Sebaiknya hindari mendaki selama libur panjang, karena tujuan untuk memulihkan diri justru dapat berujung pada rasa pusing. Libur panjang memang menjadi masa yang dinantikan. Setelah sibuk dengan rutinitas kerja atau kuliah, banyak orang ingin menyegarkan pikiran dengan aktivitas outdoor, seperti mendaki gunung. Terbayang udara segar, pemandangan indah, dan bonus ketenangan yang diidamkan.
Namun, harapan itu seringkali hanya menjadi harapan ketika libur panjang tiba. Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan kasus macet di jalur pendakian Gunung Andong dan Gunung Slamet pada libur panjang 14, 15, dan 16 September. Para pendaki merasa frustasi dengan padatnya jalur menuju puncak, bukannya menikmati keindahan alam. Mendaki gunung sering dianggap seperti jalan-jalan di mall saat diskon besar-besaran - ramai dan membuat sesak.
Alasan Banyak Orang Mendaki Saat Libur Panjang
Bagi sebagian orang, mendaki gunung menjadi kegiatan yang tidak dapat dilewatkan saat libur panjang. Ada yang ingin mencoba tantangan fisik, ada juga yang hanya ingin mengambil foto di puncak untuk memperbarui media sosial. Tidak ada masalah dengan hal itu. Siapa yang tidak ingin feed Instagram mereka penuh dengan foto epik di latar belakang gunung yang megah?
Tetapi, penting untuk mempertimbangkan kondisi jalur pendakian sebelum pergi ke gunung selama libur panjang. Seperti di Gunung Andong dan Gunung Slamet, pendakian menjadi tantangan baru bukan karena medannya sulit, melainkan karena kemacetan. Fenomena ini sering terjadi. Saat pendakian menjadi terlalu ramai, selain macet, risiko lain seperti antrean panjang di pos pendakian, kehabisan sumber air, hingga gangguan ekosistem juga tak terhindarkan.
Dari Healing Jadi Pening: Macet di Jalur Pendakian
Macet di jalur pendakian gunung bukan cuma bikin kesal karena menghambat perjalanan. Bayangkan, Anda datang jauh untuk menikmati ketenangan alam, tetapi malah terperangkap dalam antrean panjang. Alih-alih mendengarkan suara burung atau desir angin, yang kamu dengar hanyalah celotehan pendaki lain yang kesal menunggu giliran. Setiap langkah menjadi lebih lambat, dan rencana untuk mencapai puncak dengan segar justru terganggu.
Di Gunung Andong, misalnya, yang dikenal sebagai gunung yang ramah bagi pendaki pemula, antrean panjang di pos pendakian membuat banyak orang kehilangan semangat. Jalur yang biasanya bisa ditempuh dalam beberapa jam terasa lebih lama karena harus menunggu giliran naik. Beberapa pendaki bahkan memilih untuk turun lebih cepat karena tidak tahan dengan keramaian.
Di Gunung Slamet, situasinya lebih kompleks. The mountain has a more challenging climbing route. Ketika jumlah pendaki meningkat, risiko kecelakaan juga meningkat, terutama dengan masalah sampah yang menumpuk di pos pendakian. Sampah bukan hanya menyebabkan polusi visual, tetapi juga mengganggu kelestarian alam.
Apakah Libur Panjang Harus Tetap Dimanfaatkan untuk Mendaki?
Jawabannya bergantung pada situasi. Jika Anda merupakan tipe yang siap secara mental dan fisik untuk menghadapi keramaian, kemacetan, dan semua hambatannya, silakan melanjutkan. Namun, jika tujuan Anda adalah mencari ketenangan, sebaiknya pertimbangkan kembali. Ada banyak cara lain untuk menikmati liburan selain mendaki gunung pada waktu-waktu yang ramai. Contohnya, Anda dapat memilih destinasi yang lebih sepi atau mencoba mendaki di luar waktu libur panjang.