Lebaran sudah di depan mata. Segala persiapan dilakukan untuk menyambut datangnya hari raya Idul Fitri ini.
Termasuk salah satunya membuat kue-mueh untuk lebaran. Di kampung, tradisi membuat kue untuk lebaran masih berlangsung sampai hari ini.
Walaupun sebenarnya bisa memilih jalan pintas dengan membeli kue yang sudah jadi. Tapi membuat kue lebaran sendiri adalah sebuah tradisi jelas lebaran yang memiliki sensasi tersendiri.
Kalau tak buat kue sendiri jelang lebaran, berasa ada yang hilang. Mungkin karena menjadi sebuah kebiasaan. Pada akhirnya berubah menjadi sebuah keharusan.
Nah, kebetulan kemarin dirumah kami telah terjadi sebuah literasi budaya. Khususnya budaya kuliner Nusantara sebagai warisan dan kekayaan bangsa.
Dimana ada salah seorang saudara kami yang sudah sangat lama merantau ke ibukota akhirnya mudik pulang kampung. Walaupun dia memiliki darah pure Minang. Tapi karena lahir, besar dan bekerja di ibukota. Sehingga dia sudah dianggap sebagai orang Betawi.
Walaupun dia bisa dikatakan asli Minang, tapi dia tak terlalu lancar berbahasa Minang. Tapi kalau sedang bicara, logat Betawi nya terasa sangat kental. Benar-benar bagaikan seorang Betawi tulen.
Tapi walau bagaimanapun, dia selalu mencintai tanah leluhurnya. Ketika ada waktu dan kesempatan maka dia akan pulang ke ranah Minang.
Maaf karena sudah sedikit intermezo ya, readers. Kembali kita bahas mengenai literasi budaya kuliner yang disampaikan tadi.