Mohon tunggu...
Aji KhairunnisaSari
Aji KhairunnisaSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konkret Argumentasi Hukum berlaku retroaktif atau tidak?

16 September 2023   12:00 Diperbarui: 16 September 2023   12:01 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah konkrit dari argumentasi hukum bisa berlaku retroaktif atau tidak?

Sebelumnya kita harus paham apa itu argumentasi hukum. Argumentasi hukum merupakan kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum seperti perjanjian, transaksi perdagangan, dan lainnya. Selain itu, pencarian dasar hukum juga bisa dilakukan pada kasus pelanggaran hukum pidana, perdata, maupun administrasi, dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

Kemudian dalam istilah hukum, retroaktif atau berlaku surut adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum terhadap tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan atau diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal, hukum retroaktif dapat diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman yang lebih ringan sewaktu dilakukan. Penerapan hukum ini dapat mengubah aturan bukti-bukti yang ditemukan untuk memperbesar kemungkinan pemberian hukuman pada seorang terdakwa. Sebaliknya, penerapan hukum jenis ini dapat pula mengurangi atau bahkan membebaskan seorang terhukum.

Masyarakat selalu mengalami perubahan,dan hukum selalu mengikuti perkembangan masyarakat. Dalam konteks yang demikian, hukum seharusnya tidak perlu tertinggal dengan perkembangan masyarakat. Akan tetapi kondisi yang tercipta adalah hukum selalu tertinggal dari perkembangan masyarakat sehingga peristiwa-peristiwa yang sebenarnya merupakan perbuatan melawan hukum tak dapat diatasi hanya karena hukumnya tidak atau belum ada. Kondisi ini tercipta karena hukum yang dikembangkan lebih ditekankan kepada hukum tertulis, yang pembuatan dan pemberlakuannya dilakukan melalui prosedur tertentu dan memakan waktu yang tidak pendek.

Secara konkret, asas retroaktif dikenal sebagai asas yang tidak bisa berlaku surut. Pemberlakuan asas retroaktif diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang menganut asas legalitas,yaitu "nullum delictum nulla poena sine previa lege poenali". Kesemuannya mempertegas rumusan Pasal 28I uud 1945 sebuah peraturan perundang-undangan diberlakukan kedepan (prospectively). Tidak boleh diberlaku surutkan sebelum peraturan itu berlaku. Asas ini memberikan kepastian hukum kepada pelaku tindak pidana.

Bahwa pada era Orde Lama maupun Orde baru, asas retroaktif dengan segala bentuk dan alasan apapun juga tidak dikehendaki karena dianggap akan menimbulkan suatu bias hukum, tidak ada kepastian hukum dan akan menimbulkan kesewenang-wenangan dari pelaksanaan hukum dan politik, dan akhirnya akan menimbulkan apa yang dinamakan suatu "political revenge" (balas dendam politik). Bahkan studi komparasi pada Hukum Pidana Rusia (saat masih berbentuk sebagai Negara HyperCommunism) dimana Kruschev berkuasa menggantikan Stalin, asas legalitas dikembalikan lagi sebagai sumber primaritas dalam wacana Hukum Pidana Rusia. Agak terlalu berlebihan apabila di Indonesia, di era reformasi sebagai represensytasi karakteristik Negara demokrasi, jusru mebebrikan suatu justifikasi terhadap asas retroaktif, karena pepatah lama akan muncul kembali bahwa Asas Retroaktif adalah cermin dari Lex Talionios (balas dendam), karena indikasinya bahwa asas retroaktif hanyalah sarana untuk mencapai tujuan politik tertentu, bukan kehendak murni bagi pembaharuan Hukum Pidana. Bahwa Prof. Dr. Muladi, S.H., menegaskan bahwa model peradilan HAM Ad Hoc yang berlaku retroaktif hendaknya terakhir kali karena penolakan asas retroaktif yang universal ini sebagai bagian dari The International Customary Law. Asas Larangan Berlaku surut juga diakui dalam Hukum Pidana Internasional sebagai hasil interaksi dan praktek diplomatik serta yudisial (Prof. Dr. Muladi, SH. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum Di Indonesia, Jakarta: The Habibie Centre, Cetakan I, 2002, halaman 75-76)

