Mohon tunggu...
Akbar Zainudin
Akbar Zainudin Mohon Tunggu... Human Resources - Trainer Motivasi, Manajemen dan Kewirausahaan. Penulis Buku "Man Jadda Wajada". BUKU BARU: "UKTUB: Panduan Lengkap Menulis Buku dalam 180 Hari". Ngobrol bisa di Twitter: @akbarzainudin atau www.manjaddawajada.biz

Trainer Motivasi, Manajemen dan Kewirausahaan. Penulis Buku "Man Jadda Wajada". BUKU BARU: "UKTUB: Panduan Lengkap Menulis Buku dalam 180 Hari". Ngobrol bisa di Twitter: @akbarzainudin atau www.manjaddawajada.biz

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gontor Putri Mendidik Santriwati Menjadi Sittil Kul

23 Juli 2022   06:27 Diperbarui: 23 Juli 2022   06:29 2278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GONTOR PUTRI, MENDIDIK SANTRIWATI MENJADI SITTIL KUL

Oleh Akbar Zainudin, Penulis Buku Man Jadda Wajada


Selalu menyenangkan kalau diundang untuk mengisi seminar motivasi di Gontor Putri, ada ikatan emosional sebagai sesama alumni Gontor (saya alumni Gontor tahun 1991), juga sangat personal, karena istri saya juga alumni Gontor Putri. Kemarin, kebetulan saya diminta mengisi seminar motivasi dan menulis di Gontor Putri 3.

Ada satu istilah yang sering digunakan di Gontor Putri yang sampai sekarang masih digunakan, yaitu para santriwati dididik untuk menjadi sittil-kul. Ini istilah khas yang hanya ada di Gontor Putri, karena di pesantren lain belum pernah saya dengar.

Ternyata, setelah saya telusuri, istilah ini berasal dari bahasa Arab, sayyidatu kulli syaiin, yang bila diterjemahkan bebas artinya "menguasai segala sesuatu". Segala sesuatu ini apa? Selain pengetahuan luas dalam bidang keagamaan dan ilmu umum, salah satu ciri khas Gontor, baik putra maupun putri adalah apa yang disebut sebagai keterampilan hidup, biasa kita sebut life skill.

Pengembangan keterampilan hidup itu dibangun dalam kegiatan yang penuh selama 24 jam, mulai dari bangun pagi, hingga bangun lagi. Tidak ada sedikitpun waktu kosong di Pondok.

Bangun pagi langsung persiapan shalat subuh. Selesai berjamaah subuh, membaca Al-Qur'an dan pemberian kosa kata berbahasa Arab dan Inggris, setelah itu kegiatan bebas. Ada yang berolah raga, mandi, mencuci, menghafal, belajar mandiri, dan sebagainya.

Selesai makan, lalu masuk kelas hingga shalat Asar. Sehabis asar, membaca Al-Qur'an dan dilanjutkan waktu bebas lagi sampai maghrib. Satu jam sebelum maghrib, sudah di masjid untuk membaca Al-Qur'an. Setelah makan malam dan shalat Isya, dilanjutkan dengan belajar terbimbing sampai pukul 22.00 dilanjutkan dengan istirahat.

Setiap minggu, ada Pramuka, Public Speaking (Muhadhoroh), lari pagi bersama, dan berbagai kegiatan lainnya. Ada klub olah raga, jurnalistik (koran dan majalah), kesenian, keterampilan, bahasa, dan sebagainya. Bahkan ada klub mengetik 10 jari, di mana keterampilan itu menjadi sangat berguna bagi profesi menulis saya sekarang.

Para santriwati dididik untuk menjadi serba-bisa dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Mulai awal tahun, kalender kegiatan sudah ditetapkan. Setiap minggunya, selalu ada kegiatan dalam berbagai bidang. Tidak pernah berhenti. Sepanjang tahun.


Para santriwati tidak sempat untuk punya waktu kosong. Karena kalau kosong sedikit, bisa teracuni banyak pikiran yang terkadang negatif, sehingga menjadi tidak betah di pondok.


Begitu banyak kegiatan inilah yang mendidik santriwati untuk menguasai berbagai bidang kehidupan. Istilahnya, setelah lulus nanti, di manapun para santriwati berada, bisa hidup dan menghidupkan, bisa mewarnai masyarakat dengan nilai-nilai yang sudah dibangun.

Lalu apa bedanya dengan Gontor Putra? Secara kegiatan hampir tidak ada bedanya. Namun demikian, saya melihat beberapa hal yang menjadi perbedaan penting antara Gontor Putra dan Putri.

Pertama, dari sisi orientasi masa depan. Kalau Gontor putra, mendidik para santri untuk menjadi pejuang. Maka didikannya keras, penuh disiplin, agar mampu bertahan dalam berbagai lahan perjuangan, seberat apapun. Nah, kalau di putri, orientasinya adalah menjadi pendamping pejuang. Pendamping yang mengerti arti perjuangan, sehingga mendukung para suami yang sedang berjuang, dalam bidang apapun.

Maka implementasinya di masyarakat, apapun aktivitas yang dilakukan oleh alumni Gontor Putri, keluarga menjadi nomer 1. Kalau putra, masih berbicara tentang keseimbangan antara kerja dan keluarga (work life balance), kalau di putri, sudah jelas prioritasnya adalah keluarga. Karena bagaimanapun, peran ibu sangat menentukan dalam pendidikan anak. Pendidikan pertama itu ibu (madrasatul ula), maka ibu yang harus menjadi pendidik terbaik buat anak-anaknya.

Hal kedua yang menjadi pembeda tentu dalam hal keterampilan hidup (life skill) yang diajarkan. Di Gontor Putri, adalah pelajaran keputrian (nisaiyah) yang tentu saja tidak ada di Gontor Putra. Menggelitik dan terbersit juga dalam pikiran saya, mengapa di putri ada pelajaran keputrian (nisaiyah), sementara di putra tidak ada pelajaran keputraan (rijaliyah, how to be a man).

Maka di putri ada kursus memasak, menjahit, dan berbagai hal lain yang terkait keterampilan hidup yang diperlukan pada saat nanti menjadi alumni. Karena itu, wahai para pemuda, khususnya alumni Gontor Putra, menyenangkan rasanya kalau punya istri dari alumni Gontor Putri. Dan kalau seperti kita orang tua yang sudah punya anak remaja, kayanya menarik juga kalau punya mantu alumni Gontor Putri. Hehehe, ada yang mau besanan?

Ngawi, 23 Juli 2022
IG: @akbarzainudin
Youtube: Akbar Zainudin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun