Apa yang akan ia capai? Dia merasa masa bodoh dengan itu semua. Jika ia lulus maka baginya itu sebuah keanehan. Bahkan sebenarnya yang ia harapkan adalah tidak diterima atau lulus di kampus itu.
Seseorang yang ingin diterima bekerja di sebuah perusahaan, tentu ia akan berusaha dan mengerahkan daya upayanya agar dapat menjadi salah satu kandidat yang lulus yang nantinya dapat bergabung di perusahaan tersebut. Jika ingin diterima tentu itu tidaklah mudah untuk dilalui.Â
Apalagi dia sadar bahwa jumlah saingan yang bejibun dan luar biasa banyak. Kalau hanya sekedar memiliki tekad yang kuat namun minim usaha tentu akan dengan mudah terlindas oleh orang lain yang sudah menyiapkan amunisi yang luar biasa.
Demikianlah perumpaan bagi orang-orang yang mau berpikir bahwa untuk mencapai segala sesuatu itu tidaklah mudah. Akan banyak ujian dan cobaan yang harus dilalui. Setiap ujian itu akan menghasilkan hasil asesmen yang berbeda-beda. Seperti apa output yang dihasilkan tergantung pada input yang telah diberikan.
Dan sejatinya, setiap manusia yang beriman harus memiliki goal yang harus dicapai. Menjadi orang yang sekedar beriman tidaklah salah. Tapi jika pada akhirnya kita naik kelas menjadi hamba yang bertaqwa tentu kita akan menjadi lebih terhormat daripada saudara kita yang levelnya berada dibawah kita.
Setiap proses kenaikan kelas ini memiliki tempo dan masa waktu yang telah ditentukan. Hanya dalam waktu sebulan kita digembleng menjadi manusia yang lebih baik. Manusia yang bisa berubah dan bertransformasi menjadi sosok yang sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan oleh syariat.
Ramadhan demi Ramadhan telah dilalui setiap tahunnya. Namun, cara seseorang menjalaninya hanya sama saja dan cenderung semakin berkurang atau hanya stagnan begitu-begitu saja. Apakah itu menjadi sebuah kerugian? Menghabiskan umur tanpa suatu hal yang bermakna menjadi sebuah hal yang sia-sia dan percuma terbuang begitu saja.
Diawal Ramadhan kemarin saya sempat berinteraksi dengan seorang tukang tambal ban karena ban kendaraan saya bocor di jalan. Tukang tambal ban itu yang duluan mengajak  saya ngobrol dan membuka pembicaan. Mungkin hanya sekedar basa-basi pemberi jasa kepada pelanggannya.
"Besok sudah mulai puasa ya, Dek"
"Benar, Bang. Emangnya Abang mau puasa juga?" Saya bertanya dengan ekspresi bercanda.
"Ya.. tapi saya liat nanti ajalah. Niatnya sih mau puasa dari rumah. Tapi kalau tak kuat mau gimana lagi kan. Adek tahulah gimana kondisi cuaca sekarang ini. Panas bedengkang!" Katanya sambil tertawa.
Dari percakapan singkat diatas tentu dapat kita tangkap apa maksud dan tujuannya dengan mudah. Ada indikasi bahwa dia ada niat untuk membatalkan puasanya ketika ada kesempatan.Â
Sepertinya berpuasa di bulan Ramadhan bukanlah sebuah kewajiban yang benar-benar harus ditunaikan selagi masih mampu dan kuat menjalaninya.
Begitulah perumpamaannya tentang bagaimana setiap individu menyikapi sebuah kewajiban melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam menyikapi sebuah ujian kenaikan kelas.Â