Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembunuh Masa Depan Anak, Cukupkah Hanya Dipenjara Seumur Hidup Saja?

12 Desember 2021   19:46 Diperbarui: 12 Desember 2021   19:48 1674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Luka yang di dera santriwati Sampai 21 anak, dan 9 anak melahirkan dengan rata-rata anak yang masih berumur 13 - 17 tahun itu, tidak hanya sebatas kekerasan seksual yang bersifat fisik saja, namun tekanan psikis pada korban akan tetap menjadi luka dan bayang-bayang trauma bagi anak seumur hidupnya.

Modus kejahatan dengan atas nama agama, santriwati sebagai salah satu alat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, dan bayi-bayi yang lahir di anggap sebagai anak yatim, memang merupakan modus yang efektif untuk mencari simpati untuk mendapatkan bantuan dari para dermawan.

Namun fakta yang terjadi sungguh sangatlah mengejutkan, kejahatan terhadap anak dibawah umur, merupakan kejahatan masa depan anak yang tidak bisa di tolerir, sebab hal itu bukanlah khilaf atau perbuatan yang tidak di sengaja.

Jelas bahwa perbuatan Herry Wirawan, merupakan kejahatan yang terorganisir dan dilakukan secara sengaja dan sangatkah disadari, tentu para pihak harus segera turun tangan dan terus melakukan gerakan untuk menyelamatkan masa depan anak.

Sebab hari ini yang bombastis adalah kasus kejahatan perampasan masa depan anak yang dilakukan oleh Herry yang terungkap ke media sosial secara luas, namun sangat mungkin perbuatan yang dilakukan oleh seorang Harry tersebut, juga dilakukan oleh Herry-herry yang lain dengan konsep dan modus yang sama.

Masa depan anak adalah aset bangsa, Jangan biarkan predator merampas kebahagiaan mereka 

Anak yang semestinya belajar dengan hikmat di asrama maupun di pondok pesantren, harus menelan pil pahit yang membuat jiwa mereka trauma seumur hidupnya karena diperlakukan tidak manusiawi.

Masa depan yang panjang harus tercoreng dan ternoda oleh perbuatan oknum, sehingga berimbas pondok-pondok pesantren yang terkesan juga ternodai oleh perbuatan satu orang saja.

Fenomena ini tentu harus disikapi oleh para pihak terutama oleh pemerintah, supaya kejadian yang serupa tidak terulang kembali.

Jika memang hukuman mati menjadi sebuah kepantasan terhadap predator seksual anak di bawah umur, mengapa tidak dilakukan, sebab perbuatan yang tidak manusiawi tersebut menjadi ancaman bagi anak-anak yang masa depannya masih cukup panjang.

Cukuplah kasus Herry Wirawan saja yang telah mencoreng agama, pondok pesantren, dan perampasan secara paksa terhadap anak di bawah umur, sehingga kedepannya hal yang serupa tidak terjadi lagi, karena anak adalah masa depan dan aset bangsa yang harus di jaga, dibimbing, diarahkan, dan diayomi, bukan lantas di ekploitasi dan diperlakukan layaknya hewan yang tak berakal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun