Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan dan Kemiskinan Ibarat Sebilah Pisau Bermata Dua

29 November 2021   17:32 Diperbarui: 29 November 2021   18:00 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didaerah pinggiran, masih cukup banyak yang putus sekolah akibat keterbatasan ekonomi, | ilustrasi : RMOL.id

"Dorongan dan dukungan pemerintah terhadap proses dan berkembangnya pendidikan kita masih belum dikatakan merata, sebab masih cukup banyak di daerah pinggiran anak-anak yang harus putus sekolah, sebab adanya keterbatasan ekonomi, sehingga sang anak tamat sekolah Dasar, sudah berpikir untuk bekerja dalam rangka menopang ekonomi keluarga"

Program keluarga harapa dan program lainnya dalam rangka mengentaskan kemiskinan masih belum bisa dikatakan berjalan sesuai konsep dan keinginan.

Karena memang faktanya dilapangan proses penyaluran program pengentasan kemiskinan masih terjadi tumpang tindih, bahkan tidak sedikit masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan, justru tidak mendapatkannya.

Program-program pemerintah memang turun dengan sangat luar biasa, walaupun tidak bisa dipungkiri program pemenuhan akan sandang dan pangan, hanya mengurangi beban masyarakat di tengah kesulitan pasca pandemi yang terjadi selama dua dekade ini.

Pendemi yang sudah berubah menjadi Endemi ini, mengharuskan masyarakat membiasakan diri hidup berdampingan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Memang harus kita sadari bersama, bahwa pengentasan kemiskinan ini tidaklah mudah, apalagi di tengah kehidupan masyarakat kelas bawah yang tidak sedikit pola berpikirnya lebih memprioritaskan untuk bekerja, ketimbang meningkatkan SDM putra-putrinya.

Disinilah hakekatnya sesuatu yang membuat dilematis yang sedang dihadapi oleh masyarakat kita, bahwasanya putus sekolah sangatlah dekat dengan kemiskinan, walaupun hal tersebut tidak bisa menjadi patokan, karena soal perekonomian sudah cukup banyak orang yang sukses meski hanya berijazah SD, tentu hal tersebut tidak bisa kita nafikan.

Bisakah memutus mata rantai kemiskinan ? 

Jika jawabannya bisa dan sangat mungkin, lantas seperti apa langkah dan konsepnya yang bisa diterapkan untuk membangkitkan gairah perekonomian kita menuju kesejahteraan bersama, tentu hal itu merupakan tujuan dasar dari suatu negara.

Banyaknya program yang di gelontorkan oleh pemerintah, dengan nama-nama program yang berbeda untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, "masih belum mampu, menyadarkan akan pentingnya sebuah pendidikan, karena faktanya masih cukup banyak anak-anak pinggiran yang putus sekolah".

Bahasa yang sederhana yang kerap menguap ke permukaan "emangnaya mau makan gedung sekolah, jika harus menamatkan sekolah sampai tingkat SMA", statement yang demikian masih kerap muncul kepermukaan yang di lontarkan oleh masyarakat kita.

Artinya bahwa disamping setiap hari berdampingan dengan kemiskinan dan kekurangan, tingkat kesadaran yang rendah merupakan pemicu bagi orang tua, sehingga menyebabkan anak-anak putus sekolah, dan lebih memilihi untuk bekerja dalam rangka menopang perekonomian keluarga.

Dissamping anak-anak yang hanya tamat SD, anak yang tamat SMP pun cukup banyak dengan pilihan memiliki kerja menjadi buruh dan kuli bangunan.

Apakah mereka salah ? Dalam konstek ini tidak lantas mau menyalahkan atau mendegradasi keadaan mereka, sebab memang itu adalah fakta, bahwasanya soal pemenuhan kebutuhan perut merupakan hal yang utama dan mendasar.

Apakah pendidikan tidak penting ?, Pendidikan pun sangatlah penting, karena dengan pendidikan, setidaknya mampu menciptakan pola dan perubahan cara pandang dan cara berpikir kita untuk menatap masa depan.

Soal memutus mata rantai kemiskinan, terutama di daerah tertinggal dan pinggiran ini, masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) oleh pemerintah, sehingga kementerian desa khususnya terus melakukan pendampingan dan pemantauan secara seksama melalui para pendamping desa maupun kecamatan.

Maka sangat perlu program terobosan pemerintah yang bersifat continuitas menjadi landasan dasar untuk membangkitkan gairah perekonomian pedesaan, sehingga harapannya masyarakat bisa berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan yang kerap di dengungkan oleh pemerintah.

Tentu saja jangan menjadikan program dadakan, layaknya pedagang tahu bulat, di goreng dadakan, lima ratusan, di telan sekali langsung habis, karena program yang demikian hanyalah program seperti drama Korea saja, syukur-syukur bisa sampai 20 episode.

Pendidikan sebagai sebuah tonggak perubahan 

Hakekatnya pendidikan pun membutuhkan sarana dan prasarana penunjang untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari pendidikan itu sendiri.

Sehingga anggaran untuk pendidikan yang di gelontorkan oleh pemerintah sangatlah besar, mulai dari adanya beasiswa, BOS, KIP, dan program lainnya, hanya semata-mata untuk meningkatkan SDM masyarakat Indonesia.

Pendidikan itu sendiri merupakan tanggung jawab bersama, baik oleh pengelola pendidikan (pendidik), guru, kepala sekolah, wali siswa, maupun oleh pemerintah itu sendiri.

Karena melalui pendidikan dan didikan para guru yang dengan sabar berupaya secara sadar dan berkelanjutan untuk terus menggali potensi setiap anak didiknya, meskipun didalamnya masih banyak menuai problem yang terkadang cukup rumit.

Dengan demikian perlu adanya keseimbangan antara pemenuhan ekonomi dalam rangka menunjang pendidikan anak yang berkelanjutan untuk menjadi generasi harapan bangsa di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun