Di zaman serba digital ini, buku dan smartphone seakan menjadi dua kutub yang saling menarik perhatian kita. Buku dengan pesonanya sebagai "jendela ilmu" berhadapan langsung dengan smartphone yang memiliki daya pikat. Di perpustakaan fenomena ini terasa kian nyata. Seorang anak yang awalnya fokus pada buku tiba-tiba teralihkan oleh notifikasi di layar ponselnya. Sebuah dilema yang seringkali sulit dihindari.
Membaca buku bukan sekadar hobi tetapi juga aktivitas yang membangun literasi, melatih daya kritis, serta mendorong kreativitas. Saat membaca, pembaca diajak berimajinasi menciptakan dunia mereka sendiri di dalam kepala.Â
Antusias dan fokus membaca buku menawarkan pengalaman yang belum tentu bisa digantikan oleh teknologi. Benar, kan?
Lalu, perpustakaan masih menjadi tempat yang menarik bagi banyak orang. Di dalamnya tersimpan ribuan halaman yang siap membuka cakrawala. Ironisnya godaan smartphone menjadi penghalang terbesar bagi anak-anak dan pelajar.
Smartphone memang canggih, serba bisa, dan sering menjadi alat bantu belajar. Namun, di sisi lain ia juga seperti pengganggu. Bayangkan seorang pelajar yang tampaknya sedang asyik membaca sebuah buku lalu tiba-tiba tergoda untuk mengecek Instagram atau TikTok. Jelas saja konsentrasi langsung pecah.
Zoning out adalah istilah untuk menggambarkan situasi ketika seseorang tampak hadir secara fisik tetapi pikirannya melayang entah kemana. Smartphone sering menjadi penyebab utama kondisi ini. Pelajar yang awalnya membaca buku tiba-tiba terseret dalam scrolling konten digital.
Fokus adalah jurus berharga saat belajar. Namun, keberadaan smartphone didekat anak-anak membuat fokus mereka tergerus perlahan. Godaan notifikasi, pesan singkat, video pendek atau melanjutkan bermain game online kerap lebih menarik dibandingkan halaman buku yang penuh kata dan makna.
Membaca buku adalah kebiasaan yang perlu dijaga di tengah kuatnya arus kenyaman teknologi. Meski kita dihadapkan dengan segala kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan smartphone.Â
Perpustakaan dengan suara lembaran buku yang dibuka berubah sepi senyap digantikan dengan pemandangan anak-anak menatap layar.
Adakah yang masih memilih buku meski di tengah gempuran smartphone?