Api pun kerap berkobar, cerobong asap menjadi polusi dan menghambat pernapasan, bocah-bocah ayu nan tampan pun harus merasakan rasa sesak yang mendalam, hingga bunyi sirene kerap menjadi tanda tanya, siapa yang sakit..?
Ini pun salah siapa? Lagi-lagi tak ada kambing hitam sebagai pelampiasan pembodohan, tidak ada yang harus di hakimi dan dipersalahkan, sebagai manusia semua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara lingkungan untuk kenyamanan dan keamanan bersama.
Gunung-gunung tak lagi menghijauÂ
Negeri kita sangat rawan longsor dan banjir, cagar alam yang terkikis oleh hawa nafsu keserakahan, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan.
Gunung sudah berubah warna menjadi hitam dan kuning,,sesuai dengan kondisi yang ada, tatkala hujan dan gerimis menghampiri, gunung pun berubah menjadi hitam, bak batu yang terhampar, namun dikala panas mentari menyengat dan membuat tanah menjadi kering, warnanya pun berubah menguning, bak padi yang sudah hampir dipanen.
Gunung dan hutan pun seperti telah dicukur habis, dan dibakar dengan begitu ganasnya menyebabkan polusi menyeruak ke pemukiman, hingga sesak nafas pun menjadi arena senam jantung yang melemah.
Bagaimana kita bisa menghirup udara yang sejuk nan bersih, ketika asupan oksigennya sudah tumbang bergelimpangan? Bahkan H20 nya sudah mulai tercemar di semua ruangan tak berbatas.
Mari mulai disadari dan bertindak untuk kembali menghijaukan lingkungan kita, dengan bersedekah pohon untuk kembali menanam sebagai ekosistem yang menyeimbangkan dan berharap banjir, longsor, kebakaran, dan musibah lainnya tidak menghampiri kita.
Sehingga alam ini pun tidak mengamuk dengan banjir bandangnya, tidak mengamuk dengan puting beliungnya, dan tidak mengamuk dengan kobaran api dan asap yang mengepul membentuk gumpalan seperti gunung dan membuat kabut asap menyelimuti kita, hingga nafas pun tersedak, sesak dan jantung pun melemah dengan sendirinya.
Akankah kita saling menyalahkan, ketika terjadi suatu bencana ?