Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menakar Kebijakan Asesmen di Kurikulum Merdeka Era Kemendikdasmen

29 Oktober 2024   13:57 Diperbarui: 29 Oktober 2024   21:13 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang kami lakukan di sekolah saat penerapan Kurikulum Merdeka. (Foto: Akbar Pitopang)

Selain itu, dalam Kurikulum Merdeka yang bertujuan menciptakan pembelajaran berdiferensiasi yang relevan bagi siswa, sangat penting agar penilaian yang diterapkan juga mencerminkan prinsip yang sama. 

Memberikan keleluasaan kepada guru untuk menentukan penilaian akan memberikan hasil yang lebih akurat terkait kemampuan siswa.

Jika Kurikulum Merdeka bersifat inklusif dan memperhatikan keunikan setiap individu siswa, maka proses penilaian yang disentralisasi justru menghambat prinsip ini. Guru, sebagai pihak yang lebih dekat dengan siswa, seharusnya diberikan wewenang penuh dalam penilaian. 

Mengubah paradigma ini tentu bukan perkara mudah, tetapi perlu dipertimbangkan untuk menghindari ketimpangan dan tidak relevan dalam pendidikan yang inklusif dan berbasis kemandirian seperti Kurikulum Merdeka ini.

Kemendikdasmen yang baru ini bisa mempertimbangkan sistem asesmen berbasis sekolah yang akan lebih fleksibel, akuntabel, dan relevan. Dalam konteks penilaian berbasis sekolah memungkinkan guru untuk memberikan evaluasi yang lebih valid dan mendalam.

Apalagi, dengan kehadiran teknologi yang semakin canggih, sekolah sebenarnya bisa mengadopsi metode asesmen berbasis digital yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Hal ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan kertas secara berlebihan dan akan lebih sesuai dengan tuntutan pendidikan abad ke-21.

Dalam jangka panjang di era Kemendikdasmen perlu mengevaluasi efektivitas sistem penilaian. Misalnya mengembalikan UN (Ujian Nasional) dengan prosedur dan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. 

Dengan begitu, pendidikan Indonesia bisa beranjak ke arah yang lebih adaptif, efisien, dan relevan dengan perkembangan zaman.

Namun, semua perubahan ini tentunya harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Mulai dari guru, Kepala Sekolah, komite sekolah, hingga orangtua siswa. 

Kolaborasi yang solid akan sangat penting dalam membangun sistem penilaian yang adil dan tepat sasaran.

Nah, pendidikan haruslah mampu menghasilkan generasi yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan tetapi juga memiliki karakter dan kemandirian. Dan untuk mencapai itu, sistem penilaian yang adaptif dan sesuai dengan profil siswa adalah kuncinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun