Hari ini, deru langkah para siswa dan suara riuh di halaman sekolah menjadi pertanda bahwa dunia pendidikan kembali bergerak. Setelah sekian pekan kita menikmati libur Lebaran. Para insan pendidikan kini bersiap menyambut Semester Genap dengan energi baru.
Libur Lebaran bukan sekadar waktu rehat. melainkan momentum yang sarat makna. Ramadan dan Idul Fitri telah memberikan ruang refleksi untuk menyucikan hati. serta menguatkan nilai-nilai spiritual yang mendalam bagi setiap guru dan tenaga pendidik.
Alhamdulillah, selama Ramadan dan cuti Lebaran semestinya telah memberikan waktu healing memadai yang menenangkan jiwa, menjernihkan pikiran, serta semangat yang kembali menyala. Kini saatnya menata langkah dengan lebih terarah dan bermakna.
Guru, sebagai garda terdepan di lingkungan pendidikan adalah pilar penting yang menentukan kualitas generasi masa depan. Maka, hari pertama sekolah ini adalah waktu emas untuk merenung. Sejauh mana kita telah menjalankan amanah profesi ini?
Di balik label "pengajar", terdapat tanggung jawab moral dan sosial yang besar. Guru bukan hanya penyampai materi melainkan juga pembentuk karakter. dan pelita yang menerangi jalan anak bangsa dalam menemukan jati dirinya.
Momentum pasca-Lebaran adalah waktu yang ideal untuk me-reset diri. Seperti halnya gadget yang butuh restart agar bekerja optimal. begitu pula guru perlu menyegarkan niat dan orientasi kerja demi memberikan yang terbaik.
Mari jadikan pengalaman Ramadan sebagai bahan bakar keikhlasan dan profesionalisme. Kesabaran saat berpuasa dan kebersamaan saat Lebaran adalah modal penting dalam membangun lingkungan belajar yang sehat dan berempati.
Seorang guru itu tanggung jawabnya tentu tidak hanya di dalam kelas saja. Ia menjalar hingga ke siswa yang tercermin dalam perilaku murid dan terasa dalam relasi antar pendidik. Maka, guru harus hadir dengan aura positif, bukan energi negatif.
Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan lama yang tidak produktif. Gosip, sikut-sikutan, dan rasa iri antar guru bukan hanya menggerogoti etos kerja. Akan tetapi, juga mencemari ekosistem pendidikan yang semestinya menjadi ruang tumbuh yang sehat.
Hindari menjadi "guru toxic", istilah yang menggambarkan perilaku negatif yang menciptakan suasana kerja tidak nyaman, menularkan pesimisme, atau bahkan menjadi batu sandungan bagi murid dan rekan sejawat.