Hal ini jelas merupakan pertanda buruk bagi banyak pihak, mulai dari jurnalis, musisi, pembuat film, hingga para kreator konten. Kerja-kerja mereka mustahil dijalankan tanpa kebebasan.
Risiko KPI memegang 3/5 kuasa berlebih!
Ada sejumlah wewenang baru yang hendak diberikan RUU Penyiaran kepada KPI, antara lain:
- Memberi tanda lulus kelayakan siar dan verifikasi konten penyiaran KPI berhak memeriksa konten sebelum ditayangkan serta mewajibkan verifikasi konten. Selamat tinggal kebebasan berekspresi!
- Membuat aturan, mengawasi, dan memberi sanksi KPI tidak diwajibkan untuk berkonsultasi dengan semua stakeholders atau ahli untuk menilai pelanggaran. Ini berbahaya karena KPI merupakan lembaga bentukan politik dengan komisioner yang belum tentu memahami industri atau kepentingan publik dalam penyiaran.
- KPI menangani dan mengatur sengketa pers penyiaran Wewenang baru ini membuat peran KPI bertumpang-tindih dengan Dewan Pers yang selama ini menjadi pelindung para jurnalis dari kriminalisasi.
Jadi kalau diringkas terkait isu RUU Penyiaran, kalo diringkas, kira-kira gini:
- Kalau dulu UU Penyiaran 2002 hanya mengatur tv dan radio, calon penggantinya ini merambah juga ke platform media digital, mulai dari yang berjenis OTT (Netflix, Hulu, dll.) hingga UGC (Youtube, dll.)
- Konten yang akan diatur adalah konten-konten audio dan audio-visual. Jadi, ya, musik, film, tv series, dan segala macam tontonan favorit kita yang lain.
- RUU ini menunjukkan indikasi pengharaman berbagai hal dalam konten, secara sangat normatif dan tanpa kepekaan kontekstual.
- RUU Penyiaran berpotensi memberikan kuasa berlebih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menjadi penentu "kelayakan konten," melakukan fungsi pengawasan, serta penetapan sanksi
- RUU Penyiaran akan masuk ke proses harmonisasi Baleg pada 29 Mei 2024. Jika berjalan lancar, niat Komisi I DPR RI untuk mengesahkan RUU ini sebelum 30 September 2024 bisa saja terwujud. Kurang dari lima bulan saja. Proses kebut-kebutan ini patut diwaspadai, terlebih mengingat gencarnya penolakan masyarakat.
Perihal diatas merupakan bentuk protes atau penolakan terhadap RUU Penyiaran yang digaungkan oleh Malaka Project melalui media sosial YouTube Malaka Project. RUU Penyiaran tengah menjadi isu yang cukup menyita perhatian dan mendapatkan sorotan tajam oleh beberapa orang yang berkecimpung di dunia kreatif, sosial media, atau para pegiat konten-konten video di sosial media. Beberapa tokoh mulai bersuara terkait RUU Penyiaran yang dirasa kurang tepat, ada beberapa tokoh seperti Coki Pardede dan Pandji Pragiwaksono yang bersuara terkait RUU Penyiaran tersebut, mereka memeberikan komentar atau pendapat mereka terkait RUU Penyiaran, menurut mereka ada pasal-pasal yang terdapat pada RUU Penyiaran yang dianggap oleh mereka sebagai suatu hal yang problematik, Coki Pardede dan Pandji Pragiwaksono pada salah satu konten YouTube Malaka Project yang dipandu oleh Cania Citta, mengeritik betul terkait RUU Penyiaran tersebut.
Lalu bagaimana selanjutnya terkait RUU Penyiaran ini? Apakah tanggapan atau komentar terhadap RUU Penyiaran ini sama dengan Coki Pardede dan Pandji Pragiwaksono?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H