Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Untuk Guru, Pilih menjadi Content Creator atau Content Writer?

4 Juli 2024   06:19 Diperbarui: 4 Juli 2024   10:33 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru content writer sedang membuat tulisan. (Sumber gambar: Freepik.com)

Di masa kini, paradigma belajar dan memperoleh pengetahuan telah mengalami revolusi yang luar biasa. Tidak lagi terbatas oleh tembok kelas, pendidikan kini merambah ruang virtual dengan cepat. 

Teknologi telah menjadi jembatan emas yang menghubungkan guru, murid, dan entitas di seluruh penjuru dunia untuk memperkaya wawasan. Fenomena ini membuka cakrawala baru dalam dunia edukasi, dimana informasi bisa diakses dengan mudah melalui layar gawai, dimanapun dan kapanpun.

Media sosial, yang kerap hanya dianggap sebagai sarana hiburan, kini bertransformasi menjadi platform edukatif yang luar biasa. Guru-guru dengan kreatifitas tinggi mulai memanfaatkan YouTube, Instagram, TikTok, dan berbagai platform lainnya untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan. 

Mereka menyajikan konten-konten yang tidak hanya informatif, tetapi juga menarik dan mudah dipahami. Dengan cara ini, proses edukasi menjadi aktivitas yang menyenangkan dan tidak membosankan.

Interaksi antara pengajar dan pelajar juga mengalami metamorfosis. Melalui fitur live streaming dan sesi Q&A, murid bisa langsung berkomunikasi dengan guru serta menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami lewat kolom komentar. 

Fleksibilitas ini memungkinkan pembelajaran berlangsung kapan saja dan dimana saja, sesuai dengan ritme kehidupan modern.

Peran guru juga mengalami evolusi yang tidak lagi hanya sebagai sumber informasi, tetapi juga sebagai fasilitator yang membimbing dan menginspirasi kita semua dalam menjelajahi lautan informasi yang luas. 

Kreativitas dan kemampuan adaptasi menjadi kunci bagi guru dalam menghadapi tantangan ini. Mereka termasuk kita semua harus terus belajar dan mengembangkan diri, agar bisa memberikan yang terbaik dan teredukasi dengan baik.

Di era digital ini, kolaborasi antara teknologi dan pendidikan telah menciptakan peluang yang tak terbatas. Masa depan pendidikan terletak di tangan kita, dan dengan memanfaatkan teknologi secara bijak, kita bisa menciptakan dunia yang mendukung for a better life. 


Fenomena masa kini: guru content creator

Ilustrasi guru membuat konten materi pelajaran dan pendidikan warganet. (sumber: Pexels.com) 
Ilustrasi guru membuat konten materi pelajaran dan pendidikan warganet. (sumber: Pexels.com) 

Di era digital yang semakin canggih, semakin banyak guru yang beralih menjadi content creator. Dengan kreativitas dan mempelajari algoritma konten media sosial, mereka menciptakan konten edukatif yang tidak hanya menarik, tetapi juga viral dan memiliki jangkauan luas. 

Lewat platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok, mereka berbagi wawasan dan insight yang berharga, membuat proses belajar menjadi petualangan seru yang dinikmati oleh siswa dan netizen.

Konten-konten edukasi yang disajikan oleh para guru ini memudahkan pemahaman konsep-konsep kompleks yang sebelumnya sulit dijelaskan hanya dengan buku teks. 

Dengan pendekatan visual dan interaktif, materi pelajaran berubah menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan. 

Banyak video animasi hingga tutorial menjadikan pembelajaran lebih hidup dan menarik bagi para siswa dan followers di media sosial.

Selain menyampaikan materi pelajaran, banyak guru content creator yang memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan pendapat dan memberikan masukan konstruktif. Mereka berbagi pandangan tentang kebijakan pendidikan, mengungkap tantangan di lapangan, dan memberikan solusi untuk perbaikan. 

Cerita-cerita kehidupan sehari-hari guru juga seringkali diangkat, menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya mendukung profesi guru.

Dukungan dari pemerintah, khususnya Kemendikbud juga sepertinya cukup besar dalam mendorong guru menjadi content creator. Berbagai pelatihan, workshop, dan diskusi diadakan untuk membekali para guru dengan keterampilan yang diperlukan. 

Kemendikbud bahkan mengundang guru-guru ini untuk berdiskusi langsung di kantor kementerian, menunjukkan betapa seriusnya perhatian pemerintah dalam mendukung inovasi pendidikan.

Era Kurikulum Merdeka saat ini semakin memotivasi guru untuk menciptakan konten edukasi sebagai bagian dalam proses pembelajaran berdiferensiasi. Dalam semangat Merdeka Belajar, guru didorong untuk mengeksplorasi berbagai metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. 

Guru sebagai content creator juga berperan dalam membangun komunitas belajar yang lebih inklusif. Dengan membagikan konten secara online, mereka menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk mereka yang mungkin tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Ini sejalan dengan visi pendidikan yang inklusif dan merata, dimana setiap orang memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang.

Guru memilih menjadi Content Writer, apakah worth it?

Ilustrasi guru content writer sedang membuat tulisan. (Sumber gambar: Freepik.com)
Ilustrasi guru content writer sedang membuat tulisan. (Sumber gambar: Freepik.com)

Selain menjadi content creator yang berbagi ilmu melalui video, banyak guru yang juga merambah dunia penulisan sebagai content writer. Menariknya, budaya menulis di kalangan guru sebenarnya telah tumbuh dengan baik sejak lama. 

Sebelumnya adanya Uji Kompetensi (Ukom) yang berlaku saat ini, proses kenaikan pangkat yang dahulu mewajibkan guru untuk menyiapkan karya tulis sebagai salah satu syarat yang harus dilengkapi.

Dengan demikian, guru terus terdorong untuk menjalankan budaya dan tradisi menulis sebagai akademisi.

Sebagai content writer, guru tidak hanya berbagi pengetahuan, tetapi juga memberikan inspirasi, pengalaman, opini dan manfaat luas kepada masyarakat. 

Platform seperti Kompasiana menjadi wadah bagi guru untuk terus menulis dan menyebarkan informasi. 

Menulis artikel di Kompasiana, misalnya, memungkinkan guru untuk menjangkau pembaca yang lebih luas dan beragam, sehingga dampak positif dari tulisan mereka bisa dirasakan oleh banyak orang.

Ada berbagai alasan mengapa guru memilih untuk menjadi content writer. Pertama, menulis adalah bentuk refleksi diri yang kuat. Dengan menulis, guru dapat mengevaluasi pengalaman mengajar mereka, merangkum inovasi dalam dunia pendidikan, dan berbagi best practices (praktik baik) dengan sesama pendidik. 

Hal ini tidak hanya sebagai aktualisasi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada komunitas pendidikan secara keseluruhan.

Kedua, menulis membuka pintu untuk pengembangan profesionalisme guru. Melalui artikel-artikel yang dibagikan, guru dapat membangun personal branding yang kuat, memperluas jaringan, dan bahkan mendapatkan peluang kolaborasi serta memperoleh penghasilan tambahan. 

Memiliki portofolio tulisan yang baik bisa menjadi nilai tambah yang signifikan dan menjadi digital presence ---suatu cara untuk menjangkau publik secara online melalui berbagai platform.

Selain itu, menjadi content writer juga memberikan fleksibilitas waktu dan tempat. Ini sangat menguntungkan, terutama bagi guru yang ingin terus produktif di luar jam mengajar. Menulis bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan dan produktif, sambil tetap berkontribusi pada dunia pendidikan.

Lebih jauh lagi, menjadi content writer memungkinkan guru untuk menjelajahi topik-topik di luar dunia pendidikan. Selain menulis tentang isu-isu pendidikan, guru juga dapat menulis topik-topik sosial yang relevan seperti halnya Topik Pilihan di Kompasiana ini. 

