Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Amanat Pendidikan untuk Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran

22 Oktober 2024   10:29 Diperbarui: 22 Oktober 2024   18:37 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean pencari kerja saat melamar kerja di salah satu stan di bursa kerja. (KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN)

Pasca dilantiknya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024, harapan besar muncul dari seluruh lapisan masyarakat terkait arah dan kebijakan pemerintahan baru. Publik merasa sangat harap-harap cemas dengan ekspektasi kinerja pemerintahan baru beserta para menteri yang sudah terpilih. Banyak hal yang menjadi perhatian publik, mulai dari pemberantasan korupsi, pemulihan ekonomi, kemudahan mencari kerja, dunia usaha, maupun bidang sosial-budaya dan pendidikan.

Salah satu sorotan utama publik adalah sektor pendidikan, yang menjadi fondasi pembangunan bangsa. Pemerintahan baru diharapkan mampu menghadirkan reformasi yang nyata, terutama setelah restrukturisasi kementerian yang dilakukan.

Dipecahnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi tiga kementerian terpisah, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), serta Kementerian Kebudayaan, adalah upaya untuk memperjelas lingkup kerja dan tanggung jawab masing-masing sektor. 

Pembagian ini dianggap sebagai strategi awal yang baik agar penanganan isu pendidikan dapat lebih fokus dan terarah. Tugas besar kini berada di pundak tiga menteri yang akan memimpin masing-masing kementerian tersebut. 

Permasalahan klasik seperti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kerap menuai polemik, penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang rentan penyimpangan, hingga transparansi pengelolaan dana pendidikan menjadi tantangan utama bagi Kemendikdasmen. Pengelolaan yang akuntabel dan efisien diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional.

Di sisi lain, Kemendikti Saintek menghadapi tantangan dalam memastikan akses pendidikan tinggi yang terjangkau dan inklusif. Biaya kuliah yang seringkali menjadi beban berat bagi mahasiswa harus dipikirkan solusinya, termasuk mengatur ulang kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Beasiswa yang lebih merata, peningkatan kemudahan akses penelitian, serta dukungan bagi inovasi teknologi pendidikan juga menjadi isu yang perlu mendapat perhatian khusus.

Adapun Kementerian Kebudayaan, perannya kini semakin vital dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya lokal di tengah arus globalisasi. Kementerian ini tidak hanya bertanggung jawab terhadap pengembangan seni dan budaya, tetapi juga harus memastikan bahwa pendidikan budaya tetap menjadi bagian integral dari kurikulum nasional.

Ketiga kementerian ini harus bersinergi untuk menciptakan kurikulum yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik semata, tetapi juga mempersiapkan generasi muda untuk siap bersaing di dunia kerja dan persaingan global. 

Kompetensi seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan komunikasi harus menjadi bagian dari pembelajaran sehari-hari di sekolah. Di sinilah peran Kemendikdasmen dan Kemendikti Saintek menjadi sangat penting. Jangan ada lagi siswa SMP atau SMA yang kemampuan literasi dan numerasinya masih sangat mengkhawatirkan.

Antrean pencari kerja saat melamar kerja di salah satu stan di bursa kerja. (KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN)
Antrean pencari kerja saat melamar kerja di salah satu stan di bursa kerja. (KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN)

Banyak generasi muda saat ini yang merasakan kesulitan dalam mencari pekerjaan meskipun telah menyelesaikan pendidikan tinggi. Ini menjadi indikasi bahwa sistem pendidikan masih perlu diselaraskan dengan kebutuhan dunia kerja dan atau industri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun