Seorang pelajar atau mahasiswa perantuan yang pergi merantau ke luar daerah untuk belajar dan menuntut ilmu tidak hanya sekadar membawa badan saja.
Lebih dari itu ada banyak hal yang perlu disiapkan oleh pelajar perantauan untuk menunjang keberlangsungan kehidupan sehari-hari di tanah rantau.
Termasuk dalam hal penyediaan furnitur seperti tempat tidur dan lemari pakaian. Keberadaan furnitur terutama lemari pakaian keberadaannya sebenarnya cukup vital bagi para pelajar perantauan.
Tidak hanya dimanfaatkan untuk menambung pakaian tapi juga berguna untuk mengamankan barang-barang dan dokumen berharga selama di perantauan.
Pada awal masa adaptasi atau baru pindah ke daerah tujuan perantauan, terkadang dalam hal penyediaan furnitur ini seringkali membuat para pelajar atau mahasiswa perantauan sedikit galau dan bimbang apakah harus membeli furnitur atau tidak perlu sama sekali.
Alasannya tentu dana yang ada harus berkurang karena digunakan untuk membeli lemari. Sedangkan kebutuhan lain selama di perantauan ini tidak hanya sekadar penyediaan barang furnitur.
Nah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan tentang furnitur ini seorang pelajar atau mahasiswa perantauan yang notabene merupakan seorang anak muda kekinian harus bisa bersikap bijak dalam lingkup pengaplikasian gaya hidup minimalis dalam kehidupan sehari-hari sejak masa transisi tersebut.
Topik Pilihan yang diangkat kali ini oleh Kompasiana memang sangat relate dan relevan dengan kebutuhan anak muda zaman now yang perlu mengubah pandangan dan mindset tentang gaya hidup minimalis ini.Â
Gaya hidup minimalis bisa menjadi trik jitu bagi anak muda dalam menyikapi tantangan yang dihadirkan dunia sebagai bagian dari efek bonus demografi yang terjadi.
Oleh sebab itu, dibawah ini ada beberapa tips dan kiat bagi para pelajar atau mahasiswa perantauan dalam menyikapi penyedian barang furnitur selama di perantauan berdasarkan pengalaman yang penulis alami secara langsung.
1. Tinggallah di asrama karena dilengkapi fasilitas furnitur
Jika pelajar atau mahasiswa enggan untuk berbelanja furnitur selama tinggal dan menetap di perantauan ini maka pilihan yang tepat adalah dengan tinggal di asrama.
Biasanya di berbagai daerah tujuan pelajar atau mahasiswa perantauan sudah terdapat keberadaan asrama daerah di kota tersebut.
Misalkan di Kota Jogja yang menyandang status sebagai kota pelajar, sudah banyak terdapat asrama daerah se-Indonesia yang berdiri di kota itu.
Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika pelajar atau mahasiswa perantauan memilih untuk menumpang tinggal di asrama.
Lantaran di asrama pada umumnya telah disediakan fasilitas barang furnitur pada setiap kamar yang ada berupa ranjang kasur dan lemari pakaian.
Tapi sesuai pengalaman penulis sendiri bahwa walau dulu penulis memilih untuk tinggal di asrama, penulis dan beberapa rekan tetap membeli lemari dikarenakan jumlahnya yang terbatas dan tidak bisa mencukupi kebutuhan semua penghuni asrama yang ada saat itu.
Dimana setiap tahun jumlah penghuni asrama terus bertambah sedangkan jumlah furnitur segitu-gitu saja bahkan tak jarang ada pula furnitur yang mengalami kerusakan.
Mencermati kondisi demikian, penghuni baru asrama perlu menginventarisasi perangkat furnitur yang masih ada dan layak sebelum terburu-buru harus membeli furnitur baru.
Penghuni baru di asrama bisa pula melihat peluang dari penghuni lama yang hendak lulus atau wisuda.
Pada umumnya bagi mahasiswa yang lulus tentu akan pergi meninggalkan asrama untuk tujuan bekerja atau malah balik ke kampung halaman.
Sehingga peluang tersebut bisa dimaksimalkan oleh penghuni baru di asrama sebelum memutuskan untuk membeli furnitur seperti lemari ini.
2. Tinggal di kos atau kontrakan yang ada fasilitas furniturnya
Belakangan ini sudah banyak penyedia jasa kos atau kontrakan yang memberikan fasilitas secara cuma-cuma bagi penyewa terutama bagi yang berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa.
Jika kamu enggan untuk menumpang di asrama karena ingin berbaur dengan pelajar atau mahasiswa dari daerah lain maka kamu bisa memilih tinggal di kos atau kontrakan.
Namun sebelum pindah ke kos atau kontrakan, pilihlah kos-kosan yang menyediakan fasilitas furnitur di dalam kamarnya.
Setidaknya jika tidak dilengkapi ranjang, cukup dengan adanya kasur. Serta cukup pula dengan adanya lemari.
Kamu harus benar-benar memastikan bahwa fasilitas furnitur disediakan oleh pengelola kos atau kontrakan yang hendak kamu tinggali.
Bila pelu kamu bisa memastikan langsung ke dalam kamar kos atau kontrakan apakah pengelola benar-benar menyediakan fasilitas furnitur tersebut.
Dengan begitu, pelajar atau mahasiswa perantauan tidak perlu harus membeli lemari selama menetap di perantauan dan dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan penting lainnya.
3. Belilah furnitur sesuai kebutuhan bukan untuk gaya-gayaan
Nah, jika dua opsi di atas tidak memungkinkan sehingga pelajar atau mahasiswa perantauan harus tetap membeli furnitur seperti lemari maka belilah sesuai kebutuhan dari segi keperluan.
Hindari membeli furnitur untuk gaya-gayaan dan cari sensasi perhatian dari penguni lain.
Dulu, penulis sempat menemukan rekan yang membeli lemari dengan model yang cukup bagus dan bergaya seni. Berbeda dengan lemari yang biasanya menjadi favorit para mahasiswa.
Bagi yang sempat kuliah di Jogja pasti mengenal dengan begitu familiar model lemari kayu dengan dua pintu setinggi bahu yang menjadi favorit mahasiswa perantauan.
Kenapa menjadi favorit mahasiswa perantauan lantaran dari segi harga yang cukup ramah di kantong mahasiwa serta kualitas yang lumayan bisa diandalkan.
Tapi, rekan kami tadi malah membeli lemari dengan harga yang tiga kali lebih mahal dari harga lemari favorit mahasiswa diatas.
Jelas saja menurut kami hal tersebut termasuk langkah mubazir dan kurang tepat pilihannya dalam membeli lemari tersebut.
Untuk apa membeli furnitur dengan harga yang mahal karena tidak mungkin akan ikut diboyong ketika pulang ke kampung halaman.
4. Furnitur nanti dijual lagi atau jadi donasi?
Ketika pelajar atau mahasiswa perantauan diharuskan untuk membeli furnitur seperti lemari ini maka perlu baginya untuk mempertimbangkan aspek kelayakan dan ketahanan suatu barang furnitur.
Misalkan dari kisah yang gambarkan di atas apakah lemari yang sudah dibeli itu nantinya masih bisa dijual lagi untuk menutupi kebutuhan lain karena sama-sama berstatus sebagai mahasiswa perantauan.
Ketika sudah lulus dan hendak pulang kampung, apakah furnitur tersebut masih bisa dijual lagi ke mahasiswa baru (MaBa) yang baru menetap di tanah rantau. Tentu dengan harga miring yang dipatok bisa menjadi penawaran menarik bagi para mahasiswa baru.
Jika tidak memperhatikan hal tersebut sejak awal, pada akhirnya furnitur yang kita beli hanya bisa menjadi barang warisan yang bisa didonasikan secara ikhlas kepada penghuni baru.
Demikianlah beberapa saran dan masukan kami bagi para pelajar atau mahasiswa di perantauan. Tidak ada salahnya jika harus membeli furnitur karena itu juga merupakan sebuah kebutuhan mendasar atau primer bagi seorang pelajar mahasiswa perantauan.
Karena dengan fasilitas furnitur yang ada dapat memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pelajar mahasiswa perantauan selama berada di negeri orang.
Hal yang terpenting adalah bagaimana anak muda dalam menyikapi sesuatu sesuai kebutuhannya sehingga hidupnya dapat berjalan secara mudah, ringkas, simpel dan sederhana.
Semoga ulasan ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi mahasiswa baru dimanapun berada karena semua itu berdasarkan pengalaman penulis sendiri ketika menjadi seorang mahasiswa di perantauan.
***
Salam berbagi dan menginspirasi.
[Akbar Pitopang]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H