Pemilu telah resmi bergulir. Khususnya di wilayah Indonesia, pemilu telah dilakukan kemaren, 9 April. Kemaren adalah permulaan hari bersejarah untuk demokrasi negeri ini. Diawali terlebih dahulu dengan pemilihan anggota legislatif (Pileg) yang akan duduk di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPD dan DPR RI. Sebagai warga Negara yang baik, masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih telah berpartisipasi menyumbangkan suaranya. Dan kini kita semua menunggu hasil dari pemungutan suara yang telah dilakukan kemaren.
Pemilu adalah merupakan pesta demokrasi untuk negeri ini. Semua elemen masyarakat diharapkan dapat ikut berpastisipasi menyukseskannya. Tugas utama warga Negara tentu dengan ikut memilih dan menyumbangkan suaranya. Namun tak tertutup kemungkinan warga Negara juga ikut dalam mengawal jalannya pemilu ini. Salah satu caranya adalah masyarakat bisa berpartisipasi mendaftarkan diri sebagai saksi.
Saksi yang dimaksud disini bertugas sebagai pengawas dan memantau jalannya pemilu dan ikut mengamankan suara yang ada. Masyarakat bisa ikut berpartisipasi sebagai saksi yang bisa memosisikan diri sebagai perwakilan caleg atau parpol maupun sebagai saksi yang lebih memosisikan diri sebagai relawan.
Jika pada hari pemilihan, kita hanya datang ke TPS untuk sekedar mencoblos lalu setelah itu langsung pulang. Maka dengan ikut menjadi saksi, kita punya aktifitas yang lebih bermanfaat dan semakin menambah wawasan tentang gambaran langsung pelaksanaan proses demokrasi di lapangan. Dengan ikut menjadi saksi, kita bisa menambah pengalaman daripada hanya sekedar menyelesaikan tugas untuk memilih lalu pulang ke rumah dan tidak tahu apa yang akan dikerjakan lantaran libur nasional. Karena alasan itulah saya ikut mendaftarkan diri sebagai saksi.
[caption id="attachment_319482" align="aligncenter" width="448" caption="dokpri"]
Seperti yang telah saya sampaikan tadi, bahwasanya status saksi ini bagi saya hanya sebagai relawan dan ingin tetap bersifat netral tidak terikat dengan parpol. Karena ini adalah merupakan pengalaman perdana maka saya berusaha untuk antusias melaksanakan tugas sebagai saksi.
Saya begitu bersemangatnya bahkan demi tugas saksi ini saya rela bangun pagi lebih awal. Sekitar pukul tujuh saya sudah berada di TPS dan menyaksikan secara langsung prosesi pengambilan sumpah para panitia pemilu. Dengan tentunya terlebih dahulu menyerahkan surat mandat agar keberadaan kita disana sebagai saksi yang legal dan diakuin sehingga apapun yang kita lakukan di TPS tidak ada orang yang usil alias sewot.
[caption id="attachment_319490" align="aligncenter" width="512" caption="dokpri"]
Pada detik-detik awal, calon pemilih yang mendatangi TPS tidak begitu ramai. Namun beberapa jam berikutnya yang datang semakin ramai saja dan kebanyakan datang ke TPS bersama teman, orang tua dan anggota keluarganya. Hal tersebut menjadikan TPS yang kecil semakin terasa sempit. Untunglah semua calon pemilih yang datang ke TPS bisa bersikap sabar dalam menunggu giliran mencoblos di bilik suara.
Detik berganti menit dan menitpun berganti jam serta matahari semakin meninggi. Padahal tadi belum sempat sarapan, walau lapar menghadang, karena rasa semangat dan antusias yang tinggi membuat saya merelakan lambuang di dalam perut terbakar karena keroncongan. Walau keringat dingin beberapa kali mengucur tetap saja tak bergeming meninggalkan TPS. Saat sudah benar-benar tak tahan menahan lapar untunglah warung makan hanya “lima langkah” sehingga setelah mengisi tenaga bisa segera kembali ke TPS.
Hampir menjelang zuhur, pemilih yang telah mendaftar TPS untuk mencoblos sudah banyak namun belum semuanya yang datang. Dari total DPT jumlahnya sebanyak 306 calon pemilih. Namun yang datang mendaftar ke TPS hanya 228 orang. Itupun hanya total suara yang masuk ke kotak suara hanya sebanyak 227 sedangkan satu suara lagi dipastikan tidak ikut masuk lantaran si pemilih tidak ikut mencolblos dan hanya datang ke TPS untuk sekedar mendaftar.
Total 228 jumlah pemilih yang datang ke TPS, 5 diantaranya merupakan pemilih tambahan. Ada yang memilih dengan membawa surat pengantar dan ada juga yang hanya membawa KTP lantaran alamat tempat tinggalnya yang terdata berada sama dengan lokasi TPS.
Tepat pukul satu, panitia sudah siap-siap hendak melakukan penghitungan suara. Kertas besar yang biasanya digunakan untuk menuliskan hasil penghitungan manual, dipajang di dinding.kotak suara masih tersegel dan panitia mempersilahkan para saksi untuk memastikannya.
[caption id="attachment_319491" align="aligncenter" width="336" caption="dokpri"]
Penghitungan suara pun dimulai. Pada penghitungan yang pertama untuk DPR RI ini rasanya sangat membosankan sekali. Surat suara harus di cek satu persatu dengan jeli dan ketelitian tingkat tinggi. Sedangkan jumlah surat suara yang ada di setiap kotak suara sungguhlah banyak. Jadi memang benar-benar membosankan!
[caption id="attachment_319492" align="aligncenter" width="336" caption="dokpri"]
Saat penghitungan kotak suara yang pertama ini terjadi suasana yang cukup tegang antara panitia dan para saksi. Pertama saat ketika memutuskan suara yang cukup meragukan. Maka untuk meyakinkan para saksi, panitia menunjukkan kembali lembaran tanda-tanda suara dianggap sah atau tidak sah. Kedua, disaat penghitungan kotak suara yang pertama ini selesai kemudian setelah dihitung, hasil akhir yang dihitung saksi berbeda hasil penghitungan panitia. Namun setelah dikoreksi ulang secara bersama-sama antara saksi dan panitia barulah suara yang ada pas dan penghitungan suara pun bisa kembali dilanjutkan.
[caption id="attachment_319493" align="aligncenter" width="439" caption="dokpri"]
Ternyata proses penghitungan suara secara manual ini memakan waktu yang sangat lama. Untuk menghitung suara di empat kotak suara membutuhkan waktu selama hampir delapan jam dan sudah termasuk didalamnya rehat sejenak untuk ishoma. Sangat-sangat terasa membosankan dan melelahkan namun panitia dan saksi harus tetap fokus dalam menghitung agar tidak ada suara yang hilang atau gugur sia-sia hanya karena kurang jeli memastikannya.
Pada pileg kali ini, saya menemukan banyak hal-hal seru selama mengikuti jalannya pileg. Misalkan saat menghitung suara DPD, ada satu caleg yang menguasai atau memimpin perolehan suara bahkan bisa dibilang menang mutlak untuk penghitungan di TPS tersebut. Ditemukan juga bahwa partai-partai yang sebelumnya cukup banyak mendapatkan suara, pada pileg kali ini malah cenderung “terjun bebas” dan memperoleh suara yang sedikit sekali lantaran kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Selain itu, hal unik lainnya adalah batu digunakan untuk menekan kertas yang sudah dihitung agar tidak terbawa angin dan bercampur. Hal tersebut jadi terlihat lucu.
[caption id="attachment_319494" align="aligncenter" width="336" caption="dokpri"]
Pada pileg kemaren, saya mengamati bahwa yang mengurusi kepanitiaan semuanya orang dewasa hingga lansia. Tidak ada satu pun anak muda yang menjadi panitia. Padahal kan keberadaan anak muda bisa membuat nuansa pemilu menjadi lebih sportif dan menarik.
Selain itu juga ada beberapa koreksi untuk pelaksanaan pileg kemaren. Seperti kurangnya informasi yang dipasang di papan-papan pengumuman. Yang ada terpasang hanyalah daftar caleg yang akan dipilih. Informasi tentang contoh suara yang sah dan tidak sah, malah tidak dipasang. Hal itu menurut saya juga mempengaruhi banyak suara yang gugur atau tidak sah. Polisi sebagai pihak yang mengamankan pileg ini agar berjalan dengan aman, hanya mendatangi TPS sebentar saja yakni diawal dan diakhir saja.
[caption id="attachment_319495" align="aligncenter" width="448" caption="dokpri"]
Ada juga beberapa saksi yang tidak stand by berada di TPS. Sama dengan polisi tadi, ada beberapa saksi yang juga hanya datang diawal lalu pergi, kemudian baru datang kembali ke TPS saat akan dilakukan penghitungan suara.
Seharian di TPS, itulah yang saya dapatkan. Saya menemukan banyak hal-hal baru, seru, unik dan menarik dalam proses demokrasi di negeri ini. Ini merupakan pengalaman yang baik untuk saya ke depannya. Dengan ikut mencatatkan diri sebagai saksi demokrasi di negeri ini, saya merasa sangat bangga sekali.
Semoga pileg yang berlangsung kemaren berjalan dengan baik dan tidak terlalu diwarnai dengan kecurangan. Semoga para pemilih semakin jeli dan berani untuk menentukan aksi. Para caleg lebih mempersiapkan diri. Serta untuk negeri ini, bisa segera maju sejahtera. Mudah-mudahan pileg kemaren mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi kita semua. Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H