Desa Seliling, sebuah desa kecil di Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, punya cerita tersendiri soal banjir. Kalau biasanya orang akan panik saat air mulai menggenangi rumah, di sini lain cerita. Warga Desa Seliling sudah terbiasa dengan banjir, bahkan mungkin mereka sudah menganggapnya sebagai "teman lama" yang rutin datang berkunjung, terutama di musim hujan. Desa yang hanya berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kebumen ini memiliki luas wilayah 2,41 kilometer persegi. Namun, jangan tertipu oleh ukurannya yang kecil, karena permasalahan banjir di desa ini cukup "besar." Khususnya di Pedukuhan Dukuh, wilayah RT 001/004 yang sering jadi langganan banjir setiap kali hujan deras mengguyur. Kalau ada yang bertanya kenapa, jawabannya adalah lokasinya yang terlalu dekat dengan sungai yang hulunya berada di Air Terjun Kedungdowo, sekitar 700 meter dari pemukiman.
Sumber Banjir: Antara Kedungdowo dan Kedungbener
Banjir yang melanda Desa Seliling ini nggak main-main sumbernya. Menurut warga, debit air yang meluap berasal dari dua lokasi berbeda: Air Terjun Kedungdowo dan Kedungbener. Kalau air datang dari Kedungdowo, warga masih agak santai. "Kalau debit air dari Kedungdowo, surutnya cepat, Mas," ujar salah satu warga lokal RT 001/004. Tapi kalau air datang dari Kedungbener? Wah, itu lain cerita.
"Kalau dari Kedungbener, luapan air bisa meluas sampai ke desa tetangga seperti Krakal dan Sawangan. Surutnya pun lama banget, bisa bikin kami lebih repot," lanjutnya. Jadi, banjir di Desa Seliling ini bisa dibilang punya "variasi" tersendiri, tergantung dari mana asal airnya.
Tetap di Rumah, Santai Seperti di Pantai
Uniknya, meski sering kebanjiran, warga Desa Seliling jarang banget terlihat panik. Saat air mulai masuk ke rumah, mereka malah lebih memilih bertahan di dalam. Sesekali saja keluar untuk memeriksa apakah ada barang yang hanyut terbawa arus. Menurut salah ujar salah satu warga lokal RT 001/004, banjir justru baru terasa merepotkan kalau sudah mengancam ternak mereka. "Yang paling ribet itu kalau banjir sampai ke kandang. Kambing-kambing atau sapi-sapi harus kami evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Itu baru bikin pusing, Mas," ungkapnya sambil terkekeh kecil. Namun, bukan berarti mereka tidak pernah kecolongan. Pernah suatu malam hujan deras tiba-tiba turun tanpa aba-aba. "Tau-tau banjir sudah sampai rumah. Banyak barang kami yang mengapung," tambahnya sambil mengenang kejadian itu.
Upaya Pemerintah dan Warga dalam Menghadapi Banjir
Pemerintah setempat tentunya tidak tinggal diam. Pihak Balai Desa Seliling sering mengadakan edukasi tentang cara menghadapi banjir, termasuk pelatihan evakuasi diri. Selain itu, bantuan dana dari pemerintah daerah juga sering disalurkan untuk membantu warga yang terdampak. Meski begitu, antisipasi tetap menjadi kunci utama. Warga biasanya langsung mengamankan barang-barang berharga begitu tanda-tanda hujan besar terlihat. Namun, ya namanya banjir, kadang suka datang tanpa permisi. "Bahkan ketika kami sudah waspada sekalipun, tetap saja ada kerugian," ujar salah seorang warga sambil menunjuk kandang ternaknya yang rusak akibat banjir terakhir.
Realitas Banjir yang Tidak Kunjung Usai
Banjir yang melanda Desa Seliling ini sebenarnya menunjukkan betapa rentannya wilayah ini terhadap perubahan cuaca ekstrem. Intensitas hujan yang makin tidak menentu membuat warga harus terus-menerus waspada. Meski begitu, warga Desa Seliling tetap berusaha menjalani hidup seperti biasa, seolah-olah banjir hanyalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik semua itu, ada ironi yang tidak bisa diabaikan. Bagaimana mungkin banjir yang hampir rutin melanda tidak segera diatasi secara menyeluruh? Infrastruktur penanganan banjir jelas menjadi PR besar, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat sendiri. Sebab, meskipun warga terlihat santai, dampak banjir seperti kerusakan kandang ternak dan barang berharga jelas bukan hal yang sepele.
Harapan untuk Masa Depan