Nama : Akbar Maulana Ali 2371500550
Universitas Budi Luhur
Dalam era informasi saat ini, media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan berita kepada publik. Namun, dalam menjalankan fungsinya, media sering kali dihadapkan pada dilema antara memenuhi kebutuhan informasi publik dan menjaga hak privasi individu, terutama anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Kasus ini menunjukkan bahwa beberapa media masih mengabaikan aspek etika dan hukum terkait perlindungan identitas anak dalam pemberitaan, Munculnya kasus penganiayaan CDO (17) oleh MDS yang menyeret AG (15) sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) menjadi berita yang menyebar dengan cepat. Media mempublikasikan identitas AG, termasuk nama dan foto, meskipun undang-undang melarang pengungkapan identitas anak dalam situasi tersebut. Yang mengakibatkan anak akan  dapat mengalami stigma sosial, diskriminasi, dan dampak psikologis negatif yang mempengaruhi perkembangan dan masa depan mereka.
Kasus Publikasi Identitas Anak dalam Media
Salah satu contoh nyata adalah pemberitaan mengenai kasus kekerasan yang melibatkan anak di bawah umur. Beberapa media secara terang-terangan mengungkap identitas anak, termasuk nama lengkap dan foto, tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin timbul. Tindakan ini tidak hanya melanggar kode etik jurnalistik tetapi juga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Publikasi identitas anak yang berhadapan dengan hukum oleh media massa merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) secara tegas melarang pengungkapan identitas anak yang terlibat dalam proses hukum. Pasal 19 ayat (1) UU SPPA menyatakan bahwa identitas anak yang berkonflik dengan hukum, anak saksi, dan anak korban harus dirahasiakan, mencakup nama, wajah, alamat, nama orang tua, dan informasi lain yang dapat mengungkap jati diri anak.
Selain itu, Kode Etik Jurnalistik Indonesia juga mengatur hal serupa. Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik melarang wartawan menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 97 UU SPPA, yang menetapkan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp500.000.000 bagi siapa saja yang mempublikasikan atau menyiarkan identitas anak yang berhadapan dengan hukum.
Kasus publikasi identitas anak oleh media tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak negatif pada perkembangan psikologis dan sosial anak. Anak dapat mengalami trauma, stigma, dan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, penting bagi media massa untuk mematuhi peraturan yang ada dan menjaga kerahasiaan identitas anak dalam pemberitaan, guna melindungi hak-hak anak dan memastikan proses rehabilitasi serta reintegrasi anak ke dalam masyarakat berjalan dengan baik.
Dampak Pelanggaran terhadap Anak dan Aspek Hukum dan Kode Etik Jurnalistik
Dalam beberapa kasus, media massa di Indonesia telah mempublikasikan identitas anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk nama dan foto, yang jelas melanggar UU SPPA, UU Perlindungan Anak, dan Kode Etik Jurnalistik. Misalnya, dalam kasus penganiayaan yang melibatkan anak, media seringkali mengungkap identitas anak secara detail. Pengungkapan identitas anak dalam pemberitaan dapat menyebabkan trauma psikologis, stigma sosial, dan menghambat proses rehabilitasi. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru menjadi korban kedua kali akibat pemberitaan yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik Indonesia yang berisi, wartawan dilarang menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan anak yang menjadi pelaku tindak pidana. Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) menegaskan bahwa identitas anak yang berhadapan dengan hukum wajib dirahasiakan untuk melindungi masa depan dan integritas mereka. Untuk Melindungi hak privasi dan masa depan anak, serta mencegah viktimisasi lebih lanjut akibat pemberitaan.