Pemahaman bahwa eksistensi dan validitas terhadap Asas Legalitas dan larangan keberlakuan asas Retroaktif terbatas dalam konsepsi Hukum (Pidana) Materiel saja sudah tidak diikuti dan tertinggal jauh sejalan dengan dinamisasi masyarakat dan perkembangan Hukum Pidana itu sendiri, sehingga Hukum Pidana Formiel memiliki prinsip Legalitas dan larangan berlaku surut seperti halnya prinsip yang hidup dalam Hukum Pidana Materiel. Penegasan bahwa larangan berlaku surut juga mengikat untuk segala sistem hukum merupakan pengembangan doktrin yang diakui oleh Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H.  Pemahaman ini dianggap perlu, karena tidak sedikit para akademisi dan praktisi yang terjebak pada satu persoalan saja bahwa larangan berlaku surut hanya mengikat terhadap Sistem Hukum Pidana, khusus Hukum Pidana Meteriel. Prinsip Ex Post Facto Law mengikat untuk segala sistem hukum, baik Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana, baik Formiel maupun Materiel.

Bahwa prinsip legalitas ini adalah karakteristik dan primaritas sifatnya dan hal ini merupakan bentuk eksistensi perlindungan HAM, khususnya tersangka/terdakwa/terpidana dari penghindaran kekuasaan yang sewenang- wenang dari penguasa, karenanya Noellum Delictum, Noella Poena sine Praevia Lega Poenali menjadi karakteristik dari setiap Negara Demokrasi yang mengakui prinsip Rule of Law.

Bahwa sebagaimana dikutip halaman 38 pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013/PUU-I/2003 tanggal 23 Juli 2004 atas hak uji materiel terhadap UU No.16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dikatakan saat ini tengah berlangsung upaya penegakan hukum (Rule of Law) termasuk penegakan peradilan yang fair. Adapun jaminan minimum bagi suatu proses peradilan yang fair adalah: asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), persamaan kesempatan bagi pihak yang berperkara, pengucapan putusan secara terbuka untuk umum, asas Ne Bis In Idem, pembentukan hukum yang lebih ringan bagi perbuatan yang tengah berproses (pending cases), dan larangan pemberlakukan asas retroaktif. Dengan mengacu kepada syarat syarat minimum tersebut diatas maka UU No. 16 tahun 2003 (Terorisme) justru berselisihan arah dengan jaminan bagi suatu peradilan yang fair, karena jelas-jelas telah melanggar salah satu syarat yang harus dipenuhi, yaitu memberlakukan asas retroaktif. Bagi Pemohon, sikap diskriminasi terhadap penerimaan konsep Equality Before the Law adalah jaminan konstitusional yang tidak mungkin disimpangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun pula.

Sebagaimana dikatakan pada halaman 37 pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No.013/PUU-I/2003 a quo tentang pencabutan prinsip Retroaktif terhadap UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bahwa Perundang-undangan Pidana, baik dalam konteks Hukum Pidana Formil maupun Materiel tidak membenarkan untuk diberlakukan surut atau ex post facto law. Prinsip ex post facto law inilah sebagai suatu pengakuan dan justifikasi bahwa pada dasarnya Hukum itu harus berlaku ke depan atau Prospective Law, bukan sebaliknya dengan memberlakukan surut suatu aturan hukum yang justru akan menginjak-injak hak asasi manusia.

Menurut saya, hukum yg diberlakukan seharusnya tidak berlaku secara retroaktif, kecuali ada kententuan khusus yg mengizinkan. Retroaktif ini sebaiknya hanya dipergunakan dalam kondisi  tertentu, dimana keadilan tidak dapat dicapai dan ketika kepentingan publik yg lebih besar yg mengharuskan penerapan hukum ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun