Mohon tunggu...
Akhadia Nilamsari
Akhadia Nilamsari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga, Homeschoolers dan Wirausaha

Hobi membaca buku pengembangan diri dan mengajar

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Aku Mau jadi Presiden!

20 Februari 2024   10:00 Diperbarui: 20 Februari 2024   10:05 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Ketika masa-masa menjelang pemilu tahun ini, tahun 2024, anak sulung saya kelas 10 menyerukan ingin menjadi Presiden kelak ketika dewasa nanti. Dia merasa di masanya sekarang dia sudah mulai memahami bahwa bangsa butuh pemimpin yang bisa membawa rakyatnya lebih sejahtera dan maju. Dengan segala pengetahuan, kemampuan berbicara dan bahasanya, dia merasa sudah cukup mumpuni untuk bisa mulai memikirkan cita-citanya ini. Kami menanggapi dengan positif keinginan dia. Ayahnya mengingatkan hal mendasar yang penting untuk dia bangun : "Bereskan kasur tempatmu tidur dengan rapi dan bersih sebelum kamu keluar dari kamarmu, apa yang sudah kamu pakai, kamu bertanggung jawab untuk merapikannya." Perkara kecil selalu menjadi acuan untuk bisa melihat apakah kelak perkara besar dapat dia kerjakan.

Bagi kami orang tua yang menjadi homeschoolers, pembentukan karakter menjadi bagian paling awal kami bangun. Sehebat-hebatnya bakat dan keahlian anak, tidak pernah dapat memberi pengaruh kuat ketika bakat dan keahlian anak tidak pernah dilatih untuk menjadi pribadi yang menghargai Allah, Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Sekeren apapun prestasi kita sekalipun, tidak pernah menghasilkan gaung terbaik ketika melupakan siapa pemberi segala keunggulan dalam diri, dan mengabaikan apa yang menjadi perhatian Allah yaitu kesejahteraan ciptaan-Nya. Jika beberapa pendapat yang beredar menyebutkan bahwa kemampuan kita bahkan diri kita datang secara alami, natural, tidak ada campur tangan Ilahi di dalamnya, mengapa mesti pusing memikirkan adanya Allah, kita bisa mandiri menciptakan diri kita menjadi pribadi yang sesuai dengan rancangan diri kita sendiri. Yang perlu kita pedulikan hanya diri kita sendiri. Menjadi pertanyaan penting, bagaimana mungkin kita muncul secara tiba-tiba dalam perut Ibu kita tanpa adanya campur tangan Ilahi dalam kandungan Ibu kita? Bagaimana sel telur dan sperma akhirnya membentuk janin yang bernafas dan berdetak? Apakah ada mesin otomatis di dalam kandungan Ibu kita tanpa perlu adanya campur tangan Ilahi? Hidup tidak pernah bisa dipisahkan dari otoritas penuh Allah. Selayaknya kita tunduk terhadap-Nya.

Bagaimana membereskan tempat tidur berkaitan dengan ketundukan pada Allah? Kami menyebutnya karakter. Perilaku yang tampak adalah membereskan tempat tidur, hal mendasar yang mendorong dia melakukan itu yang tidak nampak, di dalam hatinya. Yang tidak nampak inilah yang tidak pernah dapat dikenali langsung oleh manusia, dan hanya dapat dikenali oleh Allah yang Maha melihat. Membangun karakter adalah hal mendasar dalam diri anak yang tidak nampak itulah butuh ketundukan akan kebesaran dan keberkuasaan Allah. Takut akan Allah sering menghasilkan perilaku yang berbeda dibandingkan orang yang tidak takut akan Allah. Sekedar merapikan kasur tempat dia tidur tidak nampak berpengaruh besar, namun motivasi dan kesadaran diri itulah yang berpengaruh besar.

Pemimpin seperti Presiden, seringkali dilihat dan dinilai dari apa yang beliau kerjakan. Motivasi dan kesadaran takut akan Allah tidak nampak nyata bagi rakyat. Hal yang patut diberi garis tebal adalah Allah menjadi pengawal terdepan bagi orang yang takut kepada-Nya, apapun yang dikerjakan jika berlandaskan takut akan Allah, Allah pencipta alam semesta ini terlibat penuh di dalamnya, karena kesejahteraan ciptaan-Nya jelas ada dalam agenda-Nya, dan setiap orang yang menyandang agenda-Nya akan Allah sertai. Itu sebabnya, pemimpin yang terbaik adalah mengutamakan keyakinan kepada Allahnya, menempatkan ciptaan-Nya menjadi bagian yang patut diperjuangkan kesejahteraannya. Alam tidak dibiarkan sekarat untuk memenuhi segelintir kepentingan, tidak berdiam terhadap penindasan terhadap orang-orang lemah dan miskin, peduli terhadap kualitas hidup orang agar berpikir maju dan tidak mudah tindas dalam kebutaan pengetahuannya.

Bercita-cita seperti anak sulung kami tidak salah, hal besar dia impikan, yang patut kami dampingi dalam perjalanannya mencapai bagian tersebut adalah bangunan yang sedang dia bangun punya fondasi yang kuat dan kokoh. Dibangun atas kesadaran diri bahwa perkara kecil yang sedang dia kerjakan dalam masa mudanya sekarang patut mendapat perhatian besar. Membereskan dan membersihkan kasurnya adalah tanggung jawab dia karena dia yang menggunakan, bukan tanggung jawab pembantu atau orang tuanya. Kelak dia tidak mudah melempar tanggung jawab pribadinya kepada orang lain. Membereskan kasur dengan motivasi agar tidak kena marah orang tua, atau atas dasar ketundukan bahwa ini bagiannya yang patut dikerjakan. Jelas akan berpengaruh besar terhadap jenis pekerjaan-pekerjaan kecil di rumah maupun di lingkungan sekitarnya lainnya yang akan dia kerjakan, hanya sekedarnya atau yang terbaik. Kesadaran diri akan terbentuk ketika dia menyadari bahwa ini bukan tentang dirinya sendiri,  hidup ini bukan miliknya, hidup ini adalah milik Sang Pencipta, sepatutnya tunduk terhadap agenda-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun