Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis: Mengkaji Sistem Pembelajaran dan Pendidikan di Indonesia

21 Mei 2016   14:19 Diperbarui: 21 Mei 2016   22:06 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangat disesalkan banyaknya tragedy yang menimpa generasi muda Indonesia, sebagai generasi yang mestinya harus di perjuangkan untuk menjadi pewaris dari generasi yang lebih tua, tetapi apa mau dikata, berbagai persoalan yang menimpa generasi muda, mulai dari pecandu minuman keras, pil koplo, Narkoba, dan sejenisnya, jelas akan memutus mata rantai generasi sebagai harapan bangsa dan jelasnya menjadi orang yang berguna dan bermanfaat.

Perubahan dan pergeseran zaman ini memang akan memberi dampak pada perubahan kondisi masyarakat Indonesia, mulai dari pola berpikir dan tingkah lakunya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi zaman yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Jika ada persamaan persepsi bahwa Keluarga adalah pendidikan pertama bagi anak-anak kita, maka pembentukan karakter anak sudah seharusnya terbentuk di dalam keluarga, bagaimana dengan sekolah sebagai wahana pembelajaran? Sekolah adalah tempat di mana anak akan melanjutkan proses belajarnya untuk mengembangkan potensi yang harus di gali, dibina dan di arahkan, sehingga adanya guru Bimbingan Konseling (BK) adalah guru yang semestinya merumuskan konsep pemebelajaran sesuai dengan minat dan bakat anak untuk kemudian dikembangkan, tentu saja setiap guru harus memahami psikologi dasar untuk memahami cara berpikir, keinginan anak.

Anak adalah seorang manusia yang wajib untuk dihargai, mereka adalah anak-anak pintar, mereka adalah anak-anak hebat, mereka adalah anak-anak yang wajib mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa harus melihat latar belakang kehidupannya seperti apa, sehingga justifikasi sepihak tidak kembali terjadi, yang hanya akan membuat tekanan psikologis terhadap seorang anak dan membuat pola serta perilaku negative yang tidak terkontrol baik oleh orang tua, maupun seorang guru. Seringkali sebagai seorang guru kita menjumpai kenakalan seorang anak yang nakalnya luar biasa, tetapi perlu dipahami apa yang dilakukan anak dengan kenakalannya, merupakan bentuk ekspresi dari pemikiran yang perlu untuk dipahami, sehingga orang tua, guru, atau pun orang-orang yang ada dilingkungan sekitar tidak gagal paham terhadap tingkah dan perilaku dari seorang anak.

Selama kenakalan dari seorang anak mampu kita control dan diarahkan pada hal-hal positif, maka hal itu akan menjadi proses perkembangan, dan pertumbuhan anak di lingkungannya. Adanya pendidikan merupakan sarana bagi anak untuk memanusiakan manusia, seperti apa konsepsi memanusiakan manusia ini? Tokoh Pendidikan yang telah melampaui zamannya, Ki Hajar Dewantara dengan konsep “Ing Ngarso Sung Tolodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”, di Depan memberi Teladan, Di tengah member Bimbingan, dan di belakang member dorongan. (Ki Hajar Dewantoro).

Pemerintah pelaksana kebijakan dalam peraturan pendidikan, guru sebagai pelaksana dari proses berjalannya suatu pendidikan, dan orang tua sebagai wali murid yang semestinya mendorong terhadap pola dan sistem pendidikan di Indonesia, harus benar-benar memberi tauladan kepada generasi yang lebih muda, karena generasi muda disamping masih sangat minim pengalaman, dan terkadang dangkalnya pemikiran, acapkali membuat kesalahan fatal, sehingga bimbingan bagi generasi muda yang masih labil sangat di tekankan dalam kehidupan ini, sehingga harapannya suatu saat nanti menjadi  masyarakat baldatun toyyibatun warabbun ghofur suatu masyarakat yang beradab, masyarakat yang berakhlaqul karimah, itulah sesungguhnya esensi dari sistem pendidikan kita, yakni mencetak generasi dengan akhlaqul karimah, iman dan taqwa, serta generasi yang tidak ketinggalan zaman, artinya mencetak generasi yang juga memahami perkembangan tekhnologi.

Dalam implementasinya pendidik juga harus menjadi teladan, mengedepankan cinta kasih dalam proses belajar mengajar, mampu memunculkan rasa empati, mampu memotivasi, menciptakan suasana belajar yang dialogis. Sumber : Tesis M. Mukhlis Fakhrudin, “Konsep Pendidikan Humanis Dalam Perspetif Al-Qur’an

Bagaimana Sistem Pembelajaran di Indonesia?

Pendidikan di Indonesia masih terus melakukan pembanahan de berbagai sector yang menjadi kebutuhan dalam dunia pendidikan, mulai dari prangkat kerasnya, sampai pada perangkat lunaknya, mulai dari infrastruktur, sampai pada pengelola dan kebijakannya. Semua ini merupakan tanggung jawab bersama mulai dari pemerintah yang membuat kebijakan dan arah sistem pendidikan yang baik, Pengelola atau pelaksana pendidikan, dalam hal ini adalah top leader, yakni kepala sekolah yang memiliki peran penting, serta melibatkan wali murid dan masyarakat di lingkungan sekitar untuk ikut serta mengontrol proses berjalannya pendidikan.

Perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada K-13, hakekatnya adalah proses pengembangan dan keberlanjutan dari sistem tersebut untuk membenahi pendidikan kita di Indonesia, sehingga anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak dan pendidikan yang berkarakter Indonesia, Seperti apa berkarakter Indonesia? Yakni menghargai kebhinekaan yang merupakan nilai Asli miliki Nusantara ini, berbeda-beda tapi tetap satu.

Ada beberapa hal sistem yang akan terus dikembangkan dan perlu apresiasi terhadap mendikbud Anis Baswedan, dalam perbincangannya di Coffe Break Tv One, tahun 2014 lalu.

Pertama : Sekolah harus menjadi tempat yang menyenangkan

Membuat atau menciptakan sekolah menyenangkan ini memang di rasa tidak semudah membalikkan telapak tangan, disini para pelaksana pendidikan seperti kepala sekolah dan para guru harus memiliki visi cerdas untuk menciptakan suasana kondusif di lingkungannya.

Lingkungan kondusif akan membuat guru nyaman dan senang, siswa pun gembira dan riang, sehingga sekolah, tidak seperti tempat terpidana yang menyeramkan.

Disinilah peran guru sebagai pelaksana dari suatu kebijakan mampu untuk mengimplementasikan Sekolah sebagai tempat yang enak dan menyenangkan. Maka cinta kasih atau welas asih harus terus di kembangkan, persepsi yang harus di bangundan ditanamkan dalam benak seorang guru adalah para peserta anak didik, layaknya anak kita sendiri yang harus di rawat, di asuh, di asih, dan di asah potensinya, sehingga out put yang di hasilkan, peserta didik kita akan menjadi manusia mulia baik secara vertical maupun horizontal.

Kedua : Sekolah harus menjadi tempat tumbuh-kembangnya bibit patriotisme yang kuat, cinta tanah air yang kuat, anak-anak yang bangga atas Negerinya.

Seperti apa menumbuhkan rasa cinta tanah air yang kuat, anak-anak yang memiliki patriotism yang tinggi, serta menjadi anak Indonesia yang bangga kepada bangsanya sendiri?

Indonesia memiliki histori yang kelam, akibat penjajahan Belanda dan Jepang, dan tentu implikasinya terhadap situasi dan kondisi bangsa ini, mengalami pasang surut, serta banyaknya problem yagn harus di hadapi. Dalam konstek Pendidikan, para pendidik harus sudah menanamkan nilai patriotisme, cinta tanah air, dan menciptakan rasa kebanggaan bagi bangsa sendiri dengan potensi dan kreatifitas yang harus di kembangkan oleh peserta didik.

Hal yang paling penting untuk di kaji oleh kemendikbud adalah:

Kemendikbud pembuat kebijakan sudah harus Merekomendasikan pada setiap masing-masing sekolah untuk menyanyikan lagu-lagu kebangsaan sebelum masuk sekolah, setiap pagi sebelum memulai pembelajaran, dan hari terakhir atau hari Sabtu, masing-masing sekolah harus menyanyikan lagu daerah sesuai dengan daerahnya masing-masing.

Sebagai Contoh di Bawah Ini, Penulis sangat bangga terhadap anak-anak yang ada di Kabupaten Blitar ini.

Ketiga Menghargai Kebhinekaan

Perlu kita sadari bersama, bahwa Indonesia merupakan kesatuan dalam perbedaan. Berbeda-beda suku, bahasa, ras, keyakinan dan kebudayaan, bukan lantas menjadi suatu garis pemisah, namun perbedaan tersebut merupakan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Perbedaan adalah rahmat bagi semesta ala mini, begitu pula dengan inisiasi kemdikbud Anis Baswedan, merupakan gagasan solutif untuk menanamkan nilai-nilai perbedaan untuk di hargai, sehingga akan menumbuhkan rasa toleransi dan inklusivisme terhadap peserta didik.

Menanamkan nilai kebhinekaan ini, sudah harus di mulai dari tingkat dasar atau sekolah dasar, sehingga akan melekat pada diri anak rasa Nasionalisme yang saling menghargai satu sama lain, dan berpegang terhadap prinsip-prinsip kebhinekaan.

Dengan demikian itu semua tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini pembuat kebijakan, guru atau kepala sekolah sebagai pelaksana dari kebijakan pemerintah, dan masyarakat serta lingkungan disekitar sekolah sebagai controlling dan evaluator untuk menjadikan pendidikan dan sekolah kita semakin berkualitas, dan out put yang di hasilkan akan menjadikan manusia yang memanusiakan manusia, itulah hakekatnya pendidikan sebagai gerakan semesta, dengan menanamkan rasa humanisme dan kebangsaan terhadap peserta didik.

Pendidikan Sebagai Gerakan Semesta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun