuhan, ataupun kasus LGBT, bisa saja ada skenario besar yang membuat mereka hancur semua, baik para tersangka maupun korban.
Ingat di atas Jenderal masih banyak JenderalÂ
Mungkinkah kasus yang meletup melalui kematian Brigadir Joshua adalah perang antar Jenderal ? Jika ditarik lebih luas lagi bisa sangat mungkin, namun saat ini lebih fokus dahulu pada kematian Brigadir Joshua, yang sampai detik ini "motif menjadi tidak penting".
Karena yang terpenting adalah alat bukti yang secara faktual bisa disajikan secara ilmiah, dan para penegak hukum, kita yakini pasti mampu menangani kasus tersebut secara transparan dan akuntabel.
Dengan alat pendeteksi kebohongan atau Lie Detector, akankah fakta yang sebenarnya akan terungkap ? Penulis kita alat pendeteksi kebohongan yang menurut Pakar Hukum Abdul Fickar itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti persidangan, bisa sangat mungkin hal tersebut menjadi sia-sia dilakukan oleh aparat penegak hukum, karena tersangka sudah dikasih ruang untuk mengingkari perbuatannya.
Perlawanan dari para tersangka ini masih terus diupayakan untuk melawan hukum, atau untuk meringankan hukuman bagi para tersangka dalam kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Joshua.
Ferdi Sambo Cs, bisa saja terbebas dari Jerat Hukum, jika alat bukti dan kesaksian cukup lemah, sehingga aparat penegak hukum harus memperkuat alat bukti dan pendalaman kasus tersebut, sehingga berkas-berkas yang hendak dibawa pengadilan, akan menjadi terang benderang seperti yang diharapkan masyarakat pada umumnya.
Ferdi Sambo Cs apakah akan dihukum mati ?
Selain Barada Richard Eliezer, empat tersangka lainnya di Jerat pasal 340 Subsider 338 Junto dan pasal 55-56 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, paling lama seumur hidu, dan sekurang-kurangnya hukuman 20 tahun penjara.
Beberapa survey sudah bermunculan di berbagai platform media sosial, yang lebih dari 50 % Ferdi Sambo pantas di hukum mati.
Tetapi kasus ini terus bergulir dan cenderung mengalami perubahan dan perkembangan, dan masyarakat pun mulai pesimis akan hukuman yang hendak menjerat para tersangka, salah satu bukti dari pesimisme masyarakat tersebut, Putri Candrawati yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, justru tidak ditahan sampai detik ini.
Tentu alasan kemanusiaan ataupun karena punya balita, pada hakekatnya sama didepan hukum, karena sudah cukup banyak perbandingan para ibu-ibu yang juga harus mendekam dengan bayinya di dalam penjara.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan pesimisme dan tergerusnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Sampai saat ini semuanya masih menduga-duga, seperti apa keputusan hakim terhadap para tersangka yang sudah menghabisi Brigadir Joshua, kita liat dan tunggu kelanjutan kasus yang mengerikan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H