Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengapa Banyak Guru Membenci Aplikasi PMM?

1 Februari 2024   13:29 Diperbarui: 1 Februari 2024   18:43 3765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Untuk meningkatkan kemahiran guru menjalankan tugas mengajar, diperlukan proses peningkatan kompetensi lewat pelatihan-pelatihan. (foto Akbar Pitopang

Namun dalam paradoksnya, perlu diakui bahwa masih ada sejumlah guru yang tetap skeptis serta masih ada guru yang tetap anti-PMM.

Lain dari itu, terdapat resistensi dari sebagian guru yang belum sepenuhnya terbuka terhadap penetrasi teknologi dalam dunia pendidikan. Beberapa mungkin merasa terancam oleh perubahan atau meragukan efektivitas PMM sebagai alat pembelajaran (yang baik) bagi guru. 

Bagi sebagian guru, pergeseran paradigma ini bisa menjadi tantangan yang sulit diatasi, terutama bagi mereka yang telah lama berada di dalam penerapan sistem pendidikan zaman dahulu.

Penolakan terhadap PMM mungkin didorong oleh berbagai faktor, mulai dari ketidakpahaman akan manfaatnya hingga kekhawatiran terkait dengan dampaknya terhadap tradisionalitas metode pengajaran. 

Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa PMM telah memberikan kontribusi positif yang signifikan. Sudah banyak guru dan siswa yang memanfaatkannya sebagai sumber inspirasi dan peningkatan keterampilan. 

Penting untuk melihat pro dan kontra terhadap PMM sebagai bagian dari dinamika perubahan dalam dunia pendidikan. Upaya pendekatan persuasif dan edukasi perlu terus dilakukan untuk membuka pikiran atau “mencerahkan” para guru. 

Pemerintah dan para pemangku kebijakan pendidikan perlu memahami dan mengakomodasi keprihatinan ini untuk memastikan bahwa PMM maupun terobosan-terobosan yang nantinya dihadirkan benar-benar menjadi sarana yang inklusif dan bermanfaat bagi semua lapisan guru.

Dengan bersama-sama menghargai keberagaman pandangan, semoga dunia pendidikan di Indonesia dapat terus bertransformasi menuju arah yang lebih baik.

Fenomena “negative campaign” tentang PMM di media sosial

Media sosial kini menjadi ajang yang ramai dengan beragam opini, termasuk yang membahas dalam konteks pendidikan. Seiring dengan kehadiran PMM, banyak guru, content creator, mantan guru, dan praktisi pendidikan yang menggunakan media sosial sebagai saluran untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap PMM. 

Mereka secara vokal mengkampanyekan isu-isu yang menyoroti sisi negatif dari kehadiran PMM, sehingga membentuk narasi bahwa PMM ini merupakan "mimpi buruk" di dunia pendidikan.

Banyak diantara mereka yang “mendadak” sebagai guru content creator, mereka yang memutuskan berhenti dari profesi guru, ataupun para praktisi pendidikan, memiliki misi agar masyarakat pengguna media sosial melihat PMM sebagai kendala/masalah bagi keberlanjutan profesi guru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun