Ketika saya masih kecil, Ramadan selalu menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Ada sebuah masa ketika itu dimana setiap hari saya selalu berbuka puasa di rumah paman\ bersama bibi dan sepupu.Â
Suasana di sana selalu begitu bersahaja dan penuh kehangatan. Namun, pada suatu hari, saya tidak bisa menghadiri buka puasa bersama mereka karena harus mengikuti acara di sekolah.
Saya merasa sedih karena tidak bisa merasakan kebersamaan dan kelezatan hidangan buka puasa yang disajikan bibi.Â
Namun, saya tidak ingin membuat keluarga paman saya khawatir, jadi saya memutuskan untuk menulis sebuah surat dan meminta tolong tetangga untuk menyampaikannya kepada mereka.
Saat itu, saya tidak menyadari bahwa lokasi rumah kami hanya berjarak 9 rumah atau hanya sekitar 500 meter saja kalau saya tidak salah.Â
Saya pikir surat tersebut akan sampai dengan cepat ke tangan keluarga paman saya. Tapi ternyata, tidak semudah itu.
Beberapa hari kemudian, ketika saya berbuka puasa bersama keluarga paman saya, saya dibuat terkejut dengan reaksi mereka.Â
Mereka semua tertawa terbahak-bahak sambil menunjukkan sebuah surat yang terlipat-lipat dan tercoreng, yang ternyata adalah surat yang saya kirimkan.
"Surat yang datang udah kena air hujan, tintanya jadi melebar, dan terlempar ke semak-semak," bibi menjelaskan sambil masih tertawa.Â
"Bibi dan paman berpikir kamu berangkat benar-benar dalam keadaan terburu-buru hingga tak bisa berpamitan secara langsung dirumah ini".
"Padahal jarak antara rumahmu dan rumah paman hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari sini loh."
Saya merasa sangat malu dan merah padam. Tetapi di saat yang sama, kami semua tidak bisa menahan tawa ketika mengingat kejadian tersebut.Â
Selama sisa bulan Ramadan, kami terus membicarakan kembali kisah itu dan tertawa bersama.