Mohon tunggu...
AKHMAD BAGUSSEPTIYOKO
AKHMAD BAGUSSEPTIYOKO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelajar Pancasila sebagai Deradikalisasi Tingkat Perguruan Tinggi Islam

6 Juni 2024   13:02 Diperbarui: 6 Juni 2024   13:04 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN 

            Pelajar Pancasila sebagai salah satu program deradikalisasi yang dapat diterapkan di perguruan tinggi Islam untuk mencegah radikalisme (Kahfi et al., 2022). Menyebarnya ideologi radikal menjadi permasalahan baru di dunia pendidikan sehingga berpotensi menjadi permasalahan besar bagi ideologi negara. Hal ini disebabkan mudahnya ideologi radikal dapat disebarkan melalui doktrin agama yang digunakan sehingga bagi mahasiswa yang tidak mempunyai arah yang jelas dapat dipengaruhi (Rohman & Nurhasanah, 2019). Oleh karena itu, deradikalisasi dapat melalui pengimplementasian di perguruan tinggi Islam bagi mahasiswa (Rachmawati et al., 2022).

            Kemunculan kelompok radikal menjadi salah satu latar belakang deradikalisasi harus dilakukan. Perkembangan kelompok radikal dimulai dari adanya kebebasan berekspersi sehingga mereka dapat membangun kelompok kecil yang selanjutnya akan menjadi kelompok besar. Fakta tersebut dapat dibuktikan dengan adanya oknum tokoh agama yang mendirikan kelompok pengajian sehingga dalam aktivitas dakwah yang dilakukan memasukan nilai-nilai radikalisme dan intoleran (Rohman & Nurhasanah, 2019). Lingkungan kampus mahasiswa sangat rentan menjadi penyebaran ideologi radikalisme, hal tersebut dikarenakan terdapat berbagai aktivitas kegiatan mahasiswa sehingga terdapat kemungkinan ideologi radikalisme memasuki ruang mahasiswa (Lestari, 2019). Melalui tulisan ini bertujuan untuk memberikan perspektif bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi Islam dalam mencegah ideologi radikalisme.. Oleh karena itu, terdapat pembahasan yang relevan meliputi, apa saja program deradikalisme di perguruan tinggi Islam?, bagaimana perguruan tinggi Islam dalam menjalankan program deradikaslime?.

PEMBAHSAN

Apa Itu Radikaslime?

            Secara linguistik, radikaslisme dapat diartikan dalam berbagai bahasa. Pertama, menurut bahasa Arab radikalisme diambil dari akar kata thataruf ad diny yang mempunyai arti sebagai pemahaman yang berlebih dalam menjalankan ajaran agama. Kedua, dalam diksi bahasa Inggris radikaslisme sebagai radix to rooted atau pemikiran yang mengakar. Oleh karena itu, berdasarkan pemahaman linguistik dari dua bahasa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa radikalisme sebagai landasan dalam beragama yang mendasar sehingga menyebabkan sikap berlebihan dalam menjalankan ajaran agama (Ali Mohtarom et al., 2023).

            Perkembangan radikalisme pertama kali muncul dari zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang dilandasi oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib terhadap kebijakan arbitase. Melalui ketidakpuasan tersebut, kelompok radikalisme muncul untuk menentang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Terdapat tokoh monumental dari awal berdirinya radikalisme yang meliputi, Amr bin Bkr, Al Barak bin Abdullah, dan Abdurrahman bin Muljam yang merupakan tokoh awal berdirinya radikaslime. Berdasarkan dari perkembangan ideologi radikalisme tersebut, maka dapat berpotensi menjadi aksi terorisme dengan tujuan untuk berjihad atas dasar penyalahgunaan ajaran agama untuk meraih kepentingan pribadi (Fauzi et al., 2023).

            Isu mengenai munculnya radikaslime di perguruan tinggi Islam menjadi pembahasan yang penting dalam melakukan upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme tersebut. Perlunya upaya yang dilakukan dalam memberikan penanganan terhadap akademisi yang terpapar paham radikalisme. Akan tetapi, upaya penanganan terhadap mereka yang terkena paham radikaslime tidak berjalan semestinya sehingga menjadi permasalahan baru di perguruan tinggi Islam. Oknum akademisi yang sudah terpapar radikalisme akan selalu menyuarakan seruan untuk berjihad dan menegakkan negara khilafah, tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan landasan negara Indonesia. Dalam fakta lainnya, sebagian kelompok yang sudah terpapar radikalisme melakukan aksi dalam bentuk mengajak masyarakat lain untuk tidak mengikuti landasan negara, hal tersebut dikarenakan radikaslime menentang pemerintah yang berdaulat dengan seruan "pemerintah bidah", "pemerintah kafir", dan Undang-Undang negara adalah sistem toghut (buatan manusia) (Haryanti & Septiana, 2019).

            Dalam penyebaran radikalisme, terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi meliputi ekonomi, sosial, politik, fisiologis, dan pendidikan. Pertama, ekonomi dapat menyebabkan munculnya radikalisme dikarenakan sebagian masyarakat belum sejahterah sehinga membutuhkan perubahan melalui cara yang radikal. Kedua, kondisi politik yang tidak stabil dikarenakan asumsi bahwa pemerintah tidak adil dan berat sebelah sehingga pemerintah dapat dilawan melalui cara radikal. Selain itu, terdapat beberapa sistem dari pemerintah yang mengadopsi hukum negara Barat yang menyebabkan pemikiran radikal muncul melalui doktrin pemerintah toghut menjalankan sistem negara kafir. Faktor lainnya muncul kampanye dari negara Barat mengenai Islam phobia sehingga kelompok radikal memunculkan diri sebagai respon tindakan untuk melawan (Haryanti & Septiana, 2019).

Deradikalisme di Perguruan Tinggi Islam

            Adanya program deradikalisme di perguruan tinggi Islam membantu peran pemerintah dalam menurunkan angka radikalisme dan intoleran. Pemikiran radikalisme diawali dengan pemahaman terhadap ajaran agama secara berlebihan, untuk itu dalam menangani fenomena tersebut salah satunya melalui penerapan moderasi beragama yang memberikan arahan kepada mahasiswa untuk berpikiran moderat sehingga tidak ekstrem kanan dan kiri. Faktor lainnya dari radikalisme adalah kurangnya pengetahuan terhadap agama lain sehingga menimbulkan stigma buruk terhadap perbedaan agama (Al Faruq & Noviani, 2021). Dalam relasi kuasa, negara bekewajiban dalam mengatur sistem pendidikan salah satunya melalui penerapan moderasi beragama di lingkungan perguruan tinggi Islam. Selain itu, moderasi beragama dapat juga dikampanyekan di masyarakat umum untuk mencegah penyebaran ideologi radikaslime, hal ini bertujuan untuk menjangkau masyarakat di berbagai daerah. Dalam moderasi beragama mengajarkan Islam yang rahmatan lil alamin sehingga tidak akan memberikan doktrin bahwa yang berbeda adalah musuh (Budiarti, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun