Kuliah tentang "Pengampunan" adalah sebuah topik lain yang sungguh membedah hatiku hingga berkeping-keping. Ternyata disamping kerinduanku, terselip rasa kecewa yang mendalam terhadap ayah, ayah yang menelantarkan ibu dan anaknya.
Hari jumad kemarin, Dosen kami memimpin sebuah perenungan sore tentang kasih. Pengajaran agar kami memberi pengampunan terhadap mereka yang mengecewakan dan menyakiti hati. Bahkan kami juga harus bersedia mengampuni diri sendiri yang terlalu banyak menuntut orang lain untuk menjadi sempurna bagi kami. Perenungan ditutup dengan sebuah ajakan agar kami menggunakan kesempatan yang ada untuk mengungkapkan cinta kasih kami secara verbal terhadap orang-orang yang kami kasihi.
Air mata yang sedari awal masuk Sekolah Alkitab ini kini bagai hujan deras yang membanjiri kota. Aku tak sanggup menahan kesedihan ini. Kesedihan karena penyesalan mendalam telah menyia-nyiakan waktu kehidupan ayah, aku tak pernah mengunjunginya bahkan ketika dia sakit hingga menghembuskan nafas terakhir. Aku bahkan tidak merasa perlu untuk hal itu.
Aku bertelut dan berdoa memohon pengampunan Allah Bapa yang mengasihiku dengan sempurna,
Aku bertelut dan mengampuni diriku sendiri,
Aku bertelut dan mengucap syukur untuk saat-saat yang walaupun hanya sebentar ketika aku melihat ayah berkunjung kerumah kami, aku bersyukur untuk rasa rindu yang mendalam ingin berada dalam pelukan ayah, aku bersyukur karena aku memiliki ayah dengan segundang daftar ketidaksempurnaannya. Aku bersyukur karena melahirkan aku.
Di penutupan perenungan sore itu, aku berdiri dan diberikan waktu untuk berbicara;
aku menghimbau teman-teman sekampusku agar tidak terlambat mengucapkan;
"I love Papa, I love Mama"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H