Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pemerataan Kualitas Layanan Operator Seluler di Indonesia

30 Maret 2013   18:12 Diperbarui: 23 April 2022   11:24 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Apakah anda suka travelling atau jalan-jalan? Apakah anda hobi berlibur? Seperti apakah liburan yang anda inginkan? Apakah liburan semaunya tanpa mempedulikan gangguan yang dapat mengurangi kenyamanan saat berlibur seperti panggilan dan kotak pesan, atau liburan tapi tetap mempedulikan itu semua?

Ya.. mungkin sebagian orang mengnginkan suasana liburan yang nyaman, kondusif serta bebas dari hal-hal yang dapat mengurangi rasa kenyamanan saat berlibur. Orang-orang seperti itu menginginkan waktunya hanya untuk merefresh jiwa dan raganya. Berlibur salah satu upaya untuk menyegarkan jiwa dan raga yang lelah dengan berbagai kesibukan dunia.

Namun, tentu sebagian lain tetap mempedulikan gangguan-gangguan kecil berupa panggilan dan kotak masuk sebagai penghubung komunikasi dengan sesama manusia. Orang-orang seperti itu tetap peduli dengan gangguan berlibur semacam itu karena alasan komunikasi itu penting. Kadang kita perlu memberi informasi dan pemberitahuan kepada orang-orang yang memang perlu untuk diberi tahu. Seperti misalkan kepada orang tua, keluarga, suami-istri, anak maupun kepada pacar terkasih.

Fenomena semacam itulah yang saya temukan saat berlibur bersama teman-teman ke rumah salah seorang sahabat kami. Niatan awal memang sebenarnya untuk menjalin silaturahmi dengan keluarga sang sahabat. Setelah itu tentu yang selalu diselipkan dalam setiap rangkaian perjalanan kami adalah waktu untuk berlibur ke tempat-tempat wisata di setiap kota/kabupaten yang kami singgahi.

Kita kembali pada topik pembicaraan diawal tadi. Ada fenomena kegalauan yang terjadi pada sebagian besar teman-teman saya. kegalauan seperti apa yang menjangkiti mereka? Kegalauan itu adalah kegalauan tidak bisa menemukan sinyal operator seluler. Hal itu membuat mereka galau. Galau semacam ini sering kita jumpai dan bahkan kita alami ketika tengah berlibur.

“Tebing Sinyal” di Wonogiri, Fakta Pemerataan Layanan Operator Belum Maksimal

Fakta di lapangan memang membenarkan hal tersebut. tepatnya rumah sang sahabat berada di Dusun Sendang Mulyo, Desa Purwoharjo, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Memang cukup jauh dari pusat keramaian. Geografis perkampungan yang berupa perbukitan, jurang di sisi tebing, jalanan yang belum diaspal dan berlumpur/ licin ketika hujan, serta jarang sekali tower pemancar sinyal yang berdiri. Kondisi tersebut jelas saja menjadikan sinyal operator seluler susah dijangkau. Sinyal seluler menjadi sebuah hal yang amat dicari. Mengetahui kondisi riilnya demikian tentu sudah jelas bahwa semua orang pasti akan merasa galau saat berhadapan dengan kondisi seperti itu. apalagi untuk generasi yang ada saat ini yang mereka dilahirkan, tumbuh dan berproses bersama gadget, seluler, sinyal dan semacamnya. Yang kesemuanya itu tak bisa dipisahkan dari kita generasi saat ini.

Kembali lagi pada kegalauan yang dihadapi teman-teman saya tadi. Mereka galau karna krisis sinyal. Semua teman saya membawa alat komunikasinya berupa telepon genggam. Dengan mereka hape dan operator seluler yang berbeda-beda. Sejak kedatangan kami dirumah sahabat, teman-teman saya tak pernah lupa untuk melhat ke layar ponsel yang ada di tangan. Mereka seperti latah. Satu teman melihat ponsel, teman lain ikut-ikutan melihat ponselnya. Kemudian secara bergantian mereka bergumam dengan sedikit umpatan, “hadeeehh.. ora ono sinyale ncuk..!!

Melihat kegalauan yang dialami oleh sebagian besar teman-teman, maka membuat sang sahabat atau si empunya rumah juga galau. Gak tega melihat kegalauan itu terus mendera. Akhirnya sang sahabat membawa kami turun kebawah atau melewati jalan tiga tapak menuju ke sebuah tebing.

Tebing apakah itu? entahlah.. yang jelas itu tebing ajaib. Kenapa ajaib? Karena mampu mendatangkan sinyal. Ha ha ha.. ya.. begitulah tebing itu. kita cukup berdiri di sekitar tebing dengan mengangkat ponsel ke langit maka besar harapan sinyal mampu singgah sebentar di ponsel. Walaupun sinyalnya putus nyambung putus nyambung, walaupun sinyalnya hilang hilang timbul, namun beberapa level sinyal mampu membantu teman dalam mengirim pesan singkat maupun update status via mobile. He he he…

Kemudian saya menanyakan pada sang sahabat. Tebing apakah namanya? Apakah warga sekitar sudah menamai tebing itu? kenapa tebingnya bisa mendatangkan sinyal? Apakah pohon cemara dan pinus di atas tebing yang ternyata mendatangkan sinyal? Pertanyaan-pertanyaan itu semua tak mampu dijawab olehnya.

Katanya, tebing itu belum dinamai warga. Namun yang jelas banyak warga yang datang ke tebing hanya untuk mencari sinyal. Kenapa bisa mendatangkan sinyal? Entahlah.. mungkin hal itu bisa dikaji lebih lanjut oleh para ahli.

Namun akhirnya saya mengusulkan untuk memberi lokasi pencarian sinyal tersebu dengan nama, “tebing sinyal”. Tebing yang mampu mendatangkan sinyal. Karena keajaiban tebing itu kami bisa berkomunikasi, membalasa pesan yang masuk dan keluar dari zona keterasingan yang jauh dari nuansa kemajuan teknologi diera zaman modern saat ini.

Sensasi berlibur semacam itu menjadi hal unik yang saya dan teman-teman alami. Ternyata di indonesia masih banyak daerah-daerah yang menjadi zona krisis sinyal. Jangan kaget jika menemukan hal semacam itu di pelosok sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan papua. Di pulau jawa yang sepertinya sangat maju dari daerah lain di indonesia malah belum sempurna menjangkau daerah-daerah yang jauh dari kemajuan. Buktinya kampung sahabat saya itu.

Warga Negara Berhak Menikmati Kualitas Layanan Komunikasi

Saya pernah membaca artikel salah seorang teman kompasianer yang membagikan pengalamanannya yang hampir mirip dengan kisah saya ini. Itu kalau tidak salah ia dapati di darah Kalimantan.

Salahkah jika kondisi semacam itu tetap dibiarkan? Jelas salah. Karena semua warga indonesia berhak atas kemudahan untuk berkomunikasi. Tak melihat apakah ia berada di perkotaan ataupun berada di pelosok negeri sana. Mereka berhak untuk merasakan indahnya berselancar dan berkomunikasi dengan fasilitas nirkabel semacam ponsel atau telepon rumah.

Namun kondisi semacam itu belum atau bahkan tak menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal di daerah krisis seperti itu. masalah sinyal semacam itu tidak menjadi masalah berarti. Yang jelas mereka bisa tetap berkomunikasi dengan orang-orang yang mereka kenal walaupun tidak dengan dengan sinyal komunikasi. Intinya.

Walau demikian, tentu kondisi demikian tak boleh dibiarkan. Tulisan ini hanya sekelumit dari masukan untuk pemerintah maupun pihak swasta yang dalam hal ini pihak penyedia layanan operator seluler untuk bisa menyikapi kondisi di lapangan dengan bijak. Kondisi seperti itu jelas-jelas tak boleh dibiarkan begitu saja. perlu pemerataan informasi dan komunikasi bagi seluruh warga Negara.

Pihak penyedia layanan operator seluler perlu melakukan langkah maju dalam hal ini. Seperti yang diketahui bahwasanya persaingan sesama operator sangat ketat. Siapa yang mau bertindak cepat dan mampu memberikan layanan yang memuaskan bagi pelanggan maka itulah yang akan memenangi persaingan. Semoga degan ini pihak operator mampu dan mau mengambil langkah terbaik untuk menyikapinya. Jangan terlalu lama membiarkan kondisi seperti itu.


13646418121868438978
13646418121868438978


Jika masyarakat senang dengan baiknya kualitas layanan yang diberikan operator tentu hal itu juga akan memberikan dampak positif bagi perusahaan operator yang memberikan layanan tersebut. intinya antara masyarakat dan operator akan saling terjadi symbiosis  mutualism. Operator jangan hanya mempedulikan warga di perkotaan namun juga di pedesaan. Operator jangan hanya mau untungnya saja jika mau mengambil hati masyarakat. Karena saat ini masyarakat Indonesia sudah bijak dalam memilih.

Tulisan ini hanya sekedar sharing atas pengalaman yang saya alami saat berlibur. Sekaligus menjadi masukan untuk para operator seluler agar mau menyediakan layanan terbaik untuk pelanggannya dimanapun berada diseluruh indonesia ini. Semoga ada manfaatnya dan berharap masukan ini didengar dan diterima agar kemudahan dan kenyamanan bisa dinikmati oleh seluruh pelanggan yang ada.

Salam untuk kampung sahabat di pelosok Wonogiri, Jawa Tengah sana.. ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun