Kabar mengenai kasus pelecehan seksual yang terjadi di sebuah TK swasta menghebohkan masyarakat pendidikan dan netizen. Ironisnya, pelaku dan korban dalam kasus tersebut ternyata adalah murid-murid di TK tersebut. Kasus ini menciptakan pemandangan yang mencekam di dunia pendidikan anak usia dini.Â
Orangtua korban, terguncang oleh kejadian yang menimpa buah hati mereka, mencari dukungan di media sosial dan terus berusaha mencari keadilan.
Namun, yang lebih mencengangkan adalah tentang respons dari pihak TK terkait. Dalam situasi yang semestinya membutuhkan transparansi dan kejelasan, pihak sekolah terkesan memilih bungkam.
Itu terkesan bahwa mereka lebih memilih melindungi reputasi sekolah daripada memberikan kepastian kepada para orangtua dan masyarakat.Â
Pilihan yang mungkin diambil demi menjaga nama baik sekolah, justru berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Sebagai informasi, membangun reputasi sebuah sekolah (swasta) memerlukan investasi besar dan strategi yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Namun, ketika sekolah menghadapi situasi sulit seperti kasus pelecehan seksual ini, memilih bungkam bisa menjadi bumerang yang merugikan sekolah tersebut.Â
Pihak sekolah seakan lupa bahwa kepercayaan masyarakat adalah fondasi utama dalam membangun reputasi sebuah institusi pendidikan.
Dalam era media sosial yang penuh dengan begitu cepatnya arus informasi dan interaksi, maka dengan bungkamnya pihak sekolah hanya akan mengundang sorotan dan kecaman dari masyarakat dan netizen.Â
Keluarga korban yang berusaha mencari keadilan mendapat dukungan luas dari netizen yang ikut merasa prihatin. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan respons yang cepat dari pihak sekolah dalam menangani kasus serius seperti itu.
Sekolah seharusnya melibatkan diri secara aktif dalam menyelesaikan masalah ini. Lebih dari sekadar menjaga nama baik, mereka memiliki tanggung jawab moral dan etis terhadap para orangtua dan murid.Â
Kasus pelecehan seksual di TK bukan hanya merugikan korban secara pribadi, tetapi juga mencoreng citra pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, langkah-langkah transparan, tindakan nyata, dan dukungan penuh kepada korban dan keluarganya perlu diambil oleh pihak sekolah untuk memulihkan kepercayaan yang terkikis akibat kejadian ini.