Terkait hal ini walau menggunakan rumusan yang diucapkan oleh Mark Twain, yaitu "Humor is tragedy plus time", saya rasa amatlah kurang bijak untuk kita menggunakan tragedi ini sebagai konten yang sifatnya hanya lucu-lucuan karena ada yang mengalami trauma hingga kehilangan sanak saudaranya.
Apalagi dari segi waktu (time), tragedi masih belum usai yang mana saat artikel ini dibuat proses pencarian dan identifikasi korban masih berlanjut. Bisa dibayangkan betapa memilukannya kejadia yang menimpa korban dan juga keluarga korban.
Untuk gambaran seberapa besar impact dari kejadian ini kepada pihak keluarga adalah, kalau kita lihat di berita dalam crisis center nya sampai disiapkan tim psikolog. Dengan salah satu fungsinya sebagaimana disebutkan oleh Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Sunarti, yang dillansir dalam laman Kementerian Sosial Republik Indonsia (KEMENSOS) adalah "Tim psikolog bertugas melakukan upaya pendekatan-pendekatan terhadap keluarga korban yang saat ini sedang mengalami syok, sedih dan kebingungan. Keluarga korban yang mengalami kondisi cemas dan mungkin saja trauma, maka perlu penanganan secara psikologis".
Negara sudah berusaha membantu lewat kementriannya untuk meringankan beban serta menguatkan hati keluarga korban serta menerjunkan tim rescue terbaik, kalau kita tidak bisa menolong ataupun mendoakan setidaknya leih baik diam saja. Nonton film deh di online streaming yang legal and chill atau main game console juga tidak apa atau kalau bisa pura - pura tidak tau saja.
Ditengah pro-kontra yang beberapa kali menerpa gaya komedi ini, ada peneliian ilmiah yang dilakukan oleh tim penelliti yang dipimpin Ulrike Willinger di Medical University of Vienna yang mengatakan bahwa diantara 156 responden yang menyukai dark jokes mereka adalah orang -- orang yang meiliki IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi.
Hal yang cukup mengejutkan tapi kalau dipikir - pikir ada benarnya bahkan mungkin juga memiliki EQ (Emotional Quotient) yang baik karena bisa melihat hal lucu dari suatu yang buruk dan mampu mendiskripsikannya dengann baik merupakan hal yang cukup complex.
Namun ada baiknya tetap memiliki batasan dalam membuat dark jokes seperti melihat lingkungan yang ada disekitar apakah dirasa bisa menerima, melihat skala dari tragedi apakah layak untuk dibuat sebagai konten atau mungkin ada baiknya mulai dari menceritakan tragedi yang di alami diri sendiri terlebih dahulu dan menyadari bahwa bila sudah masuk ke ranah publik atau social media maka harus siap untuk di kritik dan juga jangan jadikan alasan bahwa seseorang tidak open minded apabila ada yang tidak setuju.
Suka atau tidaknya seseorang terhdadap gaya komedi ini bukan karena orang tersebut open minded atau tidak. Menurut saya itu masalah selera, mungkin kalau di ibaratkan seperti makanan. Ada yang suka makan buah durian dan ada yang tidak bahkan sampai ada tempat yang melarang untuk sekedar dibawa, apalagi dikonsumsi. Bukan berarti orang atau manajemen tempat tersebut tidak open minded kan?
Saya hanyalah orang biasa, bukan orang yang berkecimpung dalam dunia komedi dan mungkin saya orang yang konservatif serta juga bukan orang yang open minded, kalau pun ingin mengeluarkan dark jokes yang tujuannya mengkritik ataupun menguatkan keluarga korban saya rasa saat ini tetap bukan waktu yang tepat untuk melakukannya mengingat tidak semua orang bisa mengerti isi dari gaya komedi ini. Terlebih lagi kalau hanya sekedar untuk lucu-lucuan saja, saya rasa untuk memiliki empati tidak harus open minded.
Semoga saya dan kita semua bisa lebih bijaksana lagi dalam menggunakan social media. Karena sekarang tidak hanya mulut yang bisa membawa masalah kedalam hidup, tapi jari kita juga bisa membawa kita ke persidangan.
Mari kita juga berdoa untuk para korban penerbangan SJ182 dan korban gempa di Sulawesi Barat.
Stay Safe, Stay Healthy