Ketika selesai shalat maghrib aku tiba-tiba teringat ajakan teman ketika di kampus siang tadi untuk ikut hang outke pasar malam. Lucu gak? Hang out kok di pasar malam. Kelihatannya memang sedikit lucu kalau ajakan itu di tujukan ke anak muda yang suka menghabiskan waktu di mal atau kafe-kafe mewah.
Maka aku langsung menghubungi anik untuk mengajaknya juga untuk gabung hang out ke pasar malam. Karena sebelumnya dia telah mengkonfirmasi untuk ikut. Selain karena mungkin aku yang ngajak dan dia merasa gak enak hati jika menolak ajakanku disamping itu aku juga sangat berharap. Karena sudah pasti aku mengharapkan tumpangan motornya. He.. he.. he..
Selesai shalat isya aku langsung segera mencari keberadaan hape kesayanganku. Ternyata di atas ranjang dan langsung memainkan jemari menyentuh tombol-tombol huruf pembentuk kata.
“anik kamu dimana? Sudah siap belum? Aku udah nunggu lama ni. Teman-teman yang lain juga udah pada nungguin dari tadi tu...!”
“iya.. iya..! sabar. Ni lagi mau berangkat. Ditunggu aja gak bakalan lama kok.”
Aku pun bersiap-siap di depan kaca. Dengan sedikit mengibaskan rambut yang ada didepan keningku, aku pun melempar senyum ke bayangan yang berdiri tegap di depan kaca. Dalam hati aku pun sedikit berlagak sombong pada diriku sendiri. Tenyata aku gak kalah gagah kok dari yang lain. Hohoh.. :0
Aku pun menunggu anik dengan jantung berdetak sedikit agak kencang. Maklum aku memang suka begitu. Selain tidak terbiasa datang terlambat juga merasa tidak nyaman membuat orang lain menungguku. Lalu tidak lama kemudian anik pun tiba di depan asramaku. Aku pun bergegas membelokkan motornya dan langsung tancap gas.
“nik, kok lama sich? Tadi ngapain aja di kosmu? Dandan ya? Lama amat...”. aku pun mencoba menhangatkan suasana ketika di atas motor agar selama perjalanan ke rumahnya rini tidak terasa jauh. Lalu anik pun mencari alasan.
“yehhh... enak aja. Aku kan emang udah manis ngapain dandan lama-lama. Gak dandan pun juga bakalan manis. He..he.. kamu sich... tadi aku udah tanyain kamu jadi ato gak, tapi kamu balas sms-ku lama...”
“iya... aku yang salah... aku balas sms-mu lama. Aku kan tadi shalat makanya telat.” Dengan alasan seperti itu, dalam hati aku yakin kalau aku yang menang debat ma anik. He.. he..
Di perjalanan aku menyuruh anik untuk memperhatikan bangunan di kanan jalan. Sedangkan ku memperhatikan bangunan-bangunan yang berdiri di kiri jalan. Karena seingatku simpang ruahnya rini berada di sebelah kiri jalan. Tidak lama kemudian aku melihat simpang yang di cari lalu membelokkan stang motor dan kemabali mencari simpang selanjutnya yang akan mengantarkan kami kerumah rini. Di depan sebuah gerbang tertulis nama “jalan tanjung”. Kami masuk ke simpang itu dan kembali berusaha mencari simpang selanjutnya. Namun simpang yang kami tuju kali ini tidak berada di sebelah kiri seperti simpang-simpang sebelumnya. Aku dan anik ingat betul kalau simpangnya atau gangnya berada disebelah kanan karena kami sama-sama sudah pernah berkunjung kesana sebelumnya. Kita melihat sebuah gang dalam hati kami sama-sama yakin kalau itu gang yang benar. Motorpun melaju. Namun kami bingung sepertinya ada yang ganjil. Dalam ingatan rute yang pernah kami lalui berbeda dari yang sebelumnya.
Aku pun berbalik arah. Anik mengajakku untuk kembali ke simpang diawal rute. Aku menurutinya dan mencari simpang lainnya. Kami lagi-lagi dibuat bingung. Karena jalan tersebut belum pernah kami lalui. Kami akhirnya memutuskan untuk kemabali ke simpang pertama tadi. Ditepi jalan kami berhenti dan mematikan mesin. Anik langsung menghubungi rini. Setelah berbicara beberapa menit anik menutup panggilan. Anik bilang ternyata benar kita salah jalur. Gangnya bertuliskan “jalan tanjung II”. Gang yang membuat kami tersasar tadi adalah “jalan tanjung I”. Berarti seharusnya tadi kami meneruskan perjalanan dan memasuki gang selanjutnya bukan malah berbalik arah.
Kami pun tiba didepan rumah yang dituju. Di beranda, rini telah menunggu kami bersama dua orang teman lainnya yaitu nisa dan hawa. Aku sedikit merasa kecewa dan juga risih. Ternyata yang cowok hanya aku seorang. Sedangkan pacarnya rini setelah dijanjikan siang tadi juga ikut gabung malah berhalangan datang. tapi bagiku itu tidak masalah. Yang penting kita jadi ke pasar malamnya. Kami akhirnya menuju destinasi pasar malam berjumlah lima orang. Dan aku sebagai body guard-nya karena aku satu-satunya berjenis kelamin laki-laki diantara mereka. Hahahah....
Setelah memarkirkan kendaraan kami langsung bergegas masuk ke lokasi letak pasar malam diadakan. Aku sebenarnya sedikit kecewa karena permainan yang disediakan hanya sedikit. Aku pun mencari permainan yang dapat memicu adrenalin. Aku sebenarnya takut yang berbau tantangan tapi aku suka sesuatu yang menegangkan. Aku mengajak yang lain untuk memilih permainan berbentuk kincir angin. Mereka bertiga dan aku bersama anik. Ternyata permainan yang kami pilih sedikit membosankan. Malah membuat kepalaku terasa pusing. Setelah permainan usai kami pun duduk sebentar. Ternyata ada temanku yang sudah gak kuat. Ternyata dia memang takut ketinggian.
Mataku pun tertuju pada sebuah permaianan yang menurutku menantang untuk di coba. Bentuknya seperti ayunan besar dengan gaya seperti seekor naga dan kami duduk di atas bangku-bangku dipunggung naga tersebut. Bangku bisa ditempati dua hingga tiga orang. Karena hawa tidak ikut mencoba kami di tempatkan oleh penjaganya di ujung dari deretan bangku-bangku tersebut. Rini dan nisa duduk di ujung arah kepala lalu aku dan anik diujung arah ekornya naga.
Sepertinya permainan ini cukup menegangkan. Kelihatannya seru dan menarik. Dengan sedikit bercanda aku berkata pada penjaganya agar ayunannya di kencangkan.
“yang kencang ya, mas...!”
“wuih.. gayamu mbo.. emang berani?” tanya rini kepadaku dengan nada sedikit meledek.
Aku hanya menyunggingkan senyumku pada rini. Penjaga itu tidak menjawab perkataanku tadi tapi malah hanya menyunggingkan senyumnya yang kelihatan agak di paksakan karena raut wajahnya kelihatan seperti ada sesuatu dibalik senyumnya itu. Mungkin dalam hati penjaga itu bermaksud untuk mnguji nyali kami berempat.
Mesinnya pun lalu di gerakkan. Awalnya berjalan pelan. Lalu lama-kelamaan semakin terasa kencang. Permainannya mulai terasa menegangkan. Ayunannya makin kencang. aku terkejut dengan teriakan mereka bertiga. Tapi aku malah tertawa keras. Lagi-lagi mereka menjerit ketika posisi kami seperi akan terjatuh dari buaian. Gerakan ayunan yang sangat kencang seakan membuat kami berada di posisi 90 derjat. Coba bayangkan sebuah ayunan yang di ayun dengan sangat kencang lalu membuat posisi 90 derjat. Sangat mengerikan kalau anda berada di posisi seperti yang kami rasakan. Seakan kami mau jatuh dari ayunan yang sangat kencang itu. Ditambah lagi pegangan tangan yang dapat bergerak kalau tangan kami tertumpu pada pegangan itu yang sekaligus menjadi tumpuan untuk pinggang. Seakan tubuh terpelanting jauh ke tanah dengan semua tulang patah sangat parah. Jantungku benar-benar terasa akan copot. Ketika ayunan di posisi 90 derjat, napasku tersentak karena jantung yang seakan mau pecah. Ditambah lagi suara teriakan mereka bertiga yang sangat keras. Mungkin orang-orang pasti menyaksikan seperti apa kami berjuang melawan ketegangan itu. Sepuluh kali lipat lebih kencang dari ketegangan yang dirasakan ketika menumpang sebuah mobil yang melaju cukup kencang lalu terpelanting ke ruas jalan yang lebih rendah. Atau bayangkan juga sepuluh kali lipat perasaan yang anda rasakan ketika meloncat dari ketinggian beberapa meter ke sebuah kolam renang. Alangkah mengerikan. Sampai-sampai anik seperti memelukku dan merangkul jaketku dekat pinggang bagian belakang dengan tangannya yang begitu kuat.
