Mohon tunggu...
Akhmad Revan Satwika
Akhmad Revan Satwika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi Kebijakan Tapera, Menguntungkan atau Menyengsarakan?

15 Juni 2024   11:50 Diperbarui: 15 Juni 2024   11:50 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat, hadir di tengah kehidupan para pekerja di Indonesia. Kebijakan baru ini semakin hari membuat para pekerja baik sektor swasta maupun pegawai lainnya merasa gelisah. Sebagian setuju dengan penerapan kebijakan Tapera ini, tetapi banyak juga yang justru menolaknya. Tapera  dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan untuk membantu masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan perumahan yang mewajibkan setiap pekerja untuk menyisihkan uang dari gaji mereka untuk ditabung. Adapun sebanyak 3% dari gaji mereka akan dipotong untuk nantinya dijadikan sebagai tabungan Tapera mereka. 

Peserta Tapera terdiri dari pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum dan telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin saat mendaftar Tapera. Pekerja yang dituju itu meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai aparatur sipil negara atau ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai BUMN, pekerja BUMD, pegawai BUMS, pegawai swasta, dan pekerja lainnya yang menerima gaji atau upah. Adanya Tapera ini, tentu saja menimbulkan kelemahan dan juga kekhawatiran yang pastinya harus diwaspadai. Perlu diketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia ini terbagi menjadi beberapa kelas. 

Masyarakat kelas menengah ke bawah tentu merasa penerapan kebijakan Tapera ini menyengsarakan. Mereka merasa tidak membutuhkan pembiayaan perumahan. Selain itu, kebanyakan dari mereka merasa dirugikan karena harus memberikan kontribusi namun tanpa menerima manfaat yang ada secara langsung. Bukan hanya itu saja, adanya subsidi silang mungkin saja dianggap tidak adil oleh sebagian orang dan meningkatkan beban keuangan bagi para pekerja.

Adanya program Tapera ini, gaji yang diterima oleh para pekerja atau karyawan akan dipotong sebesar 3% pada setiap bulannya. Tentu, angka ini bukanlah angka yang kecil. Bagi beberapa orang, jumlah ini termasuk angka yang cukup besar dan bisa saja digunakan untuk keperluan atau biaya lainnya. Pemotongan gaji Tapera sebesar 3% dapat menjadikan beban yang signifikan bagi banyak orang. Hal tersebut terbukti nyata bagi para pekerja. Misalnya saja seorang pekerja dengan gaji Rp4.000.000 per bulan akan mendapatkan potongan sebesar 3% yang artinya akan dipotong sekitar Rp120.000 pada setiap bulannya. Dalam setahun tabungan Tapera ini baru terkumpul sekitar Rp1.440.000 saja. Hal tersebut tentunya masih jauh dari target untuk membeli rumah. 

Diperlukan waktu lebih dari satu abad untuk mengumpulkan cukup uang untuk membeli rumah yang seharga sekitar 200 juta. Kebijakan Tapera menimbulkan kekhawatiran bagi para pekerja. Mereka khawatir bahwa dana yang terkumpul tidak akan pernah benar-benar bermanfaat secara langsung hidup mereka, Akibatnya, timbul risiko dana Tapera tersebut sebagai sasaran penyelewengan atau korupsi. Hal tersebut karena jumlah uang yang besar dan jangka waktu pengumpulan yang lama. Masyarakat atau para pekerja tentunya khawatir jika uang yang mereka simpan selama itu tidak dikelola dengan baik dan bahkan malah dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah hanya sekedar mengumbar skema pembiayaan rumah tanpa melakukan intervensi apapun atas penguasaan tanah, harga, dan pengembangan kawasan baru. 

Kebijakan Tapera semakin hari menimbulkan kontroversi. Bahkan, tidak jarang pernyataan dari masyarakat yang menentang adanya Tapera ini mengungkapkan bahwa pembiayaan Tapera yang mengambil uang dari masyarakat atas nama "gotong royong" yang diumbar tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman bahkan perpecahan. Bagaimanapun, kewajiban menyediakan rumah bagi warga menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini turut ditunjang dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Sebenarnya, Tapera bukanlah satu-satunya solusi untuk membantu masyarakat atau para pekerja untuk memiliki rumah. Terdapat banyak alternatif lain yang bisa dipertimbangkan. Salah satunya adalah Subsidi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). KPR sudah lama dikenal oleh masyarakat yang memiliki penghasilan untuk membantu dalam mendapatkan rumah. Program tersebut menawarkan suku bunga rendah dan jangka waktu yang panjang. Hal ini membuat pembayaran yang dilakukan bisa lebih terjangkau. Banyak solusi yang bisa diberikan kepada masyarakat atau para pekerja tanpa harus memotong gaji mereka. Selain solusi KPR yang diberikan, solusi lainnya yakni dengan melakukan kerjasama oleh pemerintah dengan para pengembang swasta untuk menyediakan rumah dengan harga terjangkau. Dengan solusi itu, pengembang swasta didorong untuk bisa menciptakan lebih banyak lagi opsi bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan tempat tinggal.

Kekecewaan yang timbul terhadap berbagai program pemerintah turut menambah isu yang akhirnya menyebabkan penolakan terhadap kebijakan Tapera. Masyarakat sering merasa bahwa alokasi dari anggaran pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia pun tidak memberikan manfaat yang merata kepada masyarakat. Adapun pengelolaan Tapera ini dilakukan oleh badan hukum yang disebut Badan Pengelolaan Tapera atau disingkat BP Tapera. Pengelolaan Tapera dalam hal ini yaitu meliputi pengerahan dana Tapera, pemupukan dana, hingga pemanfaatan dana Tapera.

Terlepas dari adanya pro dan kontra pada penerapan kebijakan Tapera, masyarakat haruslah mempersiapkan diri mulai sekarang. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk terus menyosialisasikan program Tapera secara masif dan jelas kepada masyarakat luas. Pemerintah juga harus bisa memberikan kepercayaan penuh, sehingga masyarakat bisa yakin pada kebijakan yang diterapkan. Pemerintah harus memastikan bahwa Tapera dapat dikelola dengan baik, professional, transparan, dan pastinya akuntabel. Keberhasilan program Tapera akan sangat bergantung pada kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Apabila program Tapera dapat dikelola dengan baik dan benar, maka kebijakan tersebut bisa menjadi solusi bagi masyarakat untuk memiliki rumah yang layak. Namun, apabila program ini tidak dapat dikelola dengan baik, tentunya akan menambah beban bagi masyarakat. Apalagi bagi masyarakat menengah ke bawah, mereka akan merasakan kesengsaraan. 

Di lain sisi, kebijakan Tapera menghadirkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Melalui Tapera, pemerintah berusaha membantu masyarakat untuk memiliki rumah dengan cara menabung. Namun, secara singkat Tapera ini merupakan bentuk Tabungan yang sifatnya memaksa dengan langsung memangkas gaji para pekerja sebesar 3%. Penerapan Tapera mungkin lebih cocok untuk kelompok formal dan pekerja yang diatur dalam hubungan industrial. 

Kebijakan Tapera ini akan sulit apabila diterapkan untuk para pekerja informal. Hal tersebut karena mereka memiliki sistem pembayaran gaji yang tidak teratur. Maka dari itu, diharapkan nantinya jumlah besaran UMR harus bisa lebih dipertimbangkan secara matang dan mengedepankan kelayakan kebutuhan hidup, termasuk juga kebutuhan tempat tinggal. Dengan begitu, semestinya masyarakat menengah tidak perlu dipaksa untuk menabung melalui Tapera, diharapkan nantinya mereka bisa membeli rumah dengan menyesuaikan budget yang mereka miliki. Namun, disisi lainnya perlu ditegaskan kembali bahwa kebijakan Tapera yang diterapkan harus diawasi dengan ketat dan terstruktur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun