Pertemanan di usia sekolah dasar bukan sekadar bermain bersama. Ini adalah landasan penting yang akan membentuk bagaimana anak-anak berinteraksi dengan dunia di masa depan. Di balik canda tawa dan kejar-kejaran, terdapat dinamika yang bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak secara signifikan.Â
Pada usia ini, anak-anak mulai membangun interaksi sosial mereka. Teman sebaya menjadi cermin dimana anak belajar tentang diri mereka sendiri dan orang lain.Â
Namun, tidak jarang pertemanan ini terjebak dalam pola-pola negatif seperti sikap mengintimidasi, atau sikap mendominasi yang dapat merugikan.
Ketika perilaku negatif ini dibiarkan, bukan hanya suasana kelas yang terganggu, tetapi juga perkembangan emosional anak juga akan terancam.Â
Pada momen ini intervensi yang bijak dan tepat menjadi penting untuk memastikan bahwa anak-anak tidak membawa kebiasaan buruk ini ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Sebagai guru, mengenali tanda-tanda awal dari dinamika pertemanan yang tidak sehat adalah langkah pertama. Misalnya, adanya kelompok yang mengintervensi temannya atau sikap dominasi yang membuat anak lain merasa inferior (direndahkan).Â
Pola pertemanan di usia ini juga bisa menjadi refleksi dari lingkungan keluarga dan pengaruh media dan teknologi. Anak-anak seringkali meniru apa yang mereka lihat di rumah atau di layar gawai, dan ini bisa mempengaruhi cara mereka memperlakukan teman-temannya.Â
Nah, uang jajan adalah salah satu cara bagi anak untuk belajar tentang tanggung jawab dan manajemen keuangan sejak dini. Namun, seringkali tanpa disadari, anak-anak cenderung berbagi uang mereka dengan teman-teman, bahkan untuk hal-hal yang kurang penting.Â
Jika dilakukan bukan karena niat mulia, hal ini bisa menjadi kebiasaan yang merugikan jika tidak diawasi dengan baik.Â
Orang tua perlu memberikan pemahaman bahwa meskipun berbagi itu baik, ada batasan yang harus diperhatikan agar anak-anak tidak mengalami kesulitan di kemudian hari.
Memberikan uang kepada teman mungkin tampak seperti tindakan sepele, tetapi dibalik itu ada pelajaran besar yang bisa diambil. Anak-anak perlu menyadari bahwa uang jajan mereka memiliki batasan.Â
Ketika uang itu dibagi-bagikan kepada teman, tanpa alasan yang jelas, mereka berisiko tidak memiliki cukup uang untuk kebutuhan mereka sendiri, seperti membeli makanan di kantin.Â
Penting bagi orangtua untuk menjelaskan bahwa uang jajan yang mereka terima adalah hasil dari kerja keras orangtua, dan harus digunakan dengan bijaksana.
Di sisi lain, ada fenomena yang terlihat di kalangan anak-anak SD, yaitu kebiasaan menyuruh teman melakukan sesuatu dengan imbalan uang. Ini adalah praktik yang tidak sehat dan bisa mengarah pada dinamika pertemanan yang tidak sehat.Â
Anak-anak yang terlalu sering menawarkan uang sebagai iming-iming bisa kehilangan nilai penting dari pertemanan yang sejati, dimana interaksi seharusnya didasari oleh kepercayaan dan kebersamaan, bukan oleh transaksi materi belaka.
Uang, meskipun dalam jumlah kecil, bisa menjadi sensitif bagi dinamika sosial di kalangan anak-anak SD. Di usia yang masih sangat muda, anak-anak mulai belajar tentang nilai uang, baik dalam arti harfiah maupun sosial.Â
Fenomena menyuruh teman dengan iming-iming uang tak hanya memperlihatkan bagaimana mereka memahami konsep imbalan, tetapi juga bisa menimbulkan gejolak sosial di antara teman-temannya.Â
Apa yang mungkin dimulai sebagai permainan atau iseng-iseng, malah dapat berkembang menjadi persaingan yang tak sehat, dimana teman-temannya yang lain tentu sama-sama menyukai uang.
Persaingan semacam ini, jika dibiarkan, bisa menciptakan lingkungan yang penuh tekanan bagi anak-anak.Â
Seorang siswa tersebut mungkin merasa terdorong untuk menawarkan lebih banyak uang atau barang demi mendapatkan perhatian atau pengaruh lebih besar di kalangan teman-temannya.Â
Akibatnya, pertemanan yang seharusnya terbentuk dari rasa saling percaya dan kesenangan bersama berubah menjadi medan pertempuran tatkala anak-anak berlomba untuk menunjukkan siapa yang memiliki lebih banyak "sumber daya".
Lebih parahnya, persaingan semacam ini dapat memicu perselisihan dan pertengkaran di antara siswa. Ketika satu anak diintimidasi karena tidak mampu "bersaing" maka perasaan marah atau cemburu dapat timbul.Â
Ini tidak hanya merusak hubungan mereka, tetapi juga dapat mempengaruhi iklim kelas secara keseluruhan. Di sinilah peran guru dan orang tua sangat diperlukan untuk memandu dan mengawasi perilaku anak-anak agar tidak berkembang menjadi konflik yang lebih serius.
Para orangtua mengajari anak-anak untuk menolak permintaan teman yang meminta uang atau imbalan lainnya merupakan langkah penting dalam pembentukan karakter.Â
Anak-anak perlu belajar untuk mengatakan tidak dengan cara yang baik, tanpa harus merasa bersalah atau takut kehilangan teman.Â
Hal itu akan membantu mereka mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian, serta menghindarkan mereka dari perasaan terpaksa atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Orang tua juga perlu terlibat aktif dalam memantau bagaimana anak-anak mereka menggunakan uang jajan.Â
Mengobrol tentang keuangan sederhana bisa menjadi bagian dari pendidikan informal di rumah. Orang tua bisa mencontohkan dengan memberi alokasi uang jajan yang secukupnya dan mengajarkan anak untuk membuat prioritas dalam penggunaannya.
Orang tua perlu berkomunikasi dengan anak-anak mereka tentang bahaya dari praktik semacam ini. Mengajarkan bahwa persahabatan sejati tidak bisa diukur dengan uang adalah langkah penting dalam membentuk karakter anak yang kuat dan mandiri.Â
Anak-anak perlu memahami bahwa hubungan yang sehat dibangun atas dasar saling menghormati dan kesetaraan, bukan atas dasar siapa yang bisa menawarkan lebih banyak "bonus" kepada temannya.
Lalu, di sini peran guru juga menjadi krusial ---bukan hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pengamat dan pemandu kehidupan sosial--- yang membantu anak didik memahami dan mengarahkan pola pertemanan ke arah yang positif.
Penting bagi guru untuk terus belajar dan mengembangkan pendekatan yang kreatif dan persuasif dalam mengelola dinamika pertemanan anak didiknya.Â
Setiap kelas memiliki karakteristik yang unik. Tindakan preventif, seperti diskusi kelas yang mendorong rasa saling menghormati dan rasa empati, dapat menjadi alat efektif untuk membentuk lingkungan yang mendukung.Â
Sebagai guru, menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan menghindari praktik-praktik yang bisa memicu persaingan negatif adalah tantangan yang harus dihadapi dengan bijaksana.Â
Melibatkan anak didik dalam diskusi tentang nilai-nilai pertemanan, serta memberikan contoh tentang bagaimana berinteraksi dengan cara yang positif, bisa membantu mereka memahami pentingnya solidaritas dan kebersamaan.
Melalui bimbingan yang tepat, anak-anak dapat belajar bahwa uang bukanlah alat untuk mendapatkan teman atau mengukur nilai diri seseorang.Â
Sebaliknya, mereka akan mengerti bahwa persahabatan yang sehat dan berharga dibangun melalui komunikasi yang baik, kepercayaan, dan rasa hormat-menghormati.Â
Pada akhirnya, tujuan utama adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa uang bukanlah segalanya, dan tidak semua hal bisa atau harus diselesaikan dengan uang.Â
Mengembangkan kebiasaan baik dalam mengelola uang jajan sejak dini akan membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang bijak, mandiri, dan bertanggung jawab dalam keuangan.Â
Ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya bermanfaat bagi mereka, tetapi juga bagi masyarakat di masa depan.
Oleh karena itu, membangun komunikasi yang baik antara guru, orangtua, dan anak/siswa menjadi kunci dalam membentuk pola pertemanan yang positif.Â
Kerjasama dan kolaborasi ini tidak hanya akan memberikan dukungan kepada anak, tetapi juga memperkaya wawasan guru dalam menangani berbagai situasi di kelas atau di lingkungan sekolah.
Dengan bimbingan yang tepat, pertemanan di usia dini seperti SD bisa menjadi fondasi yang kuat untuk masa depan sosial anak-anak.Â
Sebaliknya, bila tanpa pengawasan yang memadai, pola negatif yang terbentuk bisa terbawa hingga remaja dan bahkan sampai dewasa. Sehingga berpotensi gampang merusak hubungan sosial mereka di masa depan.Â
Oleh karena itu, memahami dan mengarahkan dinamika pertemanan anak SD bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga upaya jangka panjang bagi generasi yang lebih baik.
Sekali lagi, dengan memberikan pemahaman yang jelas tentang nilai uang dan tanggung jawab dalam menggunakannya. Anak-anak akan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.Â
Semoga ini bermanfaat..
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H