Sebagai perantau dari Kebumen yang sekarang tinggal di Jogja, saya cukup sering mendengar kalimat ini: "Wah, enak ya di Jogja, ada Malioboro." Klise banget, tapi mau gimana lagi, Malioboro memang sudah jadi ikon yang lekat di hati semua orang, baik wisatawan maupun pedagang kaki lima. Tapi, ada kabar baik nih buat warga Kebumen yang ingin merasakan suasana ala Malioboro tanpa harus capek-capek pergi ke Jogja. Kenalin, namanya Moro Soetta, Malioboro-nya Kebumen! Moro Soetta adalah kawasan wisata baru yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta, tepat di depan Pasar Tumenggungan. Nama "Moro Soetta" sendiri terdengar unik, seolah punya vibe yang sedikit internasional. Tapi, jangan salah sangka. Bukan berarti ini bandara (Soekarno-Hatta Airport) pindah ke Kebumen, ya! Kawasan ini adalah destinasi wisata yang menggabungkan konsep kuliner, fashion, dan hiburan malam dalam satu tempat. Singkatnya, ini adalah versi mini Malioboro, tapi dengan citarasa lokal yang khas.
Apa yang Bikin Moro Soetta Menarik?
Begini. Kalau Malioboro di Jogja identik dengan pedestrian luas, toko-toko suvenir, dan para seniman jalanan, Moro Soetta punya keunikannya sendiri. Di sini, ada 29 food court yang berjajar rapi di sepanjang jalan, menjajakan berbagai kuliner lokal seperti sate ambal, pecel khas Kebumen, hingga minuman ringan kekinian. Suasana makin semarak saat malam tiba, apalagi kalau kebetulan ada live music dari musisi lokal. Trotoarnya luas, dihiasi lampu jalan bergaya klasik, dan ada banyak tempat duduk untuk nongkrong santai. Plus, ada wifi gratis! Ya, buat yang doyan ngonten atau sekadar update story, ini jelas nilai tambah. Tapi ya, harap dimaklumi, wifi gratis ini kadang lemot, terutama kalau pengunjung sedang ramai.
Kapan waktu terbaik ke Moro Soetta? Sejujurnya, Moro Soetta ini jauh lebih hidup di malam hari. Mulai buka pukul 18.00 WIB hingga tengah malam, kawasan ini menjadi tempat nongkrong favorit anak muda dan keluarga. Tapi kalau siang hari? Yah, jangan berharap banyak. Moro Soetta ini panas, sepi, dan kurang hidup kalau bukan di jam malam. Kalau datang siang-siang, suasananya beda banget. Sepi, panas, dan food court-nya tutup. Jadi, kalau mau benar-benar menikmati vibe-nya, pastikan datang setelah maghrib.
Ekspektasi vs. Realita
Meski punya potensi, Moro Soetta tetap punya banyak PR. Sebenarnya, kalau dibandingkan dengan Malioboro, ekspektasi kita terhadap Moro Soetta mungkin harus diturunkan sedikit. Misalnya, trotoarnya yang seharusnya untuk pejalan kaki malah dipakai buat meja makan. Jadinya, pengunjung yang mau lewat jadi sungkan. Di Malioboro, pejalan kaki bisa leluasa menikmati trotoar tanpa gangguan. Nah, di Moro Soetta, trotoarnya malah sering dipakai untuk meja-meja makan. Jadi, kalau mau lewat, rasanya agak sungkan, kayak ngeganggu tamu undangan kondangan.
Lalu, soal parkir. Masalah parkir juga jadi catatan, tempat parkirnya berada di pinggir jalan, sehingga sedikit mengganggu arus lalu lintas. Padahal, ada lahan parkir yang bisa dimanfaatkan di dalam Pasar Tumenggungan. Di Malioboro, parkir sudah tertata rapi, bahkan ada tempat khusus. Sementara di Moro Soetta, kendaraan masih diparkir di pinggir jalan, bikin pemandangan sedikit kurang rapi. Padahal, di dekat situ ada Pasar Tumenggungan yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk lahan parkir.
Pesan Moral dari Moro Soetta
Tapi ya, meskipun masih banyak PR, keberadaan Moro Soetta ini tetap patut diapresiasi. Kebumen yang selama ini sering dianggap "kabupaten termiskin di Jawa Tengah" (ouch!) akhirnya punya destinasi yang bisa dibanggakan. Kita semua tahu, membandingkan Kebumen dengan Jogja itu nggak adil. Jogja sudah menjadi kota wisata internasional dengan infrastruktur yang jauh lebih matang. Sedangkan Kebumen? Kota kecil yang baru mulai menata diri. Namun, usaha pemerintah untuk membangun Moro Soetta patut diapresiasi. Meski belum sempurna, setidaknya ada usaha untuk mempercantik kota dan memberikan tempat hiburan murah meriah bagi warganya. Setidaknya, ada tempat baru buat warga lokal yang ingin nongkrong tanpa perlu jauh-jauh ke kota lain. Bahkan, kalau dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, perkembangan Kebumen cukup pesat. Trotoar yang rapi, lampu jalan yang estetik, dan suasana malam yang semakin hidup, semua ini adalah kemajuan yang layak dirayakan. Jadi, meskipun Kebumen belum semaju Jogja, ada harapan bahwa kota ini bisa terus berkembang. Harapannya, Moro Soetta ini bisa terus berkembang. Trotoarnya benar-benar jadi ruang pejalan kaki, parkirnya lebih teratur, dan kawasan ini lebih nyaman untuk dikunjungi kapan saja, bukan hanya malam hari.
Harapan untuk Moro Soetta dan Kebumen
Sebagai warga lokal (walau sekarang lagi jadi anak rantau), saya punya sedikit harapan untuk Moro Soetta. Kalau trotoarnya bisa difungsikan sepenuhnya untuk pejalan kaki, bukan meja makan, itu bakal jauh lebih nyaman. Lahan parkir juga perlu ditata ulang biar nggak bikin macet. Dan, ya, semoga konsep ini nggak cuma fokus di pusat kota, tapi juga merata sampai ke desa-desa. Siapa tahu, desa-desa di Kebumen juga bisa punya "Moro Soetta" versi mereka sendiri. Moro Soetta memang belum bisa menyaingi Malioboro. Tapi untuk ukuran Kebumen, ini adalah langkah besar. Dengan segala kekurangannya, Moro Soetta tetap menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi. Nikmati jajanan murah, lampu jalan yang cantik, dan suasana malam yang cukup hidup.