Sejarah selalu bisa menghasilkan makna baru ketika peristiwa sejarah itu ditafsirkan ulang sesuai dengan waktu ketika ia ditafsirkan kembali. Seperti sekarang, tentang menggali makna Ijtima ulama yang  dulu mengeluarkan  Ijtihad mereka pada pertemuan pertama , lalu disusul dengan merevisi ijtihad mereka pada pertemuan kedua.
Ada nama Ustadz Abdus Shomad dan Habib Salim as-segaf al-Jufri pada awalnya, lalu mengkrucut menjadi Sandiaga Uno yang akan direstui menjadi wakil Prabowo Subianto. Dari wacana koalisi keumatan, menjadi koalisi adil dan makmur, lalu sekarang Indonesia menang. Sekilas tampak wajar, karena realias politik hari ini, mensyaratkan Elektabilitas, Popularitas, dan isi tas.
Tahukah saudara, dalam beberapa kali ijtima Ulama, tidak ada kalimat yang berbunyi,  "siapa yang bersebrangan dengan kami adalah pengkhianat", tujuh kata ini sekarang sedang diatribusikan kepada Partai Bulan Bintang, secara masif dan berulang-ulang, terutama di media sosial. Inilah dia salah satu produk dari black Market Of "Ijtima ulama", tentu ulama-ulama banyak yang tidak  setuju, tapi melihat tidak adanya pembelaan atau kalimat yang menengahi dari ulama yang berijtima', maka catatan ini adalah bagian untuk mengingatkannya.
Padahal sama-sama kita ketahui, sejak Partai Bulan Bintang berdiri, para fungsionaris Partai memperjuangan tujuh kata yang bisa merubah arah negara secara significant, tujuh kata tersebut ialah: "Dan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya", tujuh kata ini usianya lebih tua dari semua visi partai koalisi Indonesia Menang, dan kalimat ini sudah diperjuangkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Sekarang giliran kami.
Bila diawal kemerdekaan ada seorang Kaigun dari timur yang menjadi dinding tebal sebagai sebab dicoretnya tujuh kata ini, lalu pada masa berikutnya ada kelompok komunis, sekularis, liberalis yang menghambat kembali nya ruh kemerdekaan Indonesia, maka kali ini, janganlah hal itu diperankan oleh para sesama Muslim, bukankah saudara-saudara juga  ingin melihat nilai-nilai Islam berlaku di bumi Indonesia? Itulah visi Partai kami, "Terwujudnya Masyarakat Indonesia yang Islami".
Sudahilah mengucapkan "tenggelamkan Partai Bulan Bintang", cabutlah cap "partai pendukung penista agama", sungguh kami jauh dari hal tersebut. Bila hasil rakornas PBB Januari 2019 yang mendasari saudara mengucapkan itu, maka kembalilah pada petunjuk Nabi Muhammad tentang ijtihad, bila salah mendapatkan satu kebaikan, bila benar mendapatkan dua kebaikan. Dan, mohon dibaca benar-benar lima keputusan yang dibacakan malam itu.
Kami sangat setuju dengan adanya Ijitma Ulama, karena kami paham betul, "bahwa suatu bangsa tidak akan maju bila ruhaninya tidak terpimpin", begitu pesan alm. Moh. Natsir, begitu pun pendapat Imam al-Ghazali, "rusaknya umat disebabkan oleh rusaknya para pemimpin, dan rusaknya pemimpin disebabkan rusaknya ulama."
Dengan saya tulisnya catatan ini, besar harapan saya agar dapat dipahami sebagai catatan dari saudara seperjuangan  yang tidak rela "ijtima ulama" dijadikan alat untuk melegitimasi benar memutus hubungan ukhuwwah sesama anak bangsa. Spirit Ijtima ulama harus tetap untuk menggalang kebersamaan umat yang amat beragam ini, juga memberikan keteladanan.
Penulis: Abdul Manan Akbar Kaban
Caleg Partai Bulan Bintang untuk DPRD kota Bogor, Dapil Kec. Bogor Timur-Bogor Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H