Kekerasan di lingkungan pendidikan selalu menjadi sorotan. Fenomena ini sangat mengganggu, terutama ketika kita berbicara tentang bagaimana menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar dan tumbuh. Di balik insiden kekerasan, ada banyak faktor penyebab yang saling bercampur aduk, membuatnya sulit untuk menemukan solusi tunggal yang dapat diterapkan secara menyeluruh.
Berbagai studi menunjukkan bahwa tindakan kekerasan di sekolah bisa bersumber dari banyak hal, mulai dari masalah keluarga, pengaruh pergaulan, hingga kondisi mental anak itu sendiri.
Namun, dalam lingkungan sekolah, sebenarnya guru dan staf pendidikan telah berupaya membentuk karakter siswa, membangun akhlak, bahkan mengembangkan sisi spiritualisme anak didik.
Meski begitu, masalah tetap saja ada. Dan sekolah perlu berperan lebih untuk mencegah terjadinya kekerasan.
Dengan diperkenalkannya Kurikulum Merdeka, ada upaya dalam mencegah kekerasan di sekolah melalui pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
TPPK ini diharapkan menjadi garda terdepan dalam menciptakan sekolah bebas kekerasan. Namun, implementasi di lapangan menunjukkan bahwa tim ini belum mampu menjalankan peran pencegahan dengan optimal.
Di banyak sekolah, TPPK hanya aktif dalam hal penanganan kekerasan yang telah terjadi, sementara aspek pencegahan cenderung terabaikan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi TPPK adalah kurangnya pelatihan dan keterampilan untuk mengenali serta menangani potensi kekerasan sebelum menjadi masalah besar. Guru yang sudah disibukkan dengan berbagai tanggung jawab akademis maupun non akademis seringkali tidak memiliki waktu untuk melakukan kampanye anti-kekerasan atau sosialisasi kepada siswa dan orangtua.
Ini menyebabkan TPPK masih terkesan “jalan di tempat” dan kontribusinya belum terasa signifikan.
Penting untuk dipahami bahwa kekerasan di sekolah tidak hanya melibatkan kekerasan fisik. Bentuk kekerasan verbal, emosional, dan bahkan cyberbullying juga semakin marak.
Oleh karena itu, sekolah memerlukan pendekatan yang lebih holistik dalam mencegah berbagai bentuk kekerasan ini. Tidak cukup hanya memiliki tim pencegahan, tetapi juga perlu membangun kesadaran kolektif seluruh warga sekolah.