Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Pelajar Rantau Pulang Kampung

6 Juli 2012   13:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:14 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_192740" align="aligncenter" width="640" caption="tiket pesawat/ admin/ www.anneahira.com/images/jual-tiket-pesawat.jpg"][/caption]

AKBARPITOPANG --- Belajar di daerah luar seperti rantau memiliki sensasi tersendiri bagi para pelajar. Merantau sambil belajar di negeri orang membuat si anak bisa lebih dewasa dalam memaknai kehidupannya. Itu harapan dari orang tua yang merelakan anaknya merantau ke negeri orang untuk menuntut ilmu. Juga bagi si anak yang memutuskan untuk melanjutkan studinya di perantauan.

Banyak hal yang diperleh ketika di perantauan. Selain ilmu dan wawasan tentunya juga banyak hal-hal penting dan luar biasa yang diperoleh. Berbeda jika kuliah di daerah asal sana. Di perantauan kita akan memperoleh banyak hal untuk mewarnai kehidupan ini. Kesempatan itu hanya bisa diperoleh oleh para pelajar perantauan.

Kali ini kita akan coba mengupas sedikit fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswa atau pelajar yang kuliah di rantau. Kita akan menitik beratkan topik pengamatan tentang pulang kampung atau moda transportasi yang dipilih oleh para pelajar untuk pulang ke kampung yang mereka nanti-nantikan.

Masa liburan telah lama datang. Para mahasiswa sudah banyak yang telah menyelesaikan kegiatannya di kampus. Ujian semester sudah diikuti dengan baik tinggal menunggu hasilnya akan seperti apa. Untuk melihat hasilnya bisa membuka internet, di situs kampus sudah disediakan. Jadi bagi mahasiswa luar daerah yang sudah pulang kampung bisa dengan mudah mengetahui hasil usahanya selama satu semester ini. Kegiatan di kampus sudah diliburkan. Itu berarti waktunya untuk melepas rindu pada kampung halaman telah dimulai.

Kemudian para pelajar rantau sibuk mempersiapkan berbagai hal sebelum pulang. Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Baik itu hal pokok maupun penunjang seperti oleh-oleh bagi keluarga dan teman yang menanti di kampung sana. Untuk hal pokoknya tentu terletak pada moda transportasi yang akan digunakan. Hal ini sangat penting dan tak bisa dikesampingkan begitu saja.

Bagi mereka yang benar-benar sudah siap dan tak sabar ingin pulang kampung sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Mereka sudah berburu tiket promo untuk mendapatkan harga yang sesuai. Bahkan sebulan sebelum hari keberangkatan sudah diburu.

Namun bagaimana jika mahasiswa telat berburu tiket promo? Apa yang akan dilakukan? Yang pertama tentu mencoba mencari tiket promo yang masih tersisa. Mana tahu masih ada yang tersisa dan kita bisa mendapatkannya.

Ada banyak jenis moda transportasi yang dipilih oleh para mahasiswa. Ada yang memilih menggunakan jasa pesawat terbang, kapal laut ataupun jalur darat dengan bus atau mobil travel.

Tinggal tergantung pada kondisi kantong. Jika memang banyak dana bisa memilih pesawat terbang namun jika tidak tentu akan memilih menggunakan bus. Namun jika benar-benar tak memungkinkan lagi ternyata ada juga yang tak pulang kampung. Duh.. Kasihan..

Kemaren tiga orang teman saya berangkat menuju kampung tercinta dengan pesawat. Saat ini mereka bisa beristirahat dan melepas rindu disana.

Kemaren sebelum mereka pulang, saya sempat menanyakan harga tiket yang mereka dapatkan. Ternyata rata-rata harganya diatas satu jutaan. Waw… mahalnya untuk kantong mahasiswa…

Seorang teman bertanya kepadaku, “pantaskah mahasiswa pulang naik pesawat sedangkan orang tuanya dirumah mati-matian cari uang untuk beli tiketnya itu?”.

Saya sempat diam mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang menggugah perasaan kita sebagai seorang mahasiswa. Dan sebenarnya saya sendiri merasa tersindir dengan pertanyaan itu. Kenapa? Karena pada awalnya ia bertanya padaku perihal moda transportasi yang akan saya gunakan untuk pulang kampung. Lalu saya mengatakan berencana naik pesawat.

Ia terlihat seperti sedikit menyindir. Waw… enak ya bisa pulang naik pesawat. Lama perjalanannya hanya sebentar. Cukup memakan beberapa jam saja lalu setelah itu kaki badan telah tiba di kampung tercinta. Beda kalau naik bus. Perjalanannya lama bahkan bisa sampai tiga hari tiga malam. Pasti lelah sekali ya kalau naik bus.. Hmm.. Padahal ibunya tuh mati-matian cari uang untuk beli tiket. Bagaimana ya perasaannya?

Batin saya yang merasa terganggu dengan kata-kata seperti itu mencoba memberikan perlawanan. Saya membawanya dalam sebuah debat kecil.

Memang enak ya naik pesawat walaupun harga tiketnya mahal. Tinggal ke bandara, nunggu pesawat datang, terbang lalu sampai di negeri seberang. Kalau naik bus pasti lama sekali kan.. Gak kebayang tuh betapa melelahkan. Namun apakah kita bisa mencari titik masalahnya dulu seperti apa?

[caption id="attachment_192741" align="aligncenter" width="574" caption="jika pulang kampung pakai bus/ admin/ wartapersada.com"]

13415556951545918163
13415556951545918163
[/caption]

Ada banyak faktor yang membuat mahasiswa-mahasiswa itu pulang naik pesawat. Demi efisiensi saya rasa memilih naik pesawat sebuah pilihan yang baik. Tingkat keamanan dan keselamatannya cukup. Berbeda halnya jika memilih bus. Tingkat keamanannya belum terlalu terjamin. Tindak kejahatan masih sering terjadi seperti kehilangan barang berharga maupun barang bawaan.

Ditambah dengan masalah keperluan makan saat di perjalanan. Perjalanan yang memakan waktu lama tentu memerlukan tenaga juga. Kebutuhan makan tak bisa dipisahkan saat melakukan perjalanan. Maka untuk perjalanan yang memakan waktu lama tentu juga membutuhkan biaya. Dan jika di kalkulasikan perhitungan akan sama saja. Tak beda jauh jika memilih pesawat. Saya rasa seperti itu.

Namun teman yang tadi menambahkan bahwa sebagai seorang mahasiswa cobalah untuk keluar dari zona nyaman. Mulai dari sekarang cobalah untuk hidup susah agar ketika nanti lulus tak terlalu cangguh terjun ke tengah-tengah masyarakat. Sisa uang yang digunakan untuk membeli tiket itu bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Katanya lagi, uang yang hanya seratus atau dua ratus ribuan sisa beli tiket itu cukup berharga. Karena untuk mendaparkannya orang tua kita bersusah payah dulu.

Namun memang itu semua dikembalikan pada individu masing-masing yang bersangkutan. Bisa saja orang tua mereka hidup berkecukupan dan punya banyak uang untuk memenuhi segala keperluanya. Sehingga untuk masalah tiket tadi tak perlu dipermasalahkan yang penting anak tercinta selamat sampai dirumah. Perhatian orang tua sebegitu besarnya pada anak, apakah anak juga demikian?

Mahasiswa mungkin seharusnya merasa malu ketika ditanya oleh orang kampung pulang pakai apa. Apakah mahasiswa akan dengan enteng menjawab pulang naik pesawat? Sedang dimata masyarakat tiket naik pesawat tak bisa dibilang murah.

Jika kasusnya demikian bagaimana seharusnya sikap mahasiswa? Menjadi seorang mahasiswa memang penuh dilema dan berbagai tekanan datang menghampiri. Namun dari sanalah mahasiswa juga bisa belajar mendewasakan diri untuk menjadi seseorang yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun