Jika seorang mahasiswa tak mampu menjalankan keduanya secara seimbang maka mungkin ia gagal menjadi mahasiswa yang seutuhnya.
Ketika seorang mahasiswa hanya mampu memprioritaskan salah satunya saja maka ada dua kategori konsekuensi yang akan diperolehnya, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, jika seorang mahasiswa hanya fokus mengejar gelar akademik dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah, pulang - kuliah, pulang) dan tidak aktif dalam kegiatan organisasi dan kerelawanan, maka jiwa sosialnya menjadi gersang.Â
Padahal seorang mahasiswa selain ia dituntut dapat mengejar gelar akademiknya, juga harus mampu memberikan kontribusi dan ikut menyumbangkan ide pemikiran sebagai solusi atas isu dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Kedua, jika mahasiswa terlena dengan dunia organisasi dan sibuk menjadi relawan lalu mengorbankan waktu dan tugas utamanya untuk belajar di bangku perkuliahan maka ia pun mungkin bisa dicap gagal menjadi anak dengan sosok yang diharapkan orang tua.Â
Karena mahasiswa tersebut terlalu lama mengorbankan banyak hal, seperti kesempatan usia hingga biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua.Â
Jadi, pada masa itu seorang mahasiswa memiliki dua tanggung jawab yakni bagaimana caranya menepati janji dan amanah dari orang tua. Lalu, bagaimana pula tetap dapat menjadi manusia muda yang berkontribusi membawa manfaat bagi lingkungan sosialnya.
Disamping sudah banyak para pelajar atau mahasiswa perantauan yang sukses di tanah rantau dengan membawa manfaat bagi kampung halaman. Ternyata tak sedikit pula mahasiswa perantauan yang gagal.
Baik gagal secara akademik karena kena DO (drop out) maupun gagal menjadi makhluk sosial dan tak dianggap di lingkungan bermasyarakat.
Sebagai mantan mahasiswa, ada beberapa hal yang perlu kami bagikan disini terkait beberapa kebiasan buruk mahasiswa rantau yang harus dihindari.Â
Menjadi mahasiswa tapi tak produktif