Mohon tunggu...
Akhmad Bumi
Akhmad Bumi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi dalam Perspektif HAM

24 September 2018   19:57 Diperbarui: 24 September 2018   20:01 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Akhmad Bumi)*

Sejak Orde Lama, korupsi sudah terjadi. Tahun 1951-1956 korupsi diwacanakan media lokal seperti Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Tahun 1961 Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar dijebloskan penjara selain medianya dibredel.

Kolonel Soeharto dan panglima Diponegoro dituduh korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti Letkol Pranoto, kepala Stafnya. Sedang Kolonel Soeharto dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad Bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi Ketua Senat Seskoad.

Media Pimpinan Muchtar Lubis dan Rosihan Anwar dibredel, berawal dari pemberitaan kasus korupsi Ruslan Abdulgani (Menteri Luar Negeri) tahun 1956. Intervensi politik Perdana Menteri Ali Sostroamidjodjo, akhirnya Ruslan Abdulgani gagal ditangkap polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara Pemilu. Dalam kasus itu, mantan Menteri Penerangan Kabinet Burhanuddin Harahap dan direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.

Jendral Nasution memimpin tim pemberantasan Korupsi pada era itu, tapi gagal. Korupsi sejak Era Orde Lama hingga kini, seolah menjadi budaya nasional.

KPK, institusi anti korupsi yang diharap bisa menangkap dan mengungkap "big fish" untuk memperlihatkan kesungguhan pemberantasan korupsi juga belum maksimal. Skandal E-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dengan melibatkan nama-nama penting nasional, belum seleaai dituntaskan oleh KPK.

Melanggar HAM

Korupsi di Indonesia menurut survei PERC berada pada peringkat pertama sebagai negara terkorup di 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi.

Selama KPK bekerja, menurut Doni Muhardianysah, Direktur Litbang KPK sudah 155,3 triliun yang diselamatkan dan disetor ke kas negara. Dapat dibayangkan berapa uang rakyat yang dikorup tapi tidak diselamatkan oleh penegak hukum kita?. Begitu besarnya korupsi, maka yang menjadi korban adalah publik.

Karena korbannya masyarakat luas, maka HAM bisa menjadi salah satu pintu masuk atau menjadi pisau analisis terhadap korupsi.

Ini yang membedakan antara korupsi dan maling. Kalau maling, bila  yang di curi dikantor, yang hilang mungkin hanya sejumlah uang, atau seperangkat peralatan kantor. Tetapi bila korupsi terjadi dikantor-kantor publik, negara bisa ambruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun