Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

4 Langkah Visioner Mengatasi Ancaman "Quiet Quitting" di Kalangan Gen Z

15 September 2022   04:52 Diperbarui: 17 September 2022   17:01 1815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja kantoran terkena quiet quitting. Sumber: Pexels.com/daria via Kompas.com

Belakangan ini santer terdengar istilah unik dan menggelitik dalam perbincangan berbagai kalangan terutama di jagat maya tentang sebuah fenomena di dunia kerja yang dikenal dengan "quiet quitting".

Perilaku quiet quitting dalam dunia kerja diartikan menjadi "berhenti diam-diam" terhadap pekerjaan yang sedang dijalani. Hal gampang untuk memahami istilah ini sebenarnya memiliki makna bahwa telah terjadinya demotivasi dalam bekerja.

Fenomena quiet quitting ini padahal telah menjangkiti para pekerja sejak dulu, dan bisa terjadi di berbagai tempat bekerja, serta bisa menjangkiti semua generasi pekerja.

Hal yang perlu digaris bawahi untuk dapat memahami konsep quiet quitting ini adalah tentang pola pikir dan tindakan pekerja yang memegang prinsip "do your job, take your pay, and go home" --- lakukan pekerjaanmu sesuai jobdesc, pulang tenggo, lalu ambil penghasilanmu, bye! Hmm.. begitulah kira-kira ya.

Perbincangan quiet quitting yang mencuat kembali ke permukaan baru-baru ini, ternyata mengingatkan penulis tentang ingatan dan pengalaman ketika dulu sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Pada awalnya penulis diterima bekerja di perusahan itu dengan membawa status sebagai seorang fresh graduate. Ketika itu semangat dan motivasi untuk bekerja sedang tinggi-tingginya. 

Kami menjalankan tugas dan pekerjaan kala itu dengan penuh keikhlasan dan niat yang positif tanpa ada perilaku "menjilat" maupun drama lainnya yang identik dengan dunia kerja.

Karena memang sebagai seorang fresh graduate yang dapat langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan, rasanya benar-benar suatu keberuntungan tersendiri di kala ketatnya persaingan diantara para jobseeker.sta

Walau latar belakang pendidikan yang kami tempuh semasa kuliah jauh berbeda dengan bidang pekerjaan yang kami lakoni di tempat bekerja. 

Toh, nyatanya kami dapat beradaptasi dengan baik serta terus belajar dan banyak bertanya kepada senior agar dapat memantaskan diri serta dapat menempatkan diri sebagaimana mestinya pada lingkungan perusahaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun