Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cegah Bullying dan Kekerasan, Guru Wajib Punya "Mata-mata"

1 Desember 2024   08:26 Diperbarui: 1 Desember 2024   08:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Keberadaan "mata-mata" berguna untuk mengurai kekerasan di sekolah guna menciptakan lingkungan aman. (Foto Akbar Pitopang)

Kekerasan di sekolah seharusnya menjadi isu yang ketinggalan zaman tetapi nyatanya berita-berita memilukan tentang bullying dan kekerasan masih terus mencuat ke permukaan. Ironisnya, lingkungan pendidikan yang kita dambakan sebagai rumah kedua justru bisa berubah menjadi arena yang mencekam bagi siswa.

Sekolah, yang seharusnya menjadi zona nyaman dan aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh kini berubah menjadi tempat yang menyimpan ancaman tak kasat mata. Setiap insiden bullying yang terjadi tidak hanya meninggalkan luka fisik tetapi juga menghancurkan jiwa korban bahkan ada yang harus meregang nyawa.

Generasi muda saat ini berada di tengah badai perubahan sosial yang besar. Pengaruh teknologi, media sosial, tekanan akademik, hingga persoalan keluarga membuat banyak anak cenderung melampiaskan emosi mereka secara tidak terkendali. Dampaknya terhadap interaksi dengan teman yang seharusnya menyenangkan malah bisa berubah menjadi tindakan kekerasan.

Guru mungkin mengenal siswa di kelas sebagai anak-anak yang sopan, patuh, dan ramah. Namun, ketika di luar pengawasan terutama saat jam istirahat atau setelah jam sekolah di momen menunggu jemputan orangtua malah perilaku siswa bisa berubah drastis. Keseruan bermain tanpa batas seringkali berakhir dengan insiden yang tidak diinginkan.

Guru yang juga memiliki tanggung jawab administratif dan personal terkadang tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengawasi seluruh aktivitas siswa di luar kelas. Saat guru berada di kantor untuk menyelesaikan tugas atau menyiapkan materi pembelajaran ternyata situasi di luar kelas bisa menjadi rawan.

Di sinilah konsep "mata-mata" atau pemantau aktivitas siswa menjadi sangat relevan. Guru dapat menunjuk siswa tertentu yang dianggap bijak dan bertanggung jawab untuk membantu memantau aktivitas teman-temannya di lingkungan sekolah.

Siswa yang ditunjuk sebagai "mata-mata" ini bukanlah pengintai dalam arti negatif melainkan pelopor keamanan yang mampu memberikan informasi kepada guru jika mendapati tanda-tanda kekerasan atau bullying.

Mengapa siswa korban kekerasan malah seringkali enggan melapor? Rasa takut, malu, atau khawatir dianggap lemah mungkin menghalangi mereka untuk menyampaikan apa yang dialami kepada guru atau orangtua. Padahal tindakan pelaporan ini sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih serius.

Kasus yang terjadi di Subang, Jawa Barat, menjadi contoh nyata. Seorang siswa yang awalnya terlihat baik-baik saja tiba-tiba jatuh sakit setelah mengalami kekerasan. Sayangnya, kondisi ini baru menjadi perhatian setelah korban dilarikan ke rumah sakit yang tak lama akhirnya meninggal dunia. (Kompas.id)

Tindakan kekerasan sekecil apapun itu tidak boleh dianggap remeh. Bahkan insiden yang terlihat sepele bisa memicu trauma jangka panjang. Guru dan orangtua harus sigap dalam merespons setiap tanda-tanda kekerasan pada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun