Suasana perpolitikan di sekitar kita kini semakin memanas seiring dengan sengitnya serangkaian debat yang diinisiasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).Â
Debat ini menjadi panggung bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk menunjukkan kekuatan visi-misi mereka, sekaligus mengukur kecakapan komunikasi interpersonal dan intrapersonal.Â
Para pemilih, sebagai penentu arah masa depan bangsa, memiliki tanggung jawab untuk menganalisis dan membangun keyakinan serta pandangan terhadap calon pemimpin yang akan dipilih pada Pemilu 2024.
Debat capres dan cawapres bukan hanya sekadar pertarungan gagasan politik, melainkan juga arena di mana kemampuan membawakan diri dengan baik dan bijaksana menjadi penentu kredibilitas.Â
KPU berperan sebagai fasilitator, memberikan panggung bagi para kandidat untuk menjelaskan pandangan mereka terkait isu-isu krusial yang akan membentuk wajah Indonesia ke depan.Â
Dalam suasana yang memanas ini, kita sebagai "pemilih" dihadapkan pada tugas krusial untuk memilah dan menganalisis setiap argumen yang disajikan.
Fenomena ini tidak hanya menciptakan ketegangan di kalangan para capres dan cawapres, tetapi juga mengundang perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.Â
Sebagian menghadapinya dengan sikap santai, menanggapinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dinamika demokrasi. Namun, di sisi lain ada pula yang terlibat secara aktif dalam diskusi dan bahkan berdebat dengan sesama warga negara.
Uniknya, fenomena ini tak hanya menciptakan perbedaan pandangan politik, melainkan juga mampu mengubah dinamika hubungan personal. Mereka yang awalnya berteman baik bisa berubah menjadi lawan dalam sebuah perdebatan sengit hanya karena perbedaan pilihan capres dan cawapres.Â