Hal ini tidak hanya memperluas wawasan para guru sebagai pendidik, tetapi juga tulisan menjadi lebih kaya dan bermanfaat bagi pembaca.

Menulis adalah cara yang efektif untuk mempengaruhi perubahan. Dengan menyuarakan opini bermakna dan ide melalui tulisan, guru dapat berpartisipasi dalam diskusi publik dan mempengaruhi kebijakan baik yang berhubungan dengan pendidikan maupun kebijakan publik lainnya. 

Tulisan-tulisan yang berwawasan dan berbasis data bisa menjadi alat untuk mendorong perubahan positif dalam sistem pendidikan dan kehidupan di dunia ini.

Membandingkan kelebihan antara keduanya

Menjadi kreator dan menyebarkan manfaat dalam jangkauan luas. (KOMPAS/PRIYOMBODO)
Menjadi kreator dan menyebarkan manfaat dalam jangkauan luas. (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Transformasi guru menjadi content creator adalah salah satu langkah revolusioner dalam dunia pendidikan. Dengan kreativitas dan inovasi, guru dapat membawa pendidikan ke era digital yang dinamis dan inklusif. 

Melalui konten yang edukatif dan inspiratif, guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi dan memberdayakan masyarakat luas. 

Masa depan pendidikan ada di tangan kita, dan dengan memanfaatkan teknologi dan atau platform digital secara bijak, kita bisa menciptakan dunia maya yang lebih baik. Konten-konten dari guru yang sifatnya positif tersebut dapat mengimbangi konten-konten yang asal posting yang (mungkin) membawa dampak negatif bagi netizen.

Sedangkan menjadi content writer adalah salah satu cara bagi guru untuk terus berkarya dan berkontribusi, tidak hanya bagi siswa mereka dan dunia pendidikan, tetapi juga bagi masyarakat luas. 

Di era digital seperti saat ini, tulisan guru memiliki kekuatan untuk menginspirasi, mendidik, dan membawa perubahan. 

Ayo kita tinggalkan jejak digital yang baik, yang mungkin bisa menjadi warisan berharga bagi anak keturunan serta bagi para generasi kini dan nanti.

Di dunia yang serba dinamis, para guru memiliki peluang yang lebih luas untuk berkarya di luar tugas pokok yakni mengajar dan mendidik. 

Baik menjadi content creator maupun content writer, kedua pilihan ini memiliki dampak yang sangat positif dan saling melengkapi. 

Sebagai content creator, guru bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka melalui media video, menjangkau viewers yang lebih luas dengan cara yang menarik dan interaktif. 

Sementara itu, sebagai content writer, guru dapat menyampaikan ide-ide secara mendalam dan terstruktur, memberikan informasi yang lebih kaya dan analitis kepada pembaca.

Menggeluti kedua peran tersebut tentu akan memberikan manfaat ganda. Sebagai content creator, guru dapat menarik perhatian generasi muda yang lebih menyukai konten visual dan interaktif yang bisa menjadi sarana untuk meningkatkan minat belajar siswa. 

Dan dengan menulis, guru juga dapat membangun personal branding yang kuat dan memperluas jaringan.

Terlepas dari pilihan mana yang diambil, yang terpenting adalah kedua aktivitas ini merupakan cara yang positif bagi guru untuk mengisi waktu di luar tugas utama mereka. 

Selain memperkaya diri dengan keterampilan baru, menjadi content creator atau content writer juga memungkinkan guru untuk terus berkontribusi dan dedikasi pada dunia yang tak hanya menginspirasi siswa, tetapi juga memberikan dampak luas bagi masyarakat. 

Oleh karena itu, mari dukung dan apresiasi upaya para guru dalam mengembangkan diri melalui berbagai media. Karena pada akhirnya, tujuan utamanya tetaplah sama: mendidik dan menginspirasi.

Semoga ini bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun