Aku menunggu dibawah rintikan hujan dengan harapan yang tak kudambakan segera terkikis dengan air hujan kesedihan, hampa kurasa jika memang engkau masih menjadi intan yang berkilau, akan kututupi kemegahanmu dengan kesengsaraan, bila kau tak lagi peduli dengan secuil rasa ini, kuteguhkan untukmu namun acuh tak acuhmu membuatku benci.
Rasa berkibar bagaikan gelombang laut ketika badai menerpa, menghancurkan perahu-perahu kecil yang benjanji akan membawamu dengan penuh cinta, engkau rela menjatuhkan diri kedalam lubang kesengsaraan tanpa memandang rasa cinta seluas samudra.
Kubuktikan dengan tindakan, kau hancurkan dengan alasan, kubuktikan dengan pengorbanan, kau bilang cuma kebetulan, aku tak dapat mengerti orang macam apa yang tak ingin dikasihi melebihi kasih kepada sang putri.
Kubiarkan engkau memberi luka kepadaku sehingga kau sadar akan kebesaran cintaku, kutunggu engkau dengan penuh harapan, kembalilah jika engkau penuh kesedihan karena aku adalah kesembuhan yang kau benci, sadarlah wahai putrinya putri cintaku bukan sekedar cinta seumur padi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H