Kami menjadi objek perhatian. Orang-orang menyaksikan kengerian yang kami rasakan. Ditambah lagi jeritan kuat para cewek bertiga itu karena amat ketakutan akan betapa menegangkannya permainan yang menurutku kami memang tidak salah pilih. Dengan suasana yang mengerikan itu rini bersikeras kepada penjaganya untuk segera menghentikan mesin yang menjadi tenaga yang mengayun kami. Karena rini kasihan melihat anik tidak kuat karena anik seperti mau muntah.
“udah mas..!!! udah!! Kita mau turun! Tuh liat teman kita ada yang mau muntah!” teriak rini sambil mengancam penjaga tersebut.
Tapi, penjaga itu malah diam dan melempar senyumnya lagi pada kami. Mungkin ini yang aku maksud diawal tadi. Penjaga itu telah berhasil menguji mental kami. Sekaligus menarik perhatian orang agar mau mencoba sensasi seperti yang kami rasakan.
Kami pun turun lalu duduk di atas bangku panjang tak jauh dari permainan tadi. Aku menarik napas panjang lalu menghembuskan keluar dari rongga dadaku. Jantungku terasa sangat lega. Kami telah aman dari maut yang tadi seakan merenggut nyawa kami bertiga. Sampai beberapa kali napasku masih menyembul dengan kuat.
***
Sebelum kami pulang, aku dan anik menyempatkan mencoba permainan lain. Kami memilih tantangan berupa memasukkan gelang rotan ke sebuah target yang di dalamnya ada sebuah jam tangan. Kami mencobanya beberapa kali dengan cara bergantian. Ketika jam tangan yang aku idamkan sulit untuk di dapatkan aku mencoba untuk menolong anik mendapatkan jam tangan yang ia tuju. Ketika gelang rotang ku lemparkan ke arah jam tangan tersebut, gelang rotan tersebut mental ke sebuah jam tangan untuk cowok. Aku pun mendapatkan sebuah jam tangan yang tidak terlalu menarik. Sampai giliran kami melempar habis, anik tidak mendapatkan jam tangan satupun. Tapi kami merasa sama-sama senang. Karena tujuan kami awalnya memang haya untuk mencari kesenangan dan tawa.
***
Jam sembilan malam lebih kami putuskan untuk balik kerumah. Maklum mereka berempat adalah cewek dan jam segitu memang waktunya untuk sudah berada di rumah.
Aku dan anik mengantarkan rini pulang kerumahnya. Sedangkan nisa dan hawa sudah berangkat dulua menuju rumahnya hawa. Aku dan anik meminta helm kami yang tadi dititipkan ditempatnya rini. Setelah itu kami pun berpamitan pada rini untuk pulang.
Kemudian aku dan anik melaju di jalan kota menuju asramaku. Aku turun didepan gerbang asrama. Kemudian anik pamitan pulang ke kosnya dan aku pun masuk ke dalam asramaku.
***
Sambil merebahkan badan diatas ranjang yang kasurnya sudah mulai tipis, aku mencoba mengingat pengalaman kami di pasar malam tadi. Bagiku ini pengalaman mencoba kembali permainan-permainan yang ada di pasar malam setelah sekian lama tidak menikmatinya. Terakhir aku mencoba permainan seperti itu ketika aku masih berada di bangku sekolah dasar. Hmm... nostalgia ni ceritanya...
Aku jadi ketawa sendirian kalau mengingat ekspresi anik, rini dan nisa ketika menjerit histeris. Aku juga sedikit malu pada diriku sendiri ketika anik seperti memelukku diatas ayunan tadi. Padahal kami tidak ada hubungan apa-apa. Mungkin hanya teman tapi mesra. Hahaha..... juga dapat jam tangan lagi. Dengan biaya yang terbilang amat murah aku dan yang lainnya bisa merasakan sensasi mengasyikkan seperti itu. Walau kalah jauh dari sensasi yang dapat dirasakan ketika berada di TMII, Ancol, atau Dufan yang ada di Jakarta.
Tapi cukuplah untuk mendapatkan hiburan dengan biaya murah sekaligus nostalgia kenangan masa kecil yang sudah lama tidak dirasakan karena terperangkap oleh kesibukan dan pengaruh globlisasi saat ini. Mudah-mudahan pasar malam seperti ini tetap eksis dan tidak mati karena pengaruh perkembangan zaman. Masyarakat yang tidak punya modal banyak pasti akan tetap memilih alternatif hiburan seperti ini.
Thanks mas...! karena udah bikin jantung kita mau copot! :):):)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H