Indonesia, belakangan ini sedang menghadapi tantangan besar yakni musim kemarau yang panjang dan dampak El Nino yang masih terus berlanjut. Selain musim kemarau, fenomena El Nino juga menyisakan dampaknya.Â
Hingga kita telah memasuki bulan September, beberapa wilayah di Indonesia masih dilanda kekeringan. Sebuah peringatan penting bagi kita semua bahwa potensi cuaca ekstrem bisa akan semakin sering muncul, dan kita harus siap menghadapinya.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau di Indonesia diperkirakan terjadi pada Agustus-September 2023. Namun, setelah memasuki bulan September, masih terdapat wilayah-wilayah yang merasakan dampak dari musim kemarau yang masih berlanjut. Ini menunjukkan adanya variasi pola cuaca di berbagai bagian wilayah di Indonesia.
Juga, BMKG memprediksi puncak El Nino akan terjadi pada Oktober-November 2023. sekarang kemaraunya bersamaan El Nino, jadi kemarau kering. [sumber]
El Nino sendiri merupakan fenomena alam yang kerap terjadi di Samudera Pasifik. disaat suhu permukaan laut di wilayah tengah dan timur Samudera Pasifik menjadi lebih hangat.Â
El Nino dapat menyebabkan kekeringan yang berdampak sistematis. dan situasi ini biasanya berlangsung selama beberapa bulan.
Dampak El Nino mencakup rendahnya curah hujan serta ada ragam kekeringan; kekeringan lahan pertanian, penurunan atau surutnya persediaan air, gagal panen karena keringnya tanah, serta meningkatnya risiko kebakaran lahan dan hutan.
Kekeringan yang terjadi juga dapat menyebabkan kekeringan sosial ekonomi, yang berdampak terhadap suplai pangan, kenaikan harga komoditi, bahkan ada potensi konflik di antara masyarakat.
Juga, satu hal yang tak akan terlewatkan terkait dampak kekeringan dan El Nino ini adalah memburuknya kualitas udara yang akan mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Penduduk yang tinggal di wilayah seperti Pekanbaru turut merasakan dampak langsung dari perubahan cuaca ini. Udara panas yang melanda sehari-hari ini menjadi salah satu indikator utama